MOJOK.CO – Sejak kapan stigma kemistri antara orang Madura dengan besi tua itu ada? Apa mungkin stigma itu umurnya setua Pulau Madura ya?
Seorang pemuda kebangsaan Rusia pada era Ketsaran Rusia yang dipimpin oleh Peter Yang Agung pernah berlayar beribu-ribu mil jauhnya menuju timur melewati Benua Eropa.
Si pemuda ditugaskan oleh sang kaisar yang sedang sakit untuk mencari obat berupa daging merah segar yang dihasilkan dari hewan bernama Red Heifer atau kita biasa menyebut sapi merah.
Maka mulailah perjalanan pemuda tersebut dengan membawa perhiasan emas sebagai hadiah kepada penguasa pulau tersebut. Pemuda itu juga membawa senjata seperti pedang shotel dari Ethopia. Sebuah pedang yang melengkung untuk berjaga-jaga kalau ada perompak yang mengganggu.
Setelah berbulan-bulan berlayar sampailah pemuda tersebut di Laut Jawa, lebih tepatnya di utara Pulau Madura. Dia bertemu dengan kapal perang Spanyol yang kebetulan sedang melintas sehabis mencari rempah.
Karena belum terlalu mahir menggunakan perahu, pemuda Rusia itu tanpa sengaja menabrakkan kapalnya ke kapal orang Spanyol, hingga kapalnya bocor. Orang-orang Spanyol yang mengetahui kejadian tersebut tertawa terbahak-bahak melihat kebodohan pemuda Rusia yang bersusah-payah menutupi kebocoran tersebut dengan bokongnya.
“Maduro! Maduro! Muy maduro!” yang artinya dalam bahasa Spanyol, “Hei, dewasalah! Hey dewasalah! Teriak orang-orang Spanyol karena melihat usaha itu akan sia-sia sambil sambil menunjuk ke sebuah pulau terdekat.
Karena tidak mengerti bahasa tersebut maka sang pemuda lalu berenang menuju pulau yang dia sangka bernama Maduro yang konon jadi cikal bakal nama pulau itu.
Sesampainya di pulau tersebut sang pemuda mendapati banyak sapi merah yang dia cari selama ini. Karena emas yang dia bawa tercecer di laut, pemuda itu memberikan pedang shotel yang melengkung di pinggangnya sekaligus mengajarkan cara membuatnya sebagai barter.
Dia juga mengajarkan ilmu tentang besi kepada para penduduk pulau tersebut sehingga penduduk mulai paham kalau besi itu macam-macam jenisnya dan bisa lebih berharga daripada emas.
Itulah sejarah singkat awal kemunculan celurit sekaligus menjawab pertanyaan banyak orang kenapa orang Madura identik sekali dengan besi tua.
…
ETAPI BOOONG!
Cerita di atas saya karang karena memang tidak ada sedikit pun sejarah yang menyebut kapan awal mula stigma Madura dan besi tua itu muncul. Yang ada hanyalah keraguan, dugaan-dugaan saya, kapan dan kenapa Madura tidak bisa lepas dengan stigma besi tuanya.
Seperti kembar identik yang tak bisa dilepaskan, Madura tanpa besi seperti Romeo tanpa Juliet, Layla tanpa Majnun, sayur tanpa garam, cebok tanpa gayung, dan kamu tanpa penderitaan.
Etapi ini serius, saking identiknya Madura dengan besi tua. Saya yang hanya Madura “swasta” pernah mendapat sebuah pesan whatsapp dari teman sekampus saya yang kebetulan sudah mengajar di Thailand. Kalau yang ini saya serius, nggak bohong.
“Cak, bapak temen saya punya kapal tua yang mau dijual, mungkin Cak Rus berminat.”
Kata saya, “Lah, kok nawarin saya?”
“Murah katanya cuman 15 jutaan baht.”
Saya tidak membalas karena sibuk mengkonversikan duit segitu ke rupiah. Hasilnya sekitar 7 milar rupiah.
Murah? Murah katanya?
Oalah, konco edyan! Makelar jiyancoook! Emang saya ini Komisaris Krakatau Steel apa sampai dikira punya uang segitu banyak?
“Salah orang sampean kalau nawarin ke saya!”
“Lah, situ kan orang Madura, Cak?”
Tuh kan saya jadi pengen kasih tape ketan ke mulutnya sekalian ingin jelasin kalau tidak semua orang Madura mengerti tentang besi tua.
Tapi ya gimana? Stigma Madura dan besi memang sudah mengakar sejak lama. Bahkan banyak anekdot tentang kelucuan orang-orang Madura soal besi tua ini. Kayak yang pernah Gus Dur bikin misalnya.
Kata Gus Dur, jika kamu bertemu dengan dua orang pemuda lalu ingin tahu berasal dari mana, lemparlah selembar besi ke dekatnya. Siapa yang menoleh lebih dahulu maka bisa dipastikan itu orang Madura.
