MOJOK.CO – Konten YouTube bisa dijadikan sebagai jaminan utang bank. Berita ini tentu menyenangkan, sekaligus menjadi bukti apresiasi pemerintah terhadap content creator sebagai pelaku ekonomi kreatif.
Pertanyaan yang mengemuka adalah apakah hal ini realistis dan akan didukung oleh lembaga keuangan?
Sebenarnya berita baik ini tidak hanya berlaku untuk konten YouTube, tetapi kepada seluruh produk kreatif yang memiliki sertifikat kekayaan intelektual. Aplikasi, film, lagu, musik, sampai karya desain bisa diagunkan selama dinilai punya potensi dan value. Menurut Pak Menkumham, contoh indikator potensi dan value adalah jumlah viewers yang telah mencapai jutaan. Namun, Pak Karim Taslim yang merupakan seorang pengamat ekonomi digital meragukan bahwa nilai suatu produk kreatif masih akan sama ketika dimiliki oleh figur publik dan lembaga keuangan.
Menilai harga produk kreatif konten YouTube itu tidak mudah
Ya, kebijakan yang tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 2022 ini boleh dibilang abstrak untuk praktisi keuangan. Menilai harga wajar sebuah aset fisik belum tentu mudah, apalagi harga wajar saham atau obligasi suatu perusahaan meskipun kita memiliki catatan riwayat keuangan perusahaan tersebut. Menentukan premi asuransi jiwa yang basisnya adalah risiko kematian dan kesehatan, di mana orang berprofil mirip akan cenderung memiliki risiko yang mirip, sudah tergolong sulit karena ketidakpastian akan masa depan. Apalagi produk kreatif seperti konten YouTube yang menurut peraturan tersebut dapat dinilai dengan pendekatan biaya, harga pasar, atau pendapatan?
Di antara 17 subsektor ekonomi kreatif yang disebutkan oleh pemerintah, semuanya sulit untuk menentukan harga pasar. Sekalipun konsumen harus membeli aplikasi, games, foto, atau lagu, apa yang mereka beli sebatas hak untuk menggunakannya demi kepentingan sendiri alias bukan menjual kembali produk yang sudah dibeli. Apa yang dijaminkan dalam skema pinjaman ini lebih dari itu, meliputi mengembangkan sampai memasarkannya.
Hak lebih luas seperti ini tentu jarang dijual, terlebih jika prospek pendapatan yang cerah sudah di depan mata. Yah, kecuali jika pemiliknya berada dalam kebutuhan dana yang mendesak. Dengan keadaan demikian, harga optimal tentulah sulit didapat dan inilah yang akan terefleksikan ketika penilai menggunakan pendekatan harga pasar.
Jika dinilai dari segi biaya, produk kreatif seperti konten YouTube sering membebankan biaya peluang lebih besar dari biaya yang terlihat dan tidak semua biaya yang terlihat bisa diukur dengan mudah. Misalnya kita berbicara mengenai produksi suatu film. Properti sekali pakai dan jasa pemeran tentu membutuhkan biaya, tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti berapa banyak properti yang dibutuhkan ketika proses perekaman itu gagal. Belum lagi jika sutradara dan penulis naskah adalah pemilik produk kreatif itu sendiri.
Berapakah nilai yang pantas untuk menggantikan waktu, usaha, pemikiran, dan sekian gelas kopi teman begadang? Sedangkan, bekerja tentu memberikan penghasilan yang pasti.
Ketidakpastian nilai produk kreatif menurut prospek pendapatan
Pendekatan harga pasar tentu berkaitan erat dengan prospek pendapatan ke depan. Di sisi lain, pendekatan biaya tidaklah berguna pada produk berbiaya tinggi tetapi tidak menjanjikan di pasar. Sebaliknya, bukan berarti produk dengan biaya rendah tetapi berpendapatan tinggi, tetap memiliki nilai yang rendah karena nilainya terletak pada ide untuk menciptakan produk tersebut seperti konten YouTube. Jadi, produk kreatif yang bernilai tentu harus memiliki prospek pendapatan yang tinggi.
Kembali lagi soal konten YouTube. Prospek pendapatan jangka panjang dari suatu video terletak pada iklan AdSense dan tentunya dipengaruhi oleh banyaknya viewers. Banyaknya views dari konten yang bersangkutan dan konten lain oleh kreator yang sama menunjukkan bahwa baik konten maupun kreator disukai oleh pemirsa alias memiliki prospek pendapatan yang bernilai. Masalahnya, bagaimana menggunakan informasi masa lalu untuk memprediksi masa depan?
