Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kolom

Bertambah Wawasan, Bertambah Kegelisahan

Fahruddin Faiz oleh Fahruddin Faiz
9 Mei 2021
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Socrates, mbahnya para filsuf, memiliki pandangan bahwa pengetahuan dan kebahagiaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Bagi Socrates, semakin orang berilmu, semakin luas wawasannya, semakin terbuka jalannya menemukan kebahagiaan.

Socrates mengasumsikan, saat orang menemukan kebenaran, hidupnya akan semakin membaik dengan menghidupkan kebenaran itu, dan disanalah ia menemukan kebahagiaan.

Pandangan Socrates ini mungkin benar secara umum, namun dalam situasi tertentu yang khusus, kadang yang terjadi  sebaliknya, wawasan yang semakin bertambah ini justru menambah kegelisahan dan ketidaktenangan hidup.

Dalam kehidupan, apagi di era ekstase komunikasi masa kini, pasti kita pernah mengalami momen “lebih baik tidak tahu”.

Misalnya ketika hal-hal yang kita ketahui berciri membongkar aib orang lain yang tiada manfaat-maslahatnya sama sekali untuk kita maupun masyarakat; atau ketika yang kita ketahui adalah hal-hal yang sama sekali tidak penting untuk hidup kita, namun karena terlanjur tahu  akhirnya menjadi beban perasaan dan beban pikiran.

Salah satu bentuk ketidakbahagiaan yang mungkin belum dibayangkan oleh Socrates adalah keluhan banyak di antara kita hari ini tentang ketidakmampuan hidup secara lebih baik, lebih saleh, lebih mengutamakan yang rohani, lebih mengedepankan kasih sayang, dan lain sebagainya.

Padahal sudah tegas dan pasti kita tahu bahwa hidup dengan jalan-jalan keutamaan itulah yang terbaik.

Dalam banyak kesempatan sering saya temui anak-anak muda yang mengeluh, kecewa dengan dirinya sendiri. Mereka merasa telah hadir, mengikuti atau mendengarkan berbagai kajian dan pengajian, juga mem-follow banyak ustaz online, namun  mereka kecewa terhadap diri mereka sendiri yang tak kunjung mampu melakukan perubahan hidup secara signifikan atau tidak mampu meningkatkan kualitas hidup seperti ideal yang disampaikan dalam pengajian atau oleh para ustaz tersebut. Alhasil, semakin bertambah wawasan semakin gelisah dirasakan.

Menghadapi anak-anak muda ini, seringkali saya besarkan hatinya dengan menunjukkan bahwa hakikatnya hidup mereka sudah meningkat dan jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Kegelisahan mereka itulah tanda bahwa kualitas hidup mereka sudah mulai meningkat, atau setidaknya sudah bergerak menuju peningkatan.

Sebelumnya mereka mungkin tidak pernah memikirkan tentang peningkatan kualitas diri, namun sekarang mereka gelisah memikirkannya, itu berarti mereka sedang bergerak meningkat.

Sebelumnya mereka tidak menyadari bahwa selama ini hidup mereka hanya stagnan saja tidak mengalami perkembangan apa-apa,  namun sekarang mereka menyadarinya, itupun sejenis kenaikan dan peningkatan kualitas hidup.

Bahkan segala daya upaya mereka untuk tiada jemu menggali dan mengikuti beragam majlis ilmu, baik langsung di dunia nyata maupun melalui dunia maya, menunjukkan mereka sudah lebih baik. Banyak orang yang masih di level angin-anginan, kadang bersemangat belajar, kadang malas belajar.

Bahkan masih banyak pula orang yang “tidak mau belajar” karena “merasa sudah tahu” hingga merasa tak perlu belajar lagi, apalagi dari ustadz-ustadz online masa kini yang wawasannya dipandang masih rendah atau ilmunya ‘tidak murni’.

Iklan

Kegelisahan yang dialami oleh anak-anak muda ini mungkin pula kita alami saat ini, ketika kita asyik menjalankan ibadah puasa dan bertekun mengikuti kajian atau ceramah yang isinya menuntut peningkatan kualitas puasa kita.

