MOJOK.CO – Nabi Musa sempat meragukan kesalehan umat Nabi Muhammad. Namun, justru karena keraguan itu, salat yang diwajibkan jadi cuma 5 waktu.
“Wah, bentar lagi masuk waktu salat duhur, Gus. Kita mampir pom bensin atau masjid aja ini enaknya?” tanya Fanshuri yang sedang nyopirin Gus Mut ke luar kota.
“Oh, udah sampai mana ini, Fan?” tanya Gus Mut.
“Nggak tahu ini. Tapi kayaknya udah keluar kota Salatiga sih,” kata Fanshuri membaca plang-plang jalan.
“Mampir ke mana aja juga boleh. Sedapetnya aja, Fan,” kata Gus Mut.
“Oke, Gus,” kata Fanshuri, diiringi dengan Gus Mut yang merebahkan dudukan jok mobil agar bisa leyeh-leyeh sejenak.
“Eh, Gus,” kata Fanshuri lagi tiba-tiba.
“Kenapa, Fan?” tanya Gus Mut.
“Kenapa sih salat waktu harus 5 waktu? Kenapa nggak dibikin 2 waktu aja gitu. Pagi doang sama malem doang, kan enak kita kalau kegiatan pada siang hari nggak perlu kepotong waktu salat segala,” kata Fanshuri.
Gus Mut tersenyum sambil melihat jalanan.
“Pertanyaanmu kok aneh-aneh to, Fan. Masih untung kita dapat cuma 5 waktu salat wajib, masih aja kamu protes,” kata Gus Mut.
Fanshuri terkekeh.
“Bukan mau protes, Gus. Ini saya tanya biar kita ngobrol supaya saya nggak ngantuk ini,” kata Fanshuri beralasan.
Gantian Gus Mut yang terkekeh.
“Oke, aku jawab ya, Fan. Tapi kamu juga harus ingat kalau kewajiban salat kita pada mulanya itu dari Gusti Allah mau dikasih sebanyak 50 waktu salat dalam sehari,” kata Gus Mut sambil menaikkan lagi dudukan jok mobilnya.
“Nah, iya saya tahu itu. Kisah isra’ mi’raj kan, Gus? Yang Nabi Muhammad tawar-menawar dari 50, turun jadi 40, turun lagi sampai akhirnya tinggal 5 waktu salat yang kita kenal sekarang,” kata Fanshuri.
“Nah, iya, itu. Tapi kamu tahu nggak siapa Nabi yang mengusulkan kortingan waktu salat itu?” tanya Gus Mut.
Fanshuri mikir sejenak.
“Bukannya itu inisiatif Nabi Muhammad sendiri ya?” tanya Fanshuri.
“Oh, bukan, bukan. Akhlak Nabi Muhammad itu ke sesama makhluk aja luar biasa apalagi ke Gusti Allah, dengan begitu sangat tidak mungkin beliau sempat kepikiran untuk mengoreksi perintah Gusti Allah langsung,” kata Gus Mut.
“Lah, lantas siapa? Nabi Ibrahim?” tanya Fanshuri.
“Apalagi Nabi Ibrahim. Lah Nabi Ibrahim ini disuruh mengorbankan putranya aja mau, apalagi cuma dikasih salat 50 waktu dalam sehari, ya bakal pejah gesang nderek Gusti Allah lah, Fan. Mana mungkin Nabi Ibrahim usul ke Nabi Muhammad untuk minta kortingan segala,” kata Gus Mut.
“Lantas siapa, Gus?”
“Nabi Musa,” kata Gus Mut.
Fanshuri melongo sejenak. Dia tak tahu soal riwayat itu.
“Alasannya apa memang Nabi Musa? Apa kepentingan Nabi Musa, Gus?” tanya Fanshuri.
Gus Mut terkekeh sendiri. Fanshuri bingung.
“Ya karena Nabi Musa sempat meremehkan kesalehan umat Nabi Muhammad. Bagi Nabi Musa, umatnya saja yang Bani Israil tak kuat dengan segala kewajiban dari Gusti Allah, apalagi umatnya Nabi Muhammad yang nggak terhitung banyaknya karena lintas zaman dan lintas peradaban. Jadi pada dasarnya, Nabi Musa itu meragukan kesalehan orang-orang kayak kita, Fan,” kata Gus Mut sambil terkekeh.
Di sini Fanshuri tertawa. Merasa lucu ada riwayat semacam itu.
“Lah, masak ada Nabi yang punya sentimen kayak gitu, Gus?” tanya Fanshuri.
“Loh, jangan salah. Nabi Musa itu terkenal sebagai Nabi yang agak slengean dibanding nabi-nabi lain. Berani betul sama Gusti Allah. Tapi ya namanya juga Nabi, Gusti Allah tetep sayang sama Nabi Musa meski beliau adalah nabi paling kritis di antara semua nabi. Akan tetapi justru karena itu pula, hubungan antara Nabi Musa dengan Gusti Allah itu sangat akrab,” cerita Gus Mut.
Fanshuri tertegun, merasa terheran-heran.
“Ada juga ya nabi yang unik begitu, Gus?” tanya Fanshuri.
