Kehadiran Presiden Jokowi sebagai saksi dalam pernikahan Atta Halilintar dengan Aurel Hermansyah beberapa waktu yang lalu tentu saja mengundang banyak kritik dari berbagai elemen masyarakat.
Kondisi pandemi yang masih rewel, ditambah bencana alam yang sedang sangat intens terjadi di banyak daerah, serta diperparah dengan unggahan agenda “tak penting” tersebut di akun Instagram resmi Sekretaris Negara. Hal tersebut masih ditambah dengan fakta bahwa Jokowi tidak datang dalam sidang uji materi Perpu corona, sidang gugatan warga Samarinda ke PTUN, sampai yang paling dahsyat, aksi solidaritas yang sudah berjalan belasan tahun di depan istana negara: aksi Kamisan. Pas.
Sebagai warga negara dengan prasangka baik dan luhur, saya bukannya mau menyalahkan Jokowi atas keputusannya hadir sebagai saksi dalam acara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel, namun kalau mau melihat dari sudut pandang yang lebih jernih, apa yang dilakukan oleh Jokowi sebenarnya merupakan bentuk kepeduliannya kepada generasi muda.
Wait. Kepedulian kepada generasi muda? Di mana nyambungnya?
Gini… gini… Kita harus mengakui bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sangat spesial bagi para manten. Tak hanya itu, ia juga menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi keluarga manten. Mangkanya, keluarga manten biasanya akan berusaha menyelenggarakan resepsi semewah dan sebagus mungkin. Kalau perlu sampai harus hutang puluhan atau ratusan juta ke bank, semata demi bisa pamer kepada segenap tamu yang hadir.
Nah, selain kemewahan, jabatan tamu yang hadir pun menjadi parameter kebanggaan resepsi pernikahan seseorang. Manten di sebuah kampung, misalnya, akan merasa bangga jika resepsi pernikahannya dihadiri oleh pejabat atau tokoh besar. Bisa Kapolsek, Dandim, Sekda, atau kiai besar.
Nah, kalau kehadiran pejabat setingkat daerah saja bisa membuat keluarga mempelai bangga setengah mati, apalagi pejabat setingkat negara, lebih-lebih seorang presiden. Pasti jauh lebih buangga.
Sayangnya, kebanggaan jenis itu selama ini hanya bisa dirasakan oleh manten yang berasal dari kalangan pejabat negara.
Nah, hadirnya Jokowi menjadi saksi bagi Atta Halilintar ini tentu merupakan sebuah gebrakan kultural tersendiri. Jokowi membuktikan bahwa Atta, yang bukan anak dari pejabat negara, tetap punya kesempatan untuk menghadirkan seorang presiden dalam pernikahannya. Rahasianya tentu saja satu: prestasi. Dalam hal ini, prestasi Atta tentu nggak main-main, ia merupakan Youtuber dengan subscriber terbanyak se-Asia tenggara.
Jumlah subscriber Youtube Atta Halilintar mencapai 27 juta. Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang 27 juta, itu artinya, 1 dari 10 penduduk Indonesia adalah subscribernya Atta Halilintar.
Itu prestasi yang tak main-main, prestasi yang tentu saja sangat cukup untuk menarik minat seorang seorang presiden.
Dengan hadir sebagai saksi dalam pernikahan Atta dan Aurel, Jokowi seakan ingin mengatakan kepada seluruh muda-mudi Indonesia, bahwa mereka punya kesempatan yang sama untuk menghadirkan Jokowi ke dalam acara pernikahan mereka, asalkan mereka punya prestasi yang cukup untuk dipertimbangkan.
Jokowi bukan hanya bisa datang di acara pernikahan anak pejabat negara atau tokoh besar, namun juga bisa hadir di acara pernikahan anak muda biasa saja namun punya prestasi.
Nah, seiring berjalannya waktu, menjadi Youtuber kini memang bisa dianggap sebagai pencapaian yang tak kalah dengan pencapaian intelektual. Berdasarkan hasil survei dari Lego, Youtuber hampir selalu masuk dalam lima besar cita-cita anak usia 8-12 tahun di banyak negara-negara di dunia.
Jokowi tampaknya paham betul dengan potensi tersebut. Ia ingin mendorong anak-anak muda Indonesia agar bisa berkarya sebagai Youtuber yang sukses dengan subscriber yang banyak. Jokowi ingin menjadikan dirinya sebagai standar kesuksesan Youtuber, yang selama ini hanya dinilai dari Youtube Play Button yang sudah didapat serta pernah diundang ke podcastnya Deddy Corbuzier.
Kalau sudah begitu, maka sudah selayaknya kita untuk berhenti mengejek Jokowi atas keputusannya hadir sebagai saksi di acara pernikahannya Atta Halilintar dan Aurel. Kita harus mulai mengapresiasi Jokowi atas keputusannya tersebut.
Tak banyak presiden yang punya pertimbangan brilian sampai sejauh itu dalam memajukan kultur Youtube di negaranya.
Perkara tafsir saya ternyata salah, biarlah itu menjadi urusan saya.
BACA JUGA Kondangan Atta Aurel dan ‘Rabun Dekat’ Jokowi sama Aksi Kamisan dan tulisan AGUS MULYADI lainnya.