Tahukah Anda bahwa penonton konser atau festival musik itu bisa diteliti dan digolongkan? Baik dengan pendekatan antropologis, psikologis, ataupun pendekatan ngawurisme. Nyaris semua jenis manusia ada dan berkoloni di festival musik. Namun biasanya, semakin eksklusif suatu festival semakin seragam pula penontonnya.
Ngayogjazz adalah sebuah pengecualian. Saat festival jazz lain mematok harga tiket mahal, suasana yang eksklusif, bertempat di gedung yang megah, Ngayogjazz hadir di tempat yang merakyat. Pasar, rumah pelukis legendaris, hingga desa wisata. Tak hanya itu, penonton tak dipatok tiket masuk, alias gratis. Ini membuat Ngayogjazz semakin menarik. Karena festival ini gratis, jenis penontonnya menjadi sangat beragam dan sangat menarik untuk diamati.
Berdasarkan pantauan Mojok Institute, paling tidak inilah lima jenis penonton di Ngayogjazz 2014.
Tipe pecinta jazz
Namanya juga festival jazz, ya pasti ada jenis penonton seperti ini. Mereka adalah orang-orang yang beriman pada musik jazz. Di pemutar musik digitalnya, Anda bisa menemukan Miley Davis, John Coltrane, Bubby Chen, hingga Jack Lesmana.
Mereka juga disiplin dalam membuat perencanaan. Selembar jadwal panggung selalu ada di tangan, dengan cermat membuat perhitungan, kapan akan pergi ke panggung Ning Nong, kapan harus pindah ke panggung Bang Bung. Biasanya penonton jenis ini sudah menentukan akan menikmati pertunjukan musisi atau band apa saja sebelum ke TKP.
Sedikit gampang menandainya: mereka biasanya ada di depan panggung, menyaksikan penampil dengan khusyuk, dan sesekali menggelengkan kepala atau bertepuk tangan kala penampil memainkan musik yang rumit. Ciri-ciri seperti ini mengingatkan saya pada Aristides Wasesa, jurnalis Beritajogja. Bujang berusia 35 tahun ini memang suka musik jazz. Ia biasanya selalu berada di depan panggung sambil manthuk-manthuk. Luar biasa memang.
Tipe festival-goers
Saya mendapati tipe ini pada diri Pemimpin Redaksi Mojok, Arlian Buana. Muda, up to date dengan teknologi, dan susah berpisah dari gajet.
Secara umum, penonton jenis ini adalah pecinta festival musik. Ada festival jazz, berangkat. Festival metal, ia bertandang. Ada festival musik elektronik, ia gegap-gempita. Intinya, semua festival selalu ia datangi karena kesukaannya pada festival musik. Tak peduli apa genrenya.
Biasanya penonton jenis ini adalah anak-anak muda kekinian yang gemar bergerombol. Mereka gemar mencuit di twitter, nge-Path, dan pamer foto di Instagram. Bagi mereka, mumpung masih muda, bersenang-senang adalah keharusan. Penonton jenis ini biasanya tak begitu memperhatikan detail penampil. Mereka akan mencari penampil yang paling populer.
Tipe keluarga
Di pintu masuk Ngayogjazz, tak sengaja saya melihat Irwan Bajang. Pemuda asal Lombok yang baru menikah ini membawa istrinya ikut serta menonton. Festival musik, baginya, adalah kesempatan untuk mengenang masa pacaran dulu. Julukannya sebagai taipan dan pemuda revolusioner nan gagah berani, tak membuatnya lupa bagaimana cara menjadi romantis. Bajang adalah salah satu contoh penonton tipe keluarga.
Namun golongan penonton jenis ini sangat luas. Tak melulu pasangan muda. Karena bertempat di desa wisata, dan tiket masuknya yang gratis, dengan gampang kita bisa menemui gerombolan keluarga, baik besar atau kecil. Suami membawa anak dan istri. Atau sepasang kakek-nenek menggandeng cucunya. Sering pula ditemui, bapak menggendong anak di bahunya. Hangat sekali.
Penonton golongan ini adalah penonton yang sangat menyenangkan untuk dilihat. Apalagi yang membawa keluarga besar. Mereka memperlakukan festival musik jazz sebagai piknik: menyenangkan, tak eksklusif, dan sebagai kesempatan untuk reriungan bareng. Mereka juga acap menganggap festival musik sebagai wahana pendidikan. Agar selera musiknya tak seragam, dan agar kelak sang anak ndak melulu galau terkena efek sinetron atau musik mendayu-dayu.
Tipe penonton melankolis
Penonton ini, dengan sangat sedih saya harus katakan, mengingatkan saya pada Eddward S. Kennedy, pendiri cumketua Sekte Pemuda Pengobral Air Mata.
Ngayogjazz selalu diadakan di musim penghujan dan di luar ruangan. Ini justru membuat kaum pemurung jadi sedikit tersenyum. Saya tahu ini terdengar klasik, tapi masih banyak orang yang suka menangis di bawah hujan. Tentu karena mereka malu jika menangis dilihat orang banyak. Kalau menangis di bawah hujan, jelas tak akan ketahuan.
Penonton jenis ini biasanya pergi ke festival musik untuk mengisi waktu luang. Atau mengusir melankolia yang seringkali datang tanpa salam. Sebagian besar penonton jenis ini datang sendirian. Menatap panggung dari kejauhan dengan mata nanar. Penyair Sapardi Djoko Damono pernah melukiskan kelompok ini dengan sangat baik dalam sebuah puisi:
Ia ingin pagi itu hujan turun
Rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil
Menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.
Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk
Memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin
Menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik…
Apakah Anda juga seperti itu?
Tipe pemburu bribikan
Kalau ini, dengan yakin saya berkata, adalah tipe tiga serangkai: Arman Dhani, Gita Wiryawan, dan Agus Mulyadi. Anda cowok kesepian dan ingin merasakan rutinnya sms-an atau teleponan? Atau cewek yang rindu ditanya, “sudah makan belum?” Nah, festival seperti Ngayogjazz ini adalah kesempatan bagi para pemburu kasih sayang untuk beraksi.
Penonton seperti ini biasanya suka tolah-toleh di depan panggung yang paling banyak penontonnya. Tak lain tak bukan tentu itu adalah tindak-tanduk survei. Mencari siapa yang menarik untuk dibribik.
Belum usai pertunjukkan di panggung Jrang Jreng, ia pindah ke Dang Dung, lalu ke Thang Thing. Untuk kemudian kembali tolah-toleh dan cengar-cengir sendirian. Sesekali mengumpat kalau ada yang cakepnya kebangetan.
Bagi Anda yang bertemu dengan pemuda jenis ini, lalu dilempar senyum, jangan dibalas. Senyuman Anda adalah sinyal bagi dia untuk melanjutkan bribikannya. Sekali Anda lengah, ia bisa dapat nomer ponsel Anda. Kalau itu terjadi, selamat, Anda akan dihujani puisi setiap hari.
Waspadalah, waspadalah, waspadalah!