Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Mengajak Hidup Rusak-rusakan

Puthut EA oleh Puthut EA
15 November 2018
A A
kepala suku
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kalau urusan hidup ini sekadar mendepak orang-orang yang berbuat salah, itu namanya mengajak hidup ini rusak-rusakan.

Ketika terpilih sebagai kepala desa, Pak Kamdani mengajak beberapa sesepuh, pamong desa, dan tokoh pemuda untuk membicarakan persoalan desa mereka. Ada terlalu banyak hal yang mesti diselesaikan: sampah yang menyumbat hampir sebagian aliran sungai; jalan desa yang rusak parah; percekcokan antarwarga yang sering terjadi; pembangunan masjid yang terbengkalai, dan masih banyak hal lain.

Tidak mudah membedah dan menjernihkan persoalan di hadapan para tokoh. Ada yang awalnya pesimistis, ada yang menaruh curiga berlebihan, ada yang tidak siap dengan risikonya. Tapi dengan kesabaran beberapa orang bijak, forum itu berhasil menyatukan pendapat. Ada saatnya semua harus ditata ulang, diperbaiki, dan mengambil hikmah dari semua masalah itu. Intinya: semua sepakat bahwa masalah yang ada bukan terjadi ‘di luar sana’ melainkan ‘di sini’. Itu artinya, mereka menganggap bahwa apapun yang terjadi, semua berlarut-larut, sedikit atau banyak semua punya kontribusi atas terjadinya masalah di desa ini. Dan itu semua harus dihadapi bukan oleh para tokoh tapi juga semua warga desa.

Mereka berbagi tugas. Proses mengajak, penyadaran, keterlibatan warga dimulai. Hingga akhirnya semua orang penuh kesadaran berkumpul di balai desa.

Ketika forum hendak dimulai, seorang pendatang yang baik hati datang terlebih dahulu dan menyampaikan uneg-unegnya kepada Pak Kamdani dan para sesepuh serta tokoh masyarakat yang terlebih dahulu berkumpul di balai desa. “Pak, saya mewakili beberapa warga mau menyampaikan uneg-uneg kami atas agenda ini.”

Pak Kamdani mempersilakan, “Silakan, Pak. Silakan bicara sebebas mungkin dan tidak perlu merasa sungkan.”

Pak Giyono, orang baru itu, lalu menyatakan dengan tegas dan lantang. “Bagaimana Bapak bisa percaya kerja ini melibatkan orang-orang yang seenaknya membuang sampah, tidak taat aturan kampung, jadi biang kerok persoalan di kampung ini? Mereka yang melalukannya, tapi kenapa kami yang harus menanggungnya? Kalaupun toh kami menanggungnya, setidaknya jangan libatkan mereka. Kami tidak percaya itikad baik mereka.”

Pak Kamdani hanya diam. Dia memberi waktu agar uneg-uneg itu tuntas. “Sudah, Pak Giyono?”

“Sudah, Pak. Harap Bapak dan para sesepuh serta tokoh masyarakat di sini memikirkan itu semua supaya kebijakan Anda tidak melukai hati kami.”

“Pak Giyono, tolong jawab pertanyaan saya. Kalau sungai itu penuh sampah, jadi sarang penyakit, jika musim hujan datang mengakibatkan banjir, siapakah yang kena musibah itu? Apakah yang membuang sampah sembarangan atau semua warga desa?”

“Semua warga desa.”

“Kalau jalanan rusak, anak-anak kecil sering jatuh jika naik sepeda, ibu-ibu yang hamil punya potensi besar keguguran karena jalanan yang rusak itu, apakah anak-anak dan ibu-ibu itu yang salah?”

“Tidak. Yang salah, ya, yang sering membawa truk masuk ke jalanan kampung ini.”

“Tapi siapa korbannya?”

Iklan

“Anak-anak dan ibu-ibu.”

“Baik,” Pak Kamdani lalu diam sejenak. Kemudian dia melanjutkan, “Kalau ada orang cekcok, dikit-dikit berantem, dikit-dikit mau bacok-bacokan, siapa korban utamanya menurut Sampeyan?”

Pak Giyono berpikir sejenak, “Anak-anak kecil. Mereka terteror. Mereka ketakutan. Mereka bahkan bisa mengikuti cara-cara kekerasan seperti itu.”