Selain itu, sejauh pengamatan saya di lingkungan terdekat saya, dari banyak lini usaha yang digeluti orang Madura, hanya usaha besi tua yang paling berpeluang bikin orang Madura jadi super kaya.
Taruhlah orang paling sukses jualan sate Madura, cukur rambut Madura, bubur Madura, atau warung klontong 24 jam Madura, saya jamin tetap tidak bisa menyaingi orang paling sukses di bidang besi tua.
Salah satu yang saya tahu, Ketua Komunitas Madura di Jakarta, Mbah Muhammad Rawi pernah cerita di salah satu kanal YouTube. Keuntungan yang didapat dalam satu bulan bisa mencapai miliaran katanya. Coegh!
Bayangkan harga beli besi per kilo misal Rp2.000 ditambah ongkos motong dan lain-lain Rp1.000 dan harga jual dari besi itu pasti tidak jauh dari Rp5.000. Jadi keuntungan yang didapat Rp2.000.
Lah, kok cuman Rp2.000? Apa bedanya sama tukang parkir di depan ATM yang biasanya muncul pas kita sudah mau pergi itu? Mana bisa kaya dari duit segitu?
Eits, jangan salah. Dalam sekali transaksi, bos besi tua bisa meraup miliaran rupiah karena yang dia beli itu besi tua dari hasil pemotongan kapal yang sudah tidak terpakai. Bobotnya pun bisa mencapai 10 ribu ton.
Sepuluh ribu ton berarti sejuta kwintal yang berarti 1e+7 kilogram lalu dikali Rp2.000 yang hasilnya adalah… #@*&%!&^@ … tahu ah, itung sendiri berapa hasilnya.
Walaupun begitu, pada kenyataannya tidak semua orang Madura bisa sukses di perantauan kayak Mbah Rawi. Banyak di antara mereka yang memilih menekuni usaha besi tua juga, tapi sebatas pengepul kecil skala kampung dan “pemulung” besi tua jalanan.
Mungkin karena agak lumayan banyak pemulung besi tua di jalanan itu orang Madura, maka stigma besi tua dan Madura ini lahir. Stigma yang sempat bikin saya juga jadi bertanya-tanya: kenapa Belanda dulu waktu jajah Indonesia, nggak bikin rel kereta api di Madura sekalian ya?
Stigma-stigma semacam ini kemudian bikin setiap ada kasus kabel ilang, besi penutup drainase lenyap, rolling door raib, sampai rel kereta api menyublim, masyarakat pertama yang kena tuduh adalah masyarakat Madura. Baik yang negeri maupun yang swasta. Padahal kan ya… belum tentu salah.
Lagian toh, kasus pencurian sesuatu yang ada unsur-unsur besinya itu nggak hanya terjadi di Indonesia kok. Di luar negeri kayak di Eropa juga pernah terjadi. Bahkan saya pernah baca di suatu kanal berita, di Rusia ada sebuah jembatan kereta api tua seberat 56 ton bisa hilang hanya dalam semalam.
Tuduhan netizen tentu ya sama: ini pasti orang Madura yang jualan sate sampai ke Rusia nih!
Padahal kan bisa aja itu yang maling emang orang Rusia asli, yang mungkin kebetulan saja pernah berguru sama orang Madura kayak cerita karangan saya di awal tadi.
Balik lagi soal kasus besi tua yang suka ilang di Indonesia. Walaupun tidak sampai menghilangkan satu jembatan utuh kayak di Rusia, tetapi pernah ada beberapa kejadian komponen besi pondasi jembatan hilang.
Seperti jembatan milik PT. KAI yang bantalan besinya hilang kayak di Pangandaran kapan hari kemarin. Atau di Nias, yang besi corcoran jembatan bisa hilang. Di Aceh, jembatan keretanya sempat dibakar bentar lalu besinya dicuri. Di Pangkal Pinang lebih ajaib lagi, jembatan baru mau diresmikan lah kok besinya udah pada dipreteli.
Kabel monitoring di Sungai Musi juga pernah raib, di Siak; di Mahrum, Riau Jembatan Ampera pembatas besinya dicuri; Jembatan Sungai Arang Batu, Muara Enim; Jembatan Bulu Perindu, Kalimantan Utara; Jembatan Jarambah, Bangka Belitung; bahkan jembatan di kampung Masdarling, Bontang; besi diafragmanya juga raib. Yungalah.
Berita-berita yang saya sebut tadi itu seolah melengkapi alasan kalau Jembatan Suramadu merupakan salah satu jembatan termahal di dunia… terutama dalam proses pembuatannya.
Dan itu bikin saya jadi makin yakin; kalau Iron Man berpaspor Indonesia, dia pasti orang Madura!
BACA JUGA Kiai Nyentrik dari Madura dan tulisan Rusli Hariyanto lainnya.