Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Menyaksikan Kegilaan Cinta Sejati di Kota Napoli: Antara Copet, Kota Bau Pesing, Sepak Bola, dan Maradona

Armandoe Gary Ghaffuri oleh Armandoe Gary Ghaffuri
31 Desember 2024
A A
Kegilaan Cinta Sejati di Napoli: Antara Sepak Bola dan Maradona MOJOK.CO

Ilustrasi Kegilaan Cinta Sejati di Napoli: Antara Sepak Bola dan Maradona. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Napoli mengajarkan kami satu hal penting. Cinta sejati hadir dalam berbagai bentuk. Untuk Napoli, cinta sejati itu berwujud 2 sejoli, sepak bola dan Maradona.

Setidaknya, kalau saya tidak salah, ada 2 tempat pemujaan Maradona di dunia. Pertama ada di Gereja Maradona di kota Rosario, Argentina. Kedua, Mural Maradona di Napoli, di mana saya dan istri berkesempatan mengunjunginya. 

Tujuan awal kami ke Napoli sederhana. Kami ingin makan pizza di tempat kelahirannya. Konon, restoran pizza pertama di dunia lahir di kota ini. Namun, perjalanan kami ternyata lebih dari sekadar wisata kuliner. Napoli ternyata tidak hanya terkenal dengan makanannya, tetapi juga kegilaannya yang paripurna terhadap sepak bola, dengan seorang Diego Armando Maradona sebagai pusatnya.

Napoli, kota yang semrawut

Petualangan kami dimulai di Wina, saat kami duduk di sebuah kabin kereta malam ekonomi. Di sebelah kami, seorang bapak Italia nggak berhenti ngoceh, sementara istrinya kelihatan capek menanggapi ocehan suaminya. Di samping kami, seorang perempuan paruh baya yang memilih untuk tenggelam dalam bukunya. 

Kereta yang kami tumpangi melaju menyusuri tepian Pegunungan Alpen, melewati Bologna. Hingga akhirnya, setelah menempuh 13 jam perjalanan, pagi harinya kami tiba di Roma. Kami turun di Stasiun Roma Termini dan melanjutkan perjalanan dengan kereta Trenitalia, yang membawa kami selama 2 jam menuju Stasiun Napoli Centrale.

Dalam perjalanan kereta menuju Napoli, kami membaca beberapa artikel mengenai kota ini. Salah satu artikel di Napleswise menyebutkan bahwa daerah seperti Napoli Centrale, yang lokasinya cuma sepelemparan batu dari tempat saya menginap, dan Spanish Quarter (lokasi Mural Maradona) adalah kawasan yang sebaiknya dihindari pelancong. 

Alasannya? Jalanannya sempit, penduduknya padat, skuter ugal-ugalan bisa nyelonong kapan saja, dan banyak copet berkeliaran cari mangsa. Artikel itu intinya bilang: “Kalau bisa, nggak usah ke tempat ini.”

Namun, sebagai orang Indonesia, saya tidak terlalu ambil pusing dengan deskripsi semacam itu. Skuter ugal-ugalan dan ancaman copet bakalan terasa seperti nostalgia ketimbang ancaman serius.

Segala ekspektasi langsung diuji begitu kami tiba di Stasiun Napoli Centrale. Jalanan di sekitar stasiun dipenuhi sampah, bau kencing menguar di beberapa sudut, dan sekelompok polisi bersenjata laras panjang terlihat berpatroli dengan santai. 

Di sebuah tembok dekat pintu keluar stasiun, nampak grafiti besar bertuliskan “Tourist Go Home” yang langsung membuat kami merasa diusir. Puncak kekacauan adalah 2 orang gelandangan tidur beralaskan kardus di lorong pintu masuk Airbnb tempat kami menginap. Lha kok bisa-bisanya ada gelandangan tidur di lorong motel.

Sifat warga yang bikin kami lega

Segala carut-marut di kota ini ternyata berbanding terbalik dengan sikap warganya. Awalnya, kami sudah bersiap menerima perlakuan tidak menyenangkan dari warga kota ini. 

Namun, asumsi tersebut ternyata keliru. Kami lega, karena masih bisa menemukan keramahan di berbagai tempat. Misalnya, 2 gelandangan yang tidur beralaskan kardus di lorong dekat hotel kami. Mereka dengan sigap membantu ketika kami kesulitan membuka gerbang masuk hotel. Keduanya menunjukkan cara membukanya tanpa kami minta.

