Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Penanganan Corona Masih Terlalu Maskulin

Puthut EA oleh Puthut EA
21 Mei 2020
A A
es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Saya berharap, ke depan, Ibu Iriana, Ibu Fery Farhati, Ibu Atalia Praratya, Ibu Siti Atikoh Supriyanti, Ibu Arumi Bachsin, dan istri-istri pejabat lain, yang tampil mengorkestrasi mengatasi wabah corona.

Corona masih mengintai kita. Tapi suara di publik dan penanganan corona, masih terlampau maskulin. Terasa tegas, seram, menekankan segala pembatasan. Tentu saja itu tidak keliru. Tapi suara dan cara yang terlampau maskulin, mesti diimbangi dengan suara dan cara yang lebih feminin. Termasuk aktor-aktor penggeraknya.

Kalau kita teliti, sebetulnya yang paling menderita dalam corona ini adalah pihak perempuan. Ketika suami tidak bekerja, atau penghasilan keluarga menurun bahkan macet, korban pertama jelas perempuan. Selain itu, kaum perempuan juga mesti mengatur banyak hal seperti anak-anak yang mesti belajar di rumah, mengatur pengeluaran rumah tangga, dan biasanya, kaum perempuan memilih untuk mengalahkan kepentingannya demi kepentingan yang dianggap lebih penting.

Saya pernah ikut beberapa penelitian tentang belanja rumah tangga dan cara masyarakat desa ketika mereka terkena benturan sosial. Dalam mengusahakan pangan keluarga, misalnya, mereka lebih memprioritaskan buat anak dan suami. Sehingga mereka bahkan rela makan jika anak dan suami terlebih dahulu kenyang. Mungkin itu semacam naluri keibuan. Tapi pada dasarnya, secara sosial, perempuan selalu menjadi bantalan dalam menghadapi situasi yang bersifat syok dan krisis.

Kita tentu tidak bisa menutup mata akan dampak pandemi corona ini dari sisi lain, misalnya kemungkinan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga. Situasi yang tidak menentu, bosan di rumah, tidak ada kemungkinan dalam waktu dekat untuk keluar dari situasi semacam ini, maka kekerasan di rumah tangga potensial terjadi. Dengan demikian, perempuan dalam rumah tangga, sangat rentan menghadapi banyak hal yang bisa merugikan mereka secara fisik maupun psikologis.

Tapi selama ini, solusi terhadap pandemi, masih dominan dilakukan oleh para laki-laki, dengan struktur kekuasaan yang mereka miliki. Padahal menurut hemat saya, dalam situasi seperti ini, perempuan selain bisa menjadi korban yang paling parah, juga bisa tampil sebagai aktor utama untuk ikut menuntaskan masalah, dengan sentuhan yang berbeda.

Kita tentu ingat, dulu ada gerakan pemberdayaan masyarakat yang bernama PKK (Pemberdayaan Kepala Keluarga). Sepintas, gerakan ini lekat dengan Orde Baru. Walaupun kalau dilihat lebih teliti lagi, gerakan ini muncul pada tahun 1957, saat ada seminar “Home Economic” di Bogor. Tapi gerakan ini mulai terlihat penting saat istri Gubernur Jawa Tengah, Isriati Moenadi, pada tahun 1967, memaksimalkan gerakan itu untuk mengatasi wabah busung lapar.

Selanjutnya, tentu kita ingat gerakan yang lebih kecil lagi secara teritori, bernama Dasa Wisma. Lagi-lagi gerakan itu juga identik dengan Orde Baru. Padahal dalam kenyataannya, saat kita masih amat sangat kekurangan bidan desa, gerakan inilah yang punya kontribusi besar dalam menyelamatkan kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak. Kalau masih kurang, kita juga ingat bagaimana bangsa ini mencoba mengatasi wabah demam berdarah, dengan gerakan ‘Jumantik’ (Juru Pemantau Jentik). Gerakan itu menjadi garda utama dalam mengatasi demam berdarah.

Demam berdarah, punya kemiripan dengan corona karena jika kita menjaga kesehatan dan kebersihan di lingkungan kita, namun tetangga kita tidak melakukannya, maka itu akan sia-sia. Secara prinsip sama dengan corona. Mau sehebat apa pun kita menjaga diri kita, jika orang-orang di sekitar kita abai terhadap penanganan pandemi ini, semua akan sia-sia. Penangannya harus bersifat kolektif. Demam berdarah, sampai sekarang pun masih belum ada obatnya. Sama seperti corona.

Nah, siapakah yang menjadi aktor penting dalam PKK, Dasa Wisma, dan Jumantik? Perempuan. Mereka hadir sebagai penggiat dan aktor yang mampu memobilisasi dan mengorganisir diri mereka untuk menangani banyak hal yang mengancam komunitas mereka.

Inilah tampaknya yang harus segera dilakukan oleh pemerintah, yakni mengaktifkan, mengoptimalisasi, dan memberikan lebih banyak kepercayaan kepada perempuan, untuk memegang peranan dalam penanganan pandemi. Mereka memang berpotensi menjadi korban, tapi dengan memberikan wewenang yang lebih, dukungan yang penuh, maka calon korban terberat menghadapi corona bisa menjadi para aktor yang akan ikut serta mengatasi pandemi ini.

Tentu saja saya berharap, ke depan, Ibu Iriana, Ibu Fery Farhati, Ibu Atalia Praratya, Ibu Siti Atikoh Supriyanti, Ibu Arumi Bachsin, dan istri-istri pejabat lain, yang tampil mengorkestrasi mengatasi pandemi dengan menggiatkan kembali PKK dan Dasa Wisma. Kalau perlu, porsi mereka untuk tampil ke publik juga lebih besar lagi. Karena pendekatan dengan gaya laki-laki, tidak akan pernah cukup untuk bisa mengadang pandemi ini. Hanya perempuan yang bisa mengerti dengan baik apa yang dirasakan oleh perempuan. Saya punya keyakinan pendemi ini akan cepat bisa kita atasi jika perempuan diberi kewenangan yang lebih untuk memimpin di garda depan.

Dengan begitu, kampung-kampung dan desa-desa, termasuk jalanan, yang penuh aroma sigap dan “keras”, mendapatkan warna dan sentuhan baru yang lebih adem tapi membumi.

BACA JUGA Mana yang Lebih Baik Mengatasi Pandemi, Pemimpin Perempuan atau Laki-laki? dan esai Puthut EA lainnya di KEPALA SUKU.

Terakhir diperbarui pada 9 Juni 2020 oleh

Tags: coronaMaskulinpandemi
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

sok jago, maskulinitas.MOJOK.CO
Ragam

Laki-Laki yang Sok Jago Itu Pada Dasarnya Cuma Insecure, Maskulinitas Rapuh dan Butuh Pengakuan

24 September 2025
Subvarian XBB Sudah Terdeteksi di Indonesia Mojok.co
Kesehatan

Subvarian Omicron XBB yang Bikin Singapura Kewalahan Sudah Ditemukan di Indonesia

25 Oktober 2022
bakteri superbug mojok.co
Kesehatan

Superbug, Penyakit Kebal Antibiotik yang Menyerang India

17 Oktober 2022
endemi mojok.co
Kesehatan

Siap-siap, DIY Bakal Terapkan Endemi

20 September 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.