Sepenuhnya kita yakin dan percaya bahwa puasa membawa pengaruh signifikan dalam hidup kita, khususnya dalam aspek pengendalian diri dan penguasaan diri, baik lahir maupun batin.

Ketika kita kemudian sadar betapa ternyata puasa yang kita lakukan tidak berdampak signifikan terhadap kehidupan atau pengendalian diri kita, akhirnya kita pun merasa rendah, tak berguna atau bahkan tak bernilai.

Jawaban yang sama sebagaimana yang saya sampaikan kepada anak-anak muda di atas dapat pula disampaikan kepada mereka ini, yang menjalankan puasa, namun digelisahkan oleh kualitas puasa atau dampak positif puasa dalam hidupnya yang tidak kelihatan.

Pengetahuan tentang manfaat puasa berkebalikan dengan kenyataan diri mereka saat puasa. Tentu saja ini menggelisahkan. Namun kesadaran bahwa puasa kita kurang berkualitas pun hakikatnya sebuah perkembangan yang positif, sebuah peningkatan yang patut disyukuri. Kesadaran itu adalah gerbang untuk bergerak menuju ke situasi  lebih baik dan lebih sempurna.

Banyak orang yang puasa dan merasa puasanya sudah baik, total dan penuh. Namun ini pun juga bukan tanpa masalah. Mereka yang sudah merasa puasanya baik pastinya tidak berkehendak lagi meningkatkan kualitas puasanya.

Padahal bukankah “kesempurnaan” itu hanya Allah belaka yang tahu dan mampu? Maka dalam konteks ini, kesadaran “kurang” sebagaimana dirasakan oleh mereka di atas harus dipahami sebagai sesuatu yang positif, tentunya jika dilanjutkan dengan upaya perbaikan.

Sementara kesadaran “sudah” itu berkonotasi negatif, apalagi jika ditambah dengan keyakinan pasti benar dan pasti beresnya diri.

Akhirnya, kembali ke pandangan Socrates di atas, benarkah pengetahuan ekuivalen dengan kebahagiaan?

Benar, jika pengetahuan tersebut diiringi dengan kesadaran dan dilanjutkan dengan upaya mewujudkan ideal dari pengetahuan tersebut. Kalau sekadar berhenti menjadi pengetahuan, maka pengetahuan ada kalanya malah membuahkan kegelisahan belaka.

Bertambah wawasan, bertambah kegelisahan.


Sepanjang Ramadan, MOJOK menerbitkan KOLOM RAMADAN yang diisi bergiliran oleh Fahruddin Faiz, Muh. Zaid Su’di, dan Husein Ja’far Al-Hadar. Tayang setiap hari.

Terakhir diperbarui pada 9 Mei 2021 oleh

Tags: filsufKolom RamadanPuasasocratesTasawuf Puasawawasan
Fahruddin Faiz

Fahruddin Faiz

Pakar Filsafat Islam. Doktor di UIN Sunan Kalijaga. Pemantik di "Ngaji Filsafat" MJS.

Artikel Terkait

Prof. Al Makin: Menyelami Sejarah Peradaban Dunia untuk Menyikapi Tantangan Indonesia
Video

Prof. Al Makin: Menyelami Sejarah Peradaban Dunia untuk Menghadapi Tantangan Indonesia Gelap

23 April 2025
3 Alasan Orang Sleman Malas Bukber ke Bantul, Selain Karena Egois dan Jogja Selatan Isinya Gondes.mojok.co
Ragam

Bagi Warga Bantul Ajakan Bukber di Sleman Adalah Bentuk Diskriminasi dan Ketidakadilan, Apa Orang Jogja Utara Memang Egois?

15 Maret 2024
Penambang Kawah Ijen Tak Puasa Demi Baju Lebaran Anak MOJOK.CO
Catatan

Perjuangan Penambang Belerang Kawah Ijen Banyuwangi Demi Baju Lebaran Anak Istri, Puasa-puasa Tetap Naik Turun Gunung Memikul Ratusan Kg Hasil Tambang

11 Maret 2024
Menelusuri Sejarah Takjil Pertama Berkah Gulai Kambing di Kauman Jogja. MOJOK.CO
Geliat Warga

Menelusuri Sejarah Takjil Pertama, Berkah Gulai Kambing di Kauman Jogja

19 April 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.