Tentunya dibutuhkan keahlian penilai yang bisa menganalisis data secara kompleks. Mendapatkan banyaknya views per hari, apakah views tersebut diperoleh secara wajar atau tidak, berapa lama pemirsa bertahan untuk menyaksikan suatu konten YouTube, sampai memperkirakan apakah masih ada pangsa pasar baru untuk menyaksikan video tersebut ke depannya.
Itulah gambaran yang ada di benak saya untuk menentukan prospek pendapatan konten YouTube dan digunakan sebagai jaminan pinjaman bank. Kita tahu sendiri, banyak konten dibuat untuk memenuhi tren yang sedang berlangsung, trending dalam waktu singkat, dan redup dengan cepat.
Sekalipun konten YouTube tersebut boleh dibilang abadi, berapa banyak penonton yang akan kembali menyaksikannya lengkap tanpa melewatkan iklan? Kecuali memiliki isi yang bermanfaat, mungkin perlu menunggu tren serupa datang kembali dan mengajak warganet untuk bernostalgia seperti lagu-lagu lawas yang trending lagi saat ini. Itupun kreator harus menghadapi hal-hal “tak terduga” baik reuploader maupun penonton yang memilih untuk mengunduh video tersebut dan menyaksikannya lagi secara offline.
Masalah berikutnya adalah masalah yang disinggung oleh Pak Karim Taslim. Terkadang, penonton mau menyaksikan suatu konten sebagai bentuk dukungan terhadap kreator atau disarankan dari konten lain di kanal sang kreator. Apa yang terjadi ketika kreator gagal bayar dan konten tertentu disita?
Membuat produk kreatif yang bernilai
Produk kreatif yang bernilai untuk dipakai sebagai jaminan pinjaman bank harus memiliki prospek pendapatan masa depan yang menjanjikan. Kreator juga perlu mendapatkan dana dengan cepat untuk menghargai idenya sekaligus menjadi bukti historis bahwa produk tersebut menjanjikan. Jadi, produk kreatif yang benar-benar bernilai harus memiliki manfaat yang terasa abadi dan menarik.
Hal ini menjadi tantangan bagi content creator untuk mencari materi yang unik, dalam artian sulit untuk ditiru dan dikembangkan oleh pihak lain. Konten YouTube dibuat dengan penuh kesungguhan, bisa menjangkau semua kalangan, dan memiliki potensi pasar setiap saat alias bukan tren sesaat. Misalnya, lagu yang menyentuh hati seperti karya Maudy Ayunda atau konsep keilmuan yang mendasar seperti karya Pak Indrawan Nugroho. Intinya, kualitas konten itu nomor satu!
Engagement dari content creator dengan pemirsa juga penting agar banyaknya subscribers dan views bisa terus bertumbuh. Promosi melalui media sosial penting dalam mewujudkan hal ini. Terakhir, target pasar juga perlu diperluas dari skala nasional ke skala global.
Ya, kita tentu sudah sering mendengar keluhan bahwa rate iklan di Tanah Air itu kecil jika dibandingkan luar negeri. Maklum, UMR kita juga lebih kecil sekalipun itu Jakarta dan Cikarang, apalagi Yogyakarta, kan? Sasarlah masyarakat dengan UMR lebih tinggi di luar negeri alias buatlah konten berbahasa Inggris. Silakan pilih, suara berbahasa Inggris dan subtitle berbahasa Indonesia, atau sebaliknya.
Diperbolehkannya konten YouTube menjadi jaminan utang bank memudahkan mereka yang meraup rupiah melalui profesi YouTuber. Hal ini sekaligus merupakan apresiasi atas kerja keras mencari ide, membuat dan menyunting video, serta mengumpulkan subscribers, views, dan jam tayang yang menunjang. Semoga motivasi YouTuber di Indonesia untuk menghasilkan konten berkualitas dengan skala internasional meningkat, tetapi tidak dengan keinginan menarik pinjaman.
Mengapa demikian? Profesi YouTuber memiliki ketidakpastian yang tinggi, apalagi nilai produk kreatif yang dijaminkan sehingga pokok kredit, jangka waktu kredit, dan bunga yang diberikan bisa jadi tidak kompetitif. Jika kamu membutuhkan utang, tetap andalkan utang berjaminan dengan status pekerja tetap!
BACA JUGA Cara Monetisasi YouTube dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Christian Evan Chandra
Editor: Yamadipati Seno