MOJOK.CO – Talua barendo atau telur dadar berenda khas Bukittinggi Sumatera Barat mempunyai potensi untuk mengejar popularitas rendang.
Sudah 10 tahun saya tinggal di Bukittinggi, Sumatera Barat. Setiap kawan dan kerabat mampir, mereka selalu menanyakan restoran yang menyediakan rendang paling enak. Yah, maklum, rendang memang sudah menjadi legenda di khazanah perkulineran Sumatera Barat.
Dan, Bukittinggi, adalah sebuah titik, yang menjadi pusatnya hidangan Sumatera Barat yang otentik. Jadi, kalau pembaca mendapatkan kesempatan berkunjung ke Bukittinggi, saran saya, jangan hanya mencari rendang. Masih banyak hidangan berselera yang wajib kamu nikmati.
Selain rendang, menu otentik yang wajib masuk ke daftar kuliner kamu adalah ayam pop, gulai kepala ikan, bebek lado ijo (cabai hijau), dan soto padang. Namun, memang, popularitas mereka masih berada di bawah rendang.
Posisi telur dadar yang “inferior” di mata rendang dan olahan hewani lainnya
Sebenarnya ada satu jenis makanan lagi yang nggak boleh lewat dari itinerary perkulineran di Bukittinggi, yaitu telur dadar. Sebagian kalangan masyarakat bisa saja, saya merasa telur kalah prestise dengan beberapa olahan lainnya. Misalnya, orang masih lebih gemar kepada olahan daging, ayam, ikan, atau bahkan jeroan di restoran padang pada umumnya.
Bukan tanpa alasan. Variasi telur sebagai samba (lauk, dalam Bahasa Minang) memang tidak sebanyak menu protein lainnya.
Kalian bisa menjumpai ayam atau daging dalam balutan lado ijo (cabai hijau), balado (cabai merah), atau rendang. Ada juga ayam berbumbu serundeng, daging cincang, serta gulai ayam atau ikan. Belum lagi ayam atau ikan bakar merah yang bikin huh-hah kepedesan. Jangan lupakan aneka jeroan seperti tunjang (kikil), babat, usus, atau otak berbumbu gulai. Terakhir, paru goreng kering yang super kriuk itu. Fix, lapar!
Sementara itu, variasi telur sendiri biasanya hanya berupa telur rebus berbumbu gulai, bumbu rendang, dan telur dadar. Dan lagi, tidak semua restoran padang menyediakan menu telur ini.
Yang jelas, restoran nasi kapau di Bukittinggi biasanya tidak menyediakan telur dadar. Jadi, kalau ke nasi kapau, jangan minta dimasakin telur dadar, ya. Pesan rendang dan tambusu saja maka tidak akan ada yang protes kepada pilihanmu. Oya, tambusu adalah usus sapi yang diisi dengan adonan telur yang sudah diberi bumbu.
Dua telur dadar di warung padang
Terkait telur dadar, kalian perlu tahu bahwa ada dua jenis telur dadar di restoran padang. Pertama telur dadar tebal yang siap saji, dan telur dadar tipis-kering yang dikenal dengan nama talua barendo. Masing-masing memiliki karakteristik unik yang dijamin bikin ketagihan.
Beberapa warung padang di luar Sumatera Barat juga menyajikannya. Namun, di Bukittinggi, saya baru menemukan telur dadar yang berbeda, yang auto ngabisin nasi sebakul. Nggak kalah untuk soal membangkitkan selera kayak rendang.
Telur dadar siap saji, biasanya berbentuk segitiga seperti potongan pizza. Cita rasanya cenderung gurih-asin dan sedikit pedas. Tampilannya di balik kaca pajangan ala restoran padang itu cukup menggiurkan karena terlihat padat dan berwarna oranye kecokelatan. Di beberapa bagian permukaannya kadang terlihat sedikit kehitaman seperti warna rendang. Bagi saya, bagian yang sepertinya gosong itu justru memperkuat cita rasanya.
Telur dadar ini bisa jadi sangat tebal, dengan potongan daun bawang yang melimpah ruah. Beberapa restoran biasanya menambahkan bahan tepung atau parutan kelapa untuk menambah ketebalannya. Harganya antara Rp10 sampai Rp15 ribu rupiah. Tentu lebih murah dibandingkan rendang. Cocok banget buat kalian yang lagi penghematan, tapi pengin makan enak.
Coba saja melipir ke Ampera Makdang di Jalan Nawawi Bukittinggi. Di warung nasi ini, telur dadar mereka memang jaminan puas. Nggak cuma karena tebalnya yang kebangetan, tapi juga karena teksturnya yang padat, solid, dan warna permukaan telurnya yang cenderung hitam merata. Bagi saya, makan satu porsi nasi bersama telur dadar setebal itu, kenyangnya bisa sampai dua hari.