“Tepat,” ucap Pak Kamdani dengan tenang. “Sekarang saya mau bertanya, apakah orang yang membuang sampah sembarangan di sungai, membuat jalanan rusak dengan truk mereka, sering bikin onar, warga sini atau bukan?”

“Warga sini.”

“Apakah mereka bisa kita usir dari kampung sini karena kesalahan mereka?”

Pak Giyono lagi-lagi berpikir keras. Dia terdiam.

“Pak Giyono, justru mereka kita libatkan untuk bicara dan bekerja, bahu-membahu, supaya sedikit demi sedikit mereka punya kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan itu keliru. Kita tidak bisa mengusir mereka. Kalaupun toh bisa, di tempat lain, mereka bisa melakukan hal yang sama.”

Pak Giyono makin terdiam.

“Kalau urusan hidup ini sekadar mendepak orang-orang yang berbuat salah, tidak memberi kesempatan mereka untuk terlibat mengatasi masalah dan menyadari kekeliruan mereka, itu namanya mengajak hidup ini rusak-rusakan. Hidup bersama itu saling mengisi. Saling mengingatkan. Memberi kesempatan yang keliru untuk memperbaiki diri. Nabi-nabi dan orang-orang mulia diturunkan bukan untuk membunuh orang-orang jahat. Tapi mengajak mereka kembali ke jalan kebaikan. Tidak ada hidup menang-menangan.”

“Tapi mestinya mereka dihukum berat.”

“Saya ini kepala desa. Baru terpilih. Saya bukan hakim masyarakat yang bisa mengetuk vonis kesalahan orang. Lagipula, Pak Giyono…. Saya mau bertanya, apakah Sampeyan yakin orang-orang yang bersama Anda tidak punya kesalahan di masa lalu sehingga desa ini hancur-hancuran begini? Sampeyan sebut satu per satu nama-nama mereka, maka kami akan paparkan 10 kesalahan terbesar mereka yang tidak Sampeyan ketahui. Bagaimana?”

Pak Giyono mulai menundukkan kepala. Dia ingin sekali menyebut nama-nama yang dipikirnya tak punya kesalahan di masa lalu atas desa ini, tapi lidahnya mendadak kelu. Dia khawatir begitu disebut nama, maka akan meluncur daftar kesalahan orang yang disebut namanya.

“Bagaimana, Pak Giyono?”

Pak Giyono tetap diam.

“Desa ini harus diperbaiki sama-sama. Tidak peduli oleh orang yang pernah berbuat salah banyak atau sedikit. Atau bahkan oleh orang yang tidak punya kesalahan sama sekali. Walaupun orang seperti itu jelas tidak ada. Kecuali mungkin Sampeyan…”

Muka Pak Giyono agak memerah.

“Kami di sini sedang berpikir untuk memperbaiki apa yang salah dan telanjur rusak. Sedikit demi sedikit. Namanya juga ikhtiar. Semua itu tidak mudah. Karena memperbaiki selalu lebih susah dibanding merusak. Tapi pikiran seperti Sampeyan itu jangan dilanjutkan ya… Itu namanya mengajak rusak-rusakan.”

Pak Giyono mematung. Mungkin bingung. Mungkin juga tersentuh hati dan pikirannya. Tak ada yang tahu.

Terakhir diperbarui pada 15 November 2018 oleh

Tags: kebencianMaafmemaafkanPuthut EAsosial
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Bukan Cuma Masjid, Jogokariyan Jogja Ternyata Punya ATM Beras & Wakaf Produktif
Video

Bukan Cuma Masjid, Jogokariyan Jogja Ternyata Punya ATM Beras dan Wakaf Produktif

19 April 2025
Menjadi penulis jika ingin sejahtera maka jangan hanya fokus menulis MOJOK.CO
Ragam

Panduan untuk Calon Penulis agar Hidup Sejahtera, Karena Tak Cukup kalau Andalkan Royalti Saja

19 Januari 2025
Ngobrol Santuy Bareng Puthut EA Selain Soal Kepenulisan
Video

Ngobrol Santuy Bareng Puthut EA Selain Soal Kepenulisan

24 November 2024
Puthut EA: 25 Tahun Berkarya Rilis Buku Waktu yang Pendek untuk Cinta yang Panjang
Video

Puthut EA: 25 Tahun Berkarya Rilis Buku Waktu yang Pendek untuk Cinta yang Panjang

24 Oktober 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.