Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Islam Kurma dan Islam Klepon

Candra Malik oleh Candra Malik
16 Juli 2015
A A
Islam Kurma

Islam Kurma

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Gus Sufi mengadakan Open House. Ia membuka gerbang lebar-lebar. Siapa pun leluasa datang dan makan-minum santai di pendapa rumahnya. Ada yang memang tetangga, ada handai-taulan dan kawan lama, ada pula orang-orang yang baru mengenalnya melalui media sosial.

Ya, silaturahmi hari-hari ini tak cuma dari pergaulan nyata, tapi juga dari pertemanan maya. Siapa teman siapa menjadi teman siapa yang juga teman siapa yang ternyata teman siapa.

Tapi, bukan Kang Soleh kalau tak suka mencuri perhatian. Sambil tangannya tak berhenti-henti merogoh toples dan meraup kacang telor, ia terus-menerus mengomentari isu paling panas. “Saya setuju itu. Setuju dengan komentar juri di kontes dai tadi malam. Coret Islam Nusantara. Islam ya Islam, tidak pakai Nusantara,” serunya.

Gus Sufi cuma tersenyum ringkas, lalu menyela,”Lalu pakai apa dong?”

Kang Soleh langsung menyahut, “Pakai rahmatan lil  ‘alamin!”

Menurut Kang Soleh, mengutip juri di kontes dai di salah satu televisi nasional itu, Islam Nusantara tidak ada dalilnya. Yang ada: Islam rahmatan lil ‘alamin.

“Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad), kecuali (untuk) menjadi anugerah bagi alam semesta. Ayat 107 dari Al Qur’an Surat Al Anbiyaa’ itu dalil tentang misi kerasulan Muhammad,” jelas Gus Sufi. Orang-orang menjadi semakin berkerumun ketika Gus Sufi mulai mendalil. Jarang-jarang ia begitu.

“Contoh Muhammad SAW sebagai anugerah bagi alam semesta itu dia berdakwah sesuai bahasa kaumnya. Bukan pakai bahasa asing,” kata Gus Sufi. Itu yang pertama.

Yang kedua, Muhammad memahami kearifan lokal. Misal, berbuka puasa dengan yang manis.

“Untung kurma. Coba contohnya berbuka puasa dengan tebu, gulali, puding, klepon, atau yang manis yang tidak dipunyai orang-orang Arab waktu itu, susah mereka mendapatkannya.”

Jadi, masih menurut Gus Sufi, Islam ya memang Islam. Tanpa embel-embel apa pun. Jika lalu muncul Islam Nusantara, atau Islam Arab, Islam Meksiko, Islam Australia, dan lain-lain sesuai kondisi sosial dan budaya masing-masing, itu bukan berarti ada Islam baru.

“Mau Islam kurma, atau Islam klepon, atau Islam gulali, ya tetap saja Islam. Dengan kebudayaan, kita membumikan ajaran langit,” terang Gus Sufi.

Lagipula, puasa bukan ibadah khas Islam, melainkan ibadah yang sudah mentradisi, yang Allah perintahkan pula pada orang-orang sebelum umat akhir zaman. Dan, sesuai Q.S. Al Baqarah ayat 183, syarat puasa adalah memiliki iman.

“Puasa itu dari kata Upawasa. Dari bahasa Sanskrit yang bermakna menutup. Oleh karena itulah, kita di sini mengenal istilah buka puasa. Bukber, buka bersama, khas Islam Nusantara,” jelas Gus Sufi sambil mencomot klepon.

Iklan

“Tapi, Islam Nusantara itu nabinya siapa? Mau mengganti syariat? Mau jadi agama baru?” sergah Kang Soleh.

“Sampeyan keranjingan media sosial ya, Kang?” tukas Gus Sufi.

“Lho, tapi untung ada juri yang berani bersuara, mengingatkan kita pada bahaya Islam Nusantara!” seru Kang Soleh.

“Juri apa tho, itu?” ujar Gus Sufi.

“Itu lho, Gus, ada acara kontes dai di televisi,” sahut seorang tetangga.

“Oo.. Kontes dai itu juga khas Islam Nusantara. Tidak ada dalilnya. Majelis taklim ya harus serius dan khusyu’. Tidak boleh bicara agama dengan gaya jenaka dan melucu. Di sana, dulu yang berani membanyol ya cuma Abu Nawas dan Nasrudin Hoja. Di sini, banyak. Pengajian-pengajian di sini tidak kaku, tidak searah. Bisa sambil guyon. Surga-neraka dibahas santai,” ujar Gus Sufi.