“Lah wong waktu isra’ mi’raj, ketika Nabi Muhammad melewati nabi-nabi lainnya dalam perjalanan ke langit paling atas, hanya Nabi Musa yang sempat merasa terganggu dilewati Nabi Muhammad. Istilahnya ada nabi lebih junior, kok bisa-bisanya melangkahi Nabi Musa dan langsung menghadap ke Gusti Allah,” kata Gus Mut.
Fanshuri makin tertarik mendengar cerita Gus Mut.
“Pantesan Bani Israel itu jarang mau rukun sama umat muslim, mungkin karena itu pula ya, Gus? Nabinya aja nggak terima, apalagi umatnya,” canda Fanshuri.
Gus Mut tertawa.
“Makanya itu, ketika Nabi Muhammad mendengar protes Nabi Musa, Nabi Muhammad tanya ke Malaikat Jibril, ‘Gusti Allah tak apa-apa ada Nabi begini?’ lalu jawabnya Malaikat Jibril juga lucu, ‘Gusti Allah sudah tahu karakternya Musa.’ Aku itu ketika tahu riwayat itu juga geleng-geleng, menarik sekali ini. Hubungannya Nabi Musa ke Gusti Allah itu beneran kayak teman main. Santai sekali sampai berani kayak begitu,” kata Gus Mut sambil terkekeh.
Fanshuri yang mendengarnya pun jadi tertawa terbahak-bahak.
“Tapi itu juga wajar karakter Nabi Musa begitu. Beliau kan nabi yang melawan imperium terbesar umat manusia, yakni Kerajaan Fir’aun. Takdir Gusti Allah memang sangat pas menempatkan Nabi Musa pada era itu, karena hanya dengan karakter Nabi Musa lah, sesosok manusia seangkuh Fira’un bisa dipecundangi. Lah iya, sama Gusti Allah aja berani kok apalagi cuma manusia yang ngaku-ngaku Tuhan,” kata Gus Mut.
“Terus gimana, Gus, lanjutannya?” tanya Fanshuri tak sabar.
“Nah, setelah Nabi Muhammad dapat perintah salat, yang 50 waktu dalam sehari itu, turunlah Nabi Muhammad ke saf langit di bawahnya dan ketemu lagi dengan Nabi Musa. Di situlah Nabi Musa bertanya soal salat 50 waktu itu. Menurut Nabi Musa, itu ibadah wajib yang terlalu berat buat umat Nabi Muhammad, makanya Nabi Musa usul untuk minta kortingan,” kata Gus Mut.
Fanshuri makin antusias mendengarnya.
“Oleh Nabi Muhammad kemudian dituruti karena akhlaknya ke Nabi Musa. Naik lagi lah Nabi Muhammad menghadap Gusti Allah, minta keringanan. Nyatanya ketika Nabi Muhammad kembali, Gusti Allah beneran ngurangi lho. Dikurangi 5 waktu, jadi tinggal 45 waktu salat wajib,” kata Gus Mut.
Fanshuri masih asyik menyimak.
“Nabi Muhammad turun lagi, ketemu Nabi Musa lagi ditanya-tanya lagi. Mendengar dari Nabi Muhammad kalau waktu salatnya hanya dikurangi 5, Nabi Musa minta Nabi Muhammad untuk balik lagi, minta keringan lagi. Wah, kondang bener ini Nabi Musa. Keren betul,” kata Gus Mut.
“Haha,” Fanshuri cuma tertawa.
“Akhirnya bolak-balik sampai 9 kali dan tersisa cuma 5 waktu salat wajib saja,” kata Gus Mut terkekeh.
Fanshuri lagi-lagi tertawa.
“Lucunya, Fan. Udah tinggal 5 waktu salat wajib saja, Nabi Musa itu masih sempet minta ke Nabi Muhammad untuk minta keringanan lagi,” kata Gus Mut.
“Hahaha, wah, ya jadinya malah nggak dapet salat kita, Gus,” kata Fanshuri sambil tertawa ngakak.
“Iya, untungnya Nabi Muhammad itu sudah kelewat nggak enak untuk minta keringanan lagi. Dari 50 cuma jadi 5 kok ya masih mau minta kortingan lagi,” kata Gus Mut sambil merendahkan lagi dudukan jok mobilnya.
“Etapi, Gus. Gawat ini…” kata Fanshuri tiba-tiba.
Gus Mut kaget, “Gawat apaan, Fan?” tanya Gus Mut.
“Kayaknya kita barusan udah ngelewatin pom bensin 3 dan masjid 1 dari tadi,” kata Fanshuri, “Saking asyiknya saya denger cerita nabi-nabi sampai keblabasen.”
“Oalah, dasar santri sableng. Denger riwayat soal salat kok malah jadi lupa salat. Gimana to, Faaan, Faaan,” kata Gus Mut.
“Santrinya sableng, gurunya ya gendeng nggak ngingetin, Gus, Guuus,” balas Fanshuri cengengesan.
*) Riwayat ini diolah dari penjelasan Gus Baha’.
BACA JUGA Kenapa Babi Haram? atau Kisah Gus Mut lainnya.