MOJOK.CO – FIFA memang sengaja menyimpan kartu merah untuk Indonesia. Mereka seharusnya mengeluarkannya usai Tragedi Kanjuruhan, tapi mereka punya kepentingan.
Semenjak Tragedi Kanjuruhan meletus, saya selalu merasa ada lubang di sepak bola Indonesia. Lubang yang harus segera ditutup oleh para stakeholder pengelola sepak bola di Indonesia.
Sebanyak 135 nyawa melayang dalam peristiwa tersebut. Jumlah yang terlalu banyak. Sejak saat itu, menonton sepak bola lokal tidak seperti dulu lagi. Hingga tiba saatnya nanti, suatu hari kelak, keadilan bagi korban ditegakkan, seadil-adilnya, perasaan saya masih tetap sama.
Sepak bola memang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat di Indonesia. Gelaran turnamen akbar Piala Dunia dan Piala Eropa, selalu menjadi turnamen yang dinanti-nantikan pecinta sepak bola di negeri ini.
Mungkin beberapa tahun ini saja yang terasa berbeda. Selain karena pandemi Covid-19, orang-orang kini mudah untuk mengakses layanan tayangan sepak bola baik siaran langsung maupun highlight-nya. Konten-konten dari para pandit sepak bola di Indonesia juga semakin beragam.
Menang bidding Piala Dunia U-20
Tahun 2019 lalu, Indonesia memenangkan bidding untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Ya, memang Piala Dunia, tetapi untuk kelompok usia U-20. Pesertanya hanya 24 negara, dan persiapannya pun tidak sedetail jika menyelenggarakan turnamen Piala Dunia seperti di Qatar tahun lalu. Meskipun demikian, FIFA tetap memiliki aturan main yang harus ditaati oleh tuan rumah penyelenggara berkaitan dengan kesiapannya.
Seharusnya, turnamen ini berlangsung di tahun 2021. Karena pandemi, FIFA memutuskan untuk memundurkan jadwal gelaran menjadi tahun 2023 ini. Memang, mempersiapkan turnamen internasional jelas sangat berbeda dengan turnamen yang lain. Jika membandingkan dengan Piala AFF, persiapannya tentu lebih njlimet Piala Dunia. Sekali lagi, meskipun hanya turnamen kelompok usia 20 tahun.
Dan tentu saja, Indonesia sangat antusias menyambut gelaran Piala Dunia U-20 ini. Stadion yang terpilih untuk menjadi tempat pertandingan, dipersiapkan dengan baik, dilengkapi fasilitasnya, tentunya dengan dukungan dari pemerintah Indonesia. Anggaran negara yang keluar pun tidak sedikit. Angkanya bahkan mencapai Rp500 miliar.
Karena FIFA sudah menunjuk mandegani Piala Dunia U-20, maka Indonesia memang harus menerima konsekuensinya terkait dengan pembelanjaan uang negara untuk mensukseskan hajatan anak-anak muda usia 20 tahun ini. Karena memang uangnya ada, ya tentu saja persiapan demi persiapan itu bisa dilakukan. Toh PSSI juga nggak mikirin cicilan BRI seperti kalian, kan?
Israel lolos Piala Dunia U-20
Hingga akhirnya, datanglah satu isu yang sangat krusial, Israel dipastikan lolos ke Piala Dunia U-20.
Medio Juni 2022, di Slovakia, digelar turnamen EURO U-19. Diikuti oleh 8 negara, 4 negara yang berhasil lolos ke semifinal, dipastikan menyegel masing-masing 1 tiket ke Piala Dunia U-20. Dan Negara-negara itu adalah; Perancis, Inggris, Italia dan Israel. Sementara Slovakia dan Austria berhak untuk tiket play off.
Bagaimana Indonesia merespons kepastian lolosnya Israel ini? Saat itu, jubir Kementerian Luar Negeri; Teuku Faizasyah memastikan bahwa Timnas Israel U-20 akan tetap bisa bertanding di Indonesia walaupun tak memiliki hubungan diplomatik. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali dan juga Sekjen PSSI Yunus Nusi.
Apakah ada penolakan saat itu? Tentu saja ada, Bung. Isu Israel adalah salah satu isu yang selalu menghangat di Indonesia, dan selalu berkaitan dengan Palestina. Salah satu yang getol menyuarakan penolakan saat itu adalah MER-C Indonesia yang memang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Palestina. Tapi penolakan itu tidak terlalu keras, sehingga tidak begitu viral di media sosial. Berbeda dengan hari-hari ini.
Gonjang-ganjing penolakan Israel di Indonesia untuk ikut serta dalam turanmen Piala Dunia U-20 semakin besar gelombangnya dalam seminggu terakhir. Terutama setelah beberapa politisi ikut bersuara. I Wayan Koster dan Ganjar Pranowo adalah 2 politisi yang sangat mencuri perhatian. Penolakan dari kelompok Islam diantaranya dari PKS dan MER-C.
