ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Lima Tipe Penonton di Ngayogjazz 2014

Nuran Wibisono oleh Nuran Wibisono
23 November 2014
0
A A
Lima Tipe Penonton di Ngayogjazz 2014
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Tahukah Anda bahwa penonton konser atau festival musik itu bisa diteliti dan digolongkan? Baik dengan pendekatan antropologis, psikologis, ataupun pendekatan ngawurisme. Nyaris semua jenis manusia ada dan berkoloni di festival musik. Namun biasanya, semakin eksklusif suatu festival semakin seragam pula penontonnya.

Ngayogjazz adalah sebuah pengecualian. Saat festival jazz lain mematok harga tiket mahal, suasana yang eksklusif, bertempat di gedung yang megah, Ngayogjazz hadir di tempat yang merakyat. Pasar, rumah pelukis legendaris, hingga desa wisata. Tak hanya itu, penonton tak dipatok tiket masuk, alias gratis. Ini membuat Ngayogjazz semakin menarik. Karena festival ini gratis, jenis penontonnya menjadi sangat beragam dan sangat menarik untuk diamati.

Berdasarkan pantauan Mojok Institute, paling tidak inilah lima jenis penonton di Ngayogjazz 2014.

Tipe pecinta jazz

Namanya juga festival jazz, ya pasti ada jenis penonton seperti ini. Mereka adalah orang-orang yang beriman pada musik jazz. Di pemutar musik digitalnya, Anda bisa menemukan Miley Davis, John Coltrane, Bubby Chen, hingga Jack Lesmana.

Mereka juga disiplin dalam membuat perencanaan. Selembar jadwal panggung selalu ada di tangan, dengan cermat membuat perhitungan, kapan akan pergi ke panggung Ning Nong, kapan harus pindah ke panggung Bang Bung. Biasanya penonton jenis ini sudah menentukan akan menikmati pertunjukan musisi atau band apa saja sebelum ke TKP.

Sedikit gampang menandainya: mereka biasanya ada di depan panggung, menyaksikan penampil dengan khusyuk, dan sesekali menggelengkan kepala atau bertepuk tangan kala penampil memainkan musik yang rumit. Ciri-ciri seperti ini mengingatkan saya pada Aristides Wasesa, jurnalis Beritajogja. Bujang berusia 35 tahun ini memang suka musik jazz. Ia biasanya selalu berada di depan panggung sambil manthuk-manthuk. Luar biasa memang.

Tipe festival-goers

Saya mendapati tipe ini pada diri Pemimpin Redaksi Mojok, Arlian Buana. Muda, up to date dengan teknologi, dan susah berpisah dari gajet.

Secara umum, penonton jenis ini adalah pecinta festival musik. Ada festival jazz, berangkat. Festival metal, ia bertandang. Ada festival musik elektronik, ia gegap-gempita. Intinya, semua festival selalu ia datangi karena kesukaannya pada festival musik. Tak peduli apa genrenya.

Biasanya penonton jenis ini adalah anak-anak muda kekinian yang gemar bergerombol. Mereka gemar mencuit di twitter, nge-Path, dan pamer foto di Instagram. Bagi mereka, mumpung masih muda, bersenang-senang adalah keharusan. Penonton jenis ini biasanya tak begitu memperhatikan detail penampil. Mereka akan mencari penampil yang paling populer.

Tipe keluarga

Di pintu masuk Ngayogjazz, tak sengaja saya melihat Irwan Bajang. Pemuda asal Lombok yang baru menikah ini membawa istrinya ikut serta menonton. Festival musik, baginya, adalah kesempatan untuk mengenang masa pacaran dulu. Julukannya sebagai taipan dan pemuda revolusioner nan gagah berani, tak membuatnya lupa bagaimana cara menjadi romantis. Bajang adalah salah satu contoh penonton tipe keluarga.

Namun golongan penonton jenis ini sangat luas. Tak melulu pasangan muda. Karena bertempat di desa wisata, dan tiket masuknya yang gratis, dengan gampang kita bisa menemui gerombolan keluarga, baik besar atau kecil. Suami membawa anak dan istri. Atau sepasang kakek-nenek menggandeng cucunya. Sering pula ditemui, bapak menggendong anak di bahunya. Hangat sekali.

Penonton golongan ini adalah penonton yang sangat menyenangkan untuk dilihat. Apalagi yang membawa keluarga besar. Mereka memperlakukan festival musik jazz sebagai piknik: menyenangkan, tak eksklusif, dan sebagai kesempatan untuk reriungan bareng. Mereka juga acap menganggap festival musik sebagai wahana pendidikan. Agar selera musiknya tak seragam, dan agar kelak sang anak ndak melulu galau terkena efek sinetron atau musik mendayu-dayu.

Tipe penonton melankolis

Penonton ini, dengan sangat sedih saya harus katakan, mengingatkan saya pada Eddward S. Kennedy, pendiri cumketua Sekte Pemuda Pengobral Air Mata.