Selain itu, ada pemandangan perempuan yang tampak santai berjalan sendirian di lorong-lorong gelap kota. Ini menjadi pengingat bahwa, bagi saya, sebuah kota—betapapun kondisinya—layak disebut aman jika perempuan dapat berjalan sendirian di malam hari tanpa rasa takut. Napoli jelas lebih mendingan daripada yang ngakunya berhati nyaman tapi banyak klitih di jalanan.

Kesenjangan Italia utara dan selatan

Italia, yang kerap muncul di media adalah Italia bagian utara. Ini wilayah yang identik dengan kemewahan, keindahan, dan pesona yang memikat turis dari seluruh dunia. Sebaliknya, Napoli di Italia selatan menawarkan realitas yang sangat berbeda. 

Iklan

Kota ini, bersama dengan wilayah sekitarnya, sejak dahulu dikenal dengan kemiskinan dan ketertinggalan. Dua kondisi ini seakan menjadi cela akan kemegahan yang ada di utara. 

Stereotip yang berkembang juga menciptakan jarak. Jadi, orang utara menganggap orang selatan pemalas dan miskin. Sementara itu, orang selatan melihat orang utara sebagai kapitalis yang menaruh materi di atas segalanya.

Data dari Statista menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Italia selatan jauh lebih tinggi dibandingkan utara. Pada 2023, Campania, Calabria, dan Sisilia tercatat sebagai tiga wilayah dengan angka pengangguran tertinggi. Masing-masing mencatatkan 17,8%, 16,2%, dan 16,1%. Napoli, sebagai ibu kota regional Campania, menjadi cerminan ketimpangan yang jelas antara wilayah utara dan selatan Italia.

Inilah kenyataan yang kami temui saat berkeliling Napoli. Dibandingkan Roma misalnya, kota ini lebih kacau. Di sepanjang trotoar, sampah berserakan, sementara para pedagang kaki lima dengan santai menjual paspor palsu. Saya juga harus ekstra hati-hati dengan pengendara skuter yang ugal-ugalan. 

Selain itu, fakta bahwa Napoli merupakan salah satu titik masuk utama bagi migran Afrika memang memperburuk citra mereka. Pelabuhan kota ini menjadi tujuan utama bagi migran yang menyeberang Laut Mediterania dengan perahu-perahu yang penuh sesak. Mereka berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa. 

Gabungan antara kesemrawutan, pengangguran, arus imigran, dan kemiskinan menjadikan Napoli memiliki ciri khas tersendiri. Pokoknya jauh berbeda dengan kota-kota lain di utara Italia.

Sepakbola sebagai “agama” dan Maradona sebagai “nabi”

Namun, ada satu hal yang kami sadari ketika sedang berada di kota ini. Bagi warga Napoli, sepak bola bukan sekadar olahraga. Ia adalah agama, dan Maradona adalah nabinya. 

Di tiap sudut kota, sosok Maradona hadir dalam bentuk yang tak terhitung jumlahnya. Dari mulai patung-patung mini yang dijual di kaki lima, gantungan kunci, hingga foto wajah Maradona yang tergantung sejajar dengan gambar Bunda Maria. Seolah keduanya berada di level spiritual yang sama.

Kami tahu bahwa Napoli mengagungkan Maradona. Namun, kami tidak pernah menyangka obsesinya bakal segila ini. Melalui Google Maps, kami menemukan sebuah mural Maradona di Spanish Quarter yang tampaknya lebih dari sekadar lukisan dinding biasa. Kami tidak bisa menahan rasa penasaran, dan akhirnya memutuskan untuk mengunjungi mural itu. 

Esoknya, kami berjalan kaki menyusuri lorong-lorong permukiman penduduk. Kebetulan, jarak Mural Maradona dengan tempat kami menginap hanya sekitar 3 kilometer. Kami selalu waspada dengan tangan yang tidak pernah lepas dari tas selempang. Di kepala kami, bayangan tentang reputasi buruk kota-kota di Italia yang penuh pencopet seperti hantu yang tidak kunjung pergi. Sikap waspada jauh lebih baik daripada menyesal nanti.

Sepanjang jalan, kami melewati bangunan-bangunan tua yang tampak kelelahan dihajar waktu. Jalanan batu yang lusuh seolah mengabadikan jejak langkah penghuninya. 