Menariknya, ada banyak pandangan dari beberapa tokoh nasional yang juga pro dan kontra. Sehingga membuat sebagian dari kita bingung, ada 2 tokoh yang berasal dari kelompok yang sama, justru berbeda pendapatnya. Salah satunya adalah Kyai Said Aqil yang menolak kedatangan Israel sementara Kyai Yahya Staquf justru sebaliknya.
Banyak orang yang mengkritisi sikap standar ganda FIFA yang saat tahun lalu berani mengambil sikap untuk memberi sanksi kepada Rusia dampak dari invasi mereka ke Ukraina. Rusia tidak bisa melanjutkan pertandingan play off untuk merebut 1 tiket ke Piala Dunia Qatar.
Bukan hanya Timnas Rusia saja, klub-klub Rusia bahkan kena sanksi UEFA. Mereka tidak bisa bertanding dalam kompetisi antar-klub Eropa. Sementara, FIFA tidak memberikan sanksi yang sama kepada Israel yang sudah sejak lama melakukan kejahatan kemanusiaan di Palestina.
Rabu malam (29/3), dalam rilis resminya, akhirnya FIFA menyatakan mencoret Indonesia dari status tuan rumah Piala Dunia U-20. Saya membaca informasi tersebut melalui media sosial Twitter setelah saya mengikuti forum Reboan Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki, Cikini.
Saya mencoba memahami rilis resmi FIFA. Tersirat, dalam rilis resmi bahas inggris FIFA menggunakan diksi due to the current circumstances (menurut keadaan sekarang/saat ini) sebagai alasan pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Sangat lihai memang FIFA ini, menggunakan diksi yang membebaskan orang-orang untuk menafsirkannya sendiri.
Namun, di paragraf berikutnya, FIFA menyebut bahwa mereka akan tetap membantu Indonesia dalam proses transformasi sepak bola pasca-tragedi yang terjadi di bulan Oktober 2022 lalu, yaitu Tragedi Kanjuruhan.
Dasarnya saya yang memang senang mengungkapkan pendapat pribadi saya di Twitter, maka tengah malam saya ngetwit saja apa yang menjadi keresahan saya. Karena setelah membaca rilis resmi FIFA itu, saya merasa janggal kalau hanya karena penolakan Israel oleh beberapa tokoh di Indonesia kemudian FIFA membatalkan status tuan rumah Indonesia di Piala Dunia U-20. Due to the current circumstances telek lincung!
Dugaan saya, FIFA memang sengaja menyimpan kartu AS soal tragedi Kanjuruhan. Akan dipakai untuk momen ini. FIFA pasti sudah memprediksi kehadiran Israel bakalan ditolak. Sementara FIFA sendiri gk punya power mencoret Israel. Padahal, di Qatar kemarin FIFA berani mencoret Rusia.
— Fahmi (@FahmiAgustian) March 29, 2023
Janggalnya sikap FIFA
Sebagai penikmat sepak bola layar kaca, saya sendiri merasa aneh, kenapa tokoh-tokoh nasional itu baru menyampaikan penolakannya bulan ini? Padahal, Israel dipastikan lolos ke Piala Dunia U-20 sejak bulan Juli 2022 lalu.
Ada jeda waktu cukup panjang. Saat terjadi gelombang penolakan yang pertama, FIFA kenapa tidak bereaksi? Atau memang FIFA dan PSSI selalu menjalin komunikasi saat itu, sehingga FIFA merasa lolosnya Israel tidak akan berdampak apa-apa di turnamen ini?
Tiga bulan setelah kepastian lolosnya Israel, Tragedi Kanjuruhan meletus. Tanggal 1 Oktober 2022, di stadion Kanjuruhan, Malang, pertandingan antara Arema vs Persebaya berakhir ricuh. Total 135 nyawa melayang akibat kepanikan supporter yang berlarian menghindari gas air mata, setelah polisi menembakkannya ke tribun penonton.
Beberapa hari setelah Tragedi Kanjuruhan terjadi, Presiden Jokowi mengutus Erick Thohir untuk bertemu dengan Gianni Infantino. Konon untuk melakukan lobi tingkat tinggi agar Indonesia tidak kena sanksi FIFA. Kekhawatiran ini sangat berdasar. 135 korban nyawa adalah bukti tidak terbantahkan bahwa Indonesia memang tidak mampu menjamin keamanan jalannya sebuah pertandingan sepak bola.
Dan benar saja, Gianni Infantino memastikan hal itu tidak terjadi. Indonesia yang seharusnya kena kartu merah atau sanksi, justru seolah-olah FIFA tidak melihatnya. Bahkan bersama Iwan Bule, Gianni Infantino bisa tertawa riang gembira bermain fun football saat ia datang ke Indonesia. Mesra sekali memang PSSI dengan FIFA saat itu.
Mengapa FIFA tidak mengeluarkan kartu merah saat Tragedi Kanjuruhan? Alasannya Gianni Infantino punya kepentingan terhadap PSSI untuk suara pemilihan Presiden FIFA, 16 Maret 2023.