Menurutnya, Islam Nusantara bukan tentang teologi, melainkan lebih tentang sosiologi. Tentang akar tradisi dan kebudayaan kita sebagai bangsa. Sama halnya dengan Islam dan Arab adalah satu dan lain hal. Islam itu agama dan Arab itu bangsa beserta budayanya. Islam tidak selalu Arab dan Arab tidak selalu Islam. Pun demikian, Islam tidak selalu Nusantara dan Nusantara tidak selalu Islam. Apalagi, Nusantara bahkan memiliki asas Bhinneka Tunggal Ika.

“Jadi, Islam Nusantara itu Islam yang menerima keberagaman dalam keberagamaan. Laa ikraha fi ‘ddiin. Tidak ada paksaan dalam beragama,” tegas Gus Sufi.

“Tapi, Gus, kita kan harus berdakwah,” potong Kang Soleh.

“Justru itu. Wilayah kita pada proses, bukan pada hasil. Allah yang menentukan hasilnya. Kita yang berdakwah, Allah yang memberi hidayah,” jawab Gus Sufi.

“Tapi, Islam Nusantara itu nabinya siapa? Mau mengganti syariat? Mau jadi agama baru?” cecar Kang Soleh.

“Sampeyan Muslim, tapi kok curiga akan ada nabi setelah Muhammad SAW, sih, Kang? Mosok Gusti Allah mengingkari ketetapan-Nya sendiri?” jawab Gus Sufi woles.

Yang ketiga, lanjut Gus Sufi mengenai keteladanan Muhammad SAW, Sang Nabi Terakhir ini lebih memikirkan umat daripada dirinya sendiri.

“Cocok banget ini dengan Nusantara. Kanjeng Nabi itu ing ngarsa sung tuladha, di depan memberi teladan, ing madya mangun karsa, di tengah memberi semangat, tut wuri handayani, di belakang memberi kekuatan.”

Demi meneladani Muhammad SAW itu pulalah, Gus Sufi mengadakan Open House. Bukan cuma mengundang orang-orang untuk bercengkerama dan bersantap bersama, tapi ia juga berbagi kebahagiaan lainnya.

Tapi, Kang Soleh toh tetap mencari celah. “Undangannya kok Open House, sih, Gus? Bilang tidak mau kearab-araban, tapi malah kebarat-baratan,” celanya.

“Lha mosok mau disebut buka rumah? Rumahku kapan sih kututup? Siapa pun boleh datang kapan pun. Ya begini ini Islam Nusantara yang bisa menerima khazanah kekayaan bangsa-bangsa, Kang. Bukan bersikap antipati, tapi bersikap simpati. Islam Nusantara itu bukan anti yang serba Arab. Sudah berabad-abad kok budaya Arab kawin-mawin dengan budaya Nusantara. Tenang saja,” jelas Gus Sufi.

“Trus kenapa Open House diadakan sebelum Lebaran? Islam Nusantara juga alasannya?” kata Kang Soleh ketus.

“Sekalian Bukber, Kang. Lagipula, saya besok mau mudik. Sampeyan mudik juga, kan?” ujar Gus Sufi.

“Ya, jelas. Saya mudik tiap tahun, Gus. Mumpung lebaran. Kapan lagi bisa kumpul sanak-saudara dan sungkem kepada orang tua?” jawab Kang Soleh.

“Nah, mudik itu Islam Nusantara!”

Terakhir diperbarui pada 23 Oktober 2018 oleh

Tags: Islam NusantaraKleponKormaRamadan
Candra Malik

Candra Malik

Artikel Terkait

Perang sarung dulu buat seru-seruan kini jadi tindakan kriminal MOJOK.CO
Ragam

Perang Sarung Kini Jadi Tindakan Kriminal, Apa Sih yang Sebenarnya Para Remaja Ini Perlukan?

13 Maret 2025
anak sma dari jogja ngajar ngaji di jepang.MOJOK.CO
Aktual

Anak SMA dari Jogja Dakwah di Jepang Selama Ramadan, Emak-emak Semangat Minta Diajar Ngaji Sampai Tengah Malam

3 April 2024
Minta Tanda Tangan Imam di Ramadan itu Merepotkan MOJOK.CO
Ragam

Minta Tanda Tangan Imam di Bulan Ramadan, Kegiatan yang Pernah Dianggap Imam Masjid Merepotkan dan Membuang Waktu

28 Maret 2024
Acara Bukber di Tempat Makan Menyiksa Juru Masak MOJOK.CO
Ragam

Bukber di Tempat Makan Adalah Acara yang Menyiksa Juru Masak, Sebel Masak