Jemuran berbagai macam, mulai dari sprei hingga beha, menggantung bebas di jendela-jendela apartemen. Sepertinya Napoli ingin berteriak, “Kami ya kayak gini dan kami bangga. Kalau nggak suka, silahkan minggat ke utara yang lebih Instagramable itu.”

Sebagai orang yang tidak begitu paham tentang sepak bola, kami melongo melihat kesintingan warga Napoli terhadap Maradona. Mural raksasa sang legenda menjadi pusat penghormatan.

Mural yang megah dan mencuri perhatian 

Di sana, para penggemar dari berbagai penjuru dunia meletakkan ribuan memorabilia. Mulai dari foto, replika piala, syal, jersei, buku, potongan artikel koran, hingga patung Yesus yang mengenakan jubah biru-putih, warna khas seragam Argentina.

Mural itu terletak di tengah-tengah permukiman padat penduduk di sebuah distrik yang disebut Spanish Quarter. Kawasan ini dikenal sebagai salah satu wilayah paling padat dan miskin di Napoli. 

Terselip di antara rumah penduduk, mural Maradona nampak megah, mencuri perhatian siapa saja yang melewatinya. Lebih dari sekadar gambar, mural itu adalah simbol perjuangan, identitas, dan harapan bagi warga Napoli. Harapan bahwa mereka, orang-orang dari selatan, mampu bangkit dan berdiri sejajar dengan Italia utara yang selama ini dianggap lebih superior.

Misi Maradona bersama Napoli

Kisah ini berakar dari kedatangan Maradona ke Napoli pada 1984. Dengan nilai transfer sebesar 12 juta euro, jumlah yang luar biasa besar untuk masa itu, Maradona tidak hanya bergabung dengan sebuah klub. Dia memulai sebuah misi untuk menantang dominasi Italia utara. 

Dalam kurun waktu tujuh tahun bersama Napoli, dari 1984 hingga 1991, Maradona membawa perubahan besar bagi kota ini. Dia mengantar Napoli meraih 2 gelar Serie A dan 1 Piala Liga Eropa. 

Ini sebuah pencapaian yang belum pernah Napoli raih sebelumnya. Keberhasilan ini tidak hanya meletakkan Napoli di peta sepak bola Italia, tetapi juga membangun rasa bangga dan percaya diri bagi masyarakatnya.

Penutup

Napoli memang bukan kota yang sempurna. Kota ini semrawut, berisik, dan terkesan tidak tertata. Tapi, di balik kekacauan itu, ada banyak cerita yang tidak bisa kami temukan di tempat lain. 

Napoli mengajarkan kami satu hal penting. Cinta sejati bisa hadir dalam berbagai bentuk, dan di kota ini, cinta sejati itu berwujud 2 sejoli, sepak bola dan Maradona.

Penulis: Armandoe Gary Ghaffuri

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Diego Maradona, Angka Malaikat, dan 44 Langkah yang Membuatnya Menjadi Dewa dan pengalaman menarik lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 31 Desember 2024 oleh

Tags: Argentinagereja maradonaItaliaitalia selatanitalia utaraliga italiamaradonaNapoliRomaSerie A
Armandoe Gary Ghaffuri

Armandoe Gary Ghaffuri

Bapak rumah tangga yang belum tertarik koleksi batu akik.

Artikel Terkait

Rokok Ilegal identik dengan Liga Inggris, yang Legal Liga Italia MOJOK.CO
Esai

Kenapa, ya, Rokok Legal Identik dengan klub Liga Italia, sementara Rokok Ilegal Lebih Dekat dengan klub Liga Inggris?

9 November 2024
Silvio Berlusconi Abadi Bersama Angka 3 di Universe AC Milan MOJOK.CO
Esai

Silvio Berlusconi Abadi Bersama Angka 3 di Universe AC Milan

13 Juni 2023
Elena Ricchitelli: Belajar Bahasa dan Sastra Arab untuk melawan Islamofobia
Video

Elena Ricchitelli: Belajar Bahasa dan Sastra Arab untuk melawan Islamofobia

6 Februari 2023
14 Tahun Nyamar Nggak Ketahuan, Udah Kayak Film Korea!
Video

14 Tahun Nyamar Nggak Ketahuan, Udah Kayak Film Korea!

22 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.