Makanya, Indonesia dapat angin segar. Indonesia nggak kena suspend setelah Tragedi Kanjuruhan. Bahkan FIFA menjamin untuk memberi pendampingan perbaikan pengelolaan sepak bola Indonesia. Deal dong. Win-win solution. Hehehe.
Saat itu, yang muncul di permukaan adalah proses reformasi sepak bola di Indonesia. Iwan Bule dituntut segera mundur. Meskipun akhirnya ia bergeming dan akhirnya ia baru lengser lewat KLB PSSI yang memilih Erick Thohir sebagai ketua.
FIFA yang menyimpan kartu merah
Kenapa kemudian gelombang penolakan Israel begitu besar akhir-akhir ini. Ya tentu saja karena yang menyuarakan adalah tokoh-tokoh nasional yang memiliki jangkauan suara yang luas. Ada apa sebenarnya?
Terutama PDIP yang tiba-tiba begitu keras menyuarakannya. Tidak tanggung-tanggung, Sekjen PDIP sendiri, Hasto Kristiyanto turun langsung berbicara di media. Alasan yang diungkapkan oleh PDIP memang masuk akal. Padangan ideologis Bung Karno yang menjadi acuan. Dan itu sah-sah saja. Tapi ya sekali lagi, publik mempertanyakan, kok baru sekarang? Kenapa tidak sejak tahun lalu saat Israel memastikan lolos?
Membaca rilis FIFA yang menyebut bahwa FIFA akan tetap mendampingi dan mendukung Indonesia dalam proses transformasi sepak bola pasca-tragedi yang terjadi di awal Oktober, saya sendiri memiliki pandangan bahwa memang FIFA sebenarnya menyimpan kartu as atau kartu merah “Tragedi Kanjuruhan”.
Pasca-tragedi itu meletus, FIFA sangat akrab dengan Indonesia. Bahkan, saat pertemuan G-20 di Bali, Gianni Infantino juga turut hadir. Kan tidak mungkin organisasi sekelas FIFA tidak memiliki data-data mengenai Indonesia, terutama soal kehadiran Israel. Apakah mungkin FIFA tidak mendapat informasi mengenai gelombang penolakan Israel sejak awal?
FIFA kemudian memberi catatan kepada PSSI terkait hasil audit stadion yang akan menjadi venue Paiala Dunia U-20. Awal bulan Maret 2023 Erick Thohir menyampaikan bahwa ada kemungkinan di antara 6 stadion yang sudah dipilih akan dicoret jika hasil audit ulang FIFA belum memenuhi syarat.
Apakah Erick Thohir sudah mencium indikasi batalnya Indonesia menjadi tuan rumah saat itu? Entah. Stadion Utama Gelora Bung Karno bahkan bulan lalu masih untuk konser musik kan?
Lantas, kenapa PDIP begitu getol menyuarakan penolakan Israel akhir-akhir ini. Masa iya, hanya karena pidato Bu Megawati saat HUT PDIP ini menjadi penyebabnya? Kan nggak mungkin to? Apakah ada kaitannya dengan agenda politik PDIP sendiri di tahun 2024, yang mana Erick Thohir sendiri merupakan salah satu kandidat kuat sebagai Cawapres. Tentu PDIP tidak ingin membiarkan jalan mulus untuk Erick Thohir. Pada momentum seperti ini, sangat mungkin untuk memanfaatkan celah sekecil apa pun.
Berkah FIFA dari politisi
Saya menganggap “Tragedi Kanjuruhan” adalah berkah bagi FIFA. Sehingga mereka punya alasan yang masuk akal untuk membatalkan status tuan rumah Indonesia. Begitu juga mengenai isu penolakan Israel. Hemat saya, FIFA memang sengaja tidak bersikap untuk memperingatkan Indonesia mengenai akan adanya penolakan itu. FIFA just doing FIFA ways.
Bisa jadi, berkah FIFA selanjutnya adalah saat para politisi menyuarakan penolakan Israel. Maka, FIFA pun memanfaatkan keberkahan itu dengan baik. Ternyata memang bulan Ramadan ini benar-benar bulan penuh berkah. FIFA saja kebagian berkahnya.
Lazimnya, sangat wajar jika FIFA memberikan kartu merah berupa sanksi saat peristiwa Tragedi Kanjuruhan meletus. Kenapa FIFA tidak melakukannya?
Dalam hemat saya, memang ada banyak kepentingan bagi mereka yang memainkan isu penolakan Israel ini. FIFA hanya mengambil keuntungannya saja dengan memberi kartu merah berupa mencoret Indonesia dari status tuan rumah Piala Dunia U-20. Ibaratnya, FIFA tinggal memetik buah yang sudah matang.
Saya sendiri tidak bisa memastikan apakah asumsi-asumsi saya di atas itu benar atau tidak. Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan, saya pun berpandangan bahwa kali ini Indonesia tidak akan mendapat sanksi yang berat.
Kita tunggu saja.
BACA JUGA Di Tragedi Kanjuruhan, Angin Memang Jahat, Polisi Pasti Benar dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Fahmi Agustian
Editor: Agung Purwandono