Mari, saya kenalkan dengan talua barendo
Kalau ingin mencoba sensasi telur dadar yang berbeda, sebaiknya kalian coba juga talua barendo. Dalam Bahasa Minang, talua barendo berarti telur berenda. Kata barendo sendiri disematkan karena pinggiran telur dadar ini terlihat ‘berkelim seperti renda’.
Membandingkan talua barendo dengan “saudara kandungnya” sang telur dadar yang saya jelaskan sebelumnya itu, memang bagaikan bumi dan langit. Talua barendo jauh lebih tipis, dengan pinggiran yang sangat kering. Tampilannya mengingatkan pada telur dadar ala rumahan; tipis, oval, dan kecokelatan.
Selain itu, talua barendo biasanya dimasak dadakan saat ada yang memesan. Tidak seperti telur dadar tebal yang sudah siap saji, bertumpuk di balik etalase kaca.
Sejauh pengamatan saya, restoran padang yang sudah menyajikan telur dadar tebal biasanya tidak menerima pesanan talua barendo. Demikian sebaliknya. Jika masuk ke warung padang dan tidak ada penampakan telur dadar bertumpuk-tumpuk di sana, besar kemungkinan restoran tersebut bisa memasakkan talua barendo buat kalian.
Telur dadar yang spesial
Satu porsi talua barendo dibuat dari dua butir telur bebek, yang dikocok dengan bumbu-bumbu seperti cabai giling, irisan bawang, serta sedikit daun bawang. Ya, sedikit saja.
Konsepnya memang membuat telur dengan tampilan yang lebar, tipis, dan kering. Adonan telur kemudian dimasak dengan kayu bakar, dalam kuali berisi minyak yang sangat panas. Minyak ini yang menjadi kunci untuk membuat telur menjadi berenda, kering, dan renyah.
Yang membuat talua barendo ini spesial bagi saya adalah teksturnya yang sangat “rapuh”. Tidak hanya di tepi, tapi juga di bagian tengah. Walaupun terlihat berlapis-lapis, namun talua barendo yang otentik adalah jika hidangan itu bisa langsung remuk ketika “dipotong” dengan sendok. Pengalaman saya, tidak banyak restoran padang yang mampu membuat talua barendo super kering seperti ini.
Salah satunya adalah Kedai Ni Ir di Jalan Soekarno Hatta, Bukittinggi. Tempatnya sederhana saja sebenarnya. Ala rumahan. Namun, pengunjungnya tak pernah berhenti.
Kedai ini sudah lama memang terkenal dengan talua barendo-nya. Jika kalian suatu saat berkesempatan makan di sini, sabar-sabar saja menunggu talua barendo pesanan matang. Waktu tunggu lima sampai 10 menit bagi saya worth it banget untuk menikmati talua barendo yang benar-benar otentik. Selama tinggal di Bukittinggi, saya belum menemukan talua barendo yang se-krispi di kedai Ni Ir ini.
Mempunyai potensi untuk mendekati popularitas rendang
Saya rasa, talua barendo berpotensi menjadi makanan khas saingan rendang yang akan digemari wisatawan. Pertama, dari segi harga, talua barendo jelas lebih murah dibandingkan redang.
Satu potong rendang di restoran padang biasanya dijual seharga Rp20 sampai Rp25 ribu. Sementara satu porsi talua barendo dihargai antara Rp15 sampai Rp20 ribu rupiah, tergantung besar/kecilnya porsi. Kedai Ni Ir sendiri membanderol talua barendo-nya seharga Rp15 ribu rupiah per porsi. Itu saja cukup untuk dimakan dua sampai tiga orang.
Selain itu, proses pembuatan talua barendo di atas tungku kayu itu sendiri cukup menarik. Semenarik proses pembuatan rendang, tentu saja.
Kuali berpantat hitam, api besar yang seakan ingin melahap sang kuali, atau butiran adonan yang membentuk renda saat dimasukkan ke dalam genangan minyak, bisa menjadi atraksi bagi wisatawan. Apalagi tidak perlu waktu berjam-jam untuk membuat telur dadar yang lebar, tipis, dan krispi itu.
Bukan tidak mungkin, suatu saat, talua barendo ini akan naik pamornya sejajar dengan rendang. Menjadi makanan khas Sumatera Barat yang mendunia.
Penulis: Dessy Liestiyani
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Bahaya Laten Hantu Nasi Padang di Bulan Ramadan dan pengalaman menarik lainnya di rubrik ESAI.