Ngayogjazz selalu diadakan di musim penghujan dan di luar ruangan. Ini justru membuat kaum pemurung jadi sedikit tersenyum. Saya tahu ini terdengar klasik, tapi masih banyak orang yang suka menangis di bawah hujan. Tentu karena mereka malu jika menangis dilihat orang banyak. Kalau menangis di bawah hujan, jelas tak akan ketahuan.

Penonton jenis ini biasanya pergi ke festival musik untuk mengisi waktu luang. Atau mengusir melankolia yang seringkali datang tanpa salam. Sebagian besar penonton jenis ini  datang sendirian. Menatap panggung dari kejauhan dengan mata nanar. Penyair Sapardi Djoko Damono pernah melukiskan kelompok ini dengan sangat baik dalam sebuah puisi:

Ia ingin pagi itu hujan turun

Rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil

Menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.

Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk

Memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin

Menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik…

Apakah Anda juga seperti itu?

Tipe pemburu bribikan

Kalau ini, dengan yakin saya berkata, adalah tipe tiga serangkai: Arman Dhani, Gita Wiryawan, dan Agus Mulyadi. Anda cowok kesepian dan ingin merasakan rutinnya sms-an atau teleponan? Atau cewek yang rindu ditanya, “sudah makan belum?” Nah, festival seperti Ngayogjazz ini adalah kesempatan bagi para pemburu kasih sayang untuk beraksi.

Penonton seperti ini biasanya suka tolah-toleh di depan panggung yang paling banyak penontonnya. Tak lain tak bukan tentu itu adalah tindak-tanduk survei. Mencari siapa yang menarik untuk dibribik.

Belum usai pertunjukkan di panggung Jrang Jreng, ia pindah ke Dang Dung, lalu ke Thang Thing. Untuk kemudian kembali tolah-toleh dan cengar-cengir sendirian. Sesekali mengumpat kalau ada yang cakepnya kebangetan.

Bagi Anda yang bertemu dengan pemuda jenis ini, lalu dilempar senyum, jangan dibalas. Senyuman Anda adalah sinyal bagi dia untuk melanjutkan bribikannya. Sekali Anda lengah, ia bisa dapat nomer ponsel Anda. Kalau itu terjadi, selamat, Anda akan dihujani puisi setiap hari.

Waspadalah, waspadalah, waspadalah!

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: JazzNgayogjazzNgayogjazz 2014
Iklan
Nuran Wibisono

Nuran Wibisono

Suka menulis dan memasak. Bekerja di tirto.id.

Artikel Terkait

Honda Jazz Mobil Honda yang Memberi Rasa Penyesalan di Akhir MOJOK.CO
Otomojok

Road Trip Nekat ke Ujung Kulon Pakai Mobil Honda Jazz: Mulai dengan Gaya, Pulang dengan Rasa Bersalah

31 Maret 2025
Mobil Honda Jazz Simbol Awal Kesuksesan Manusia MOJOK.CO
Otomojok

Mobil Honda Jazz: Simbol Awal Kesuksesan Manusia dan Sudah Saatnya Honda Membangkitkan Sang Legenda

4 Desember 2023
ngayogjazz 2022 mojok.co
Hiburan

Dimeriahkan 40 Musisi Lokal dan Internasional, Ribuan Penonton Padati Ngayogjazz 2022

20 November 2022
ngayogjazz 2022 mojok.co
Hiburan

Dua Tahun Daring, Ngayogjazz 2022 Siap Pertemukan Musik dengan Tradisi 

18 November 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Penyair vs Prosais: Sebuah Komparasi Asmara dan Jodoh

Penyair vs Prosais: Sebuah Komparasi Asmara dan Jodoh

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dakwoh membuktikan bahwa hijrah nggak harus ninggalin dunia lama. Simak perjalanan hidupnya yang penuh tantangan dan inspirasi

Motivasi Hidup Ala Dabwok: Hijrah Nggak Harus Ninggalin Musik

17 Mei 2025
Kebayoran Baru Jakarta Selatan, merantau ke Jakarta.MOJOK.CO

Nekat Merantau ke Jakarta Bermodal Ijazah S1 Malah Berakhir Apes, Tinggal di Kos Sempit dan Berakhir Jadi Tukang Parkir Blok M

19 Mei 2025
Mahasiswa baru KIP Kuliah miskin nyaris nekat DO karena malu kuliah adu outfit MOJOK.CO

Kuliah Jadi Ajang Adu Outfit Bikin Mahasiswa Miskin Mau DO di Semester 3, Tak Kuat Diejek hingga Dijauhi karena Pakaian Jelek

20 Mei 2025
Ujian warga plat K seperti Rembang yang merantau di Semarang MOJOK.CO

Orang Plat K Harus Hadapi Banyak Derita kalau Merantau di Semarang, Benar-benar Penuh Drama

22 Mei 2025
Pengalaman malu-maluin pertama kali naik kereta api (KA) eksekutif dari Stasiun Tugu Jogja MOJOK.CO

Pertama Kali Naik Kereta Api Eksekutif: Sok Kaya Berujung Norak dan Malu-maluin, Kena Tegur karena Gondol Selimut KAI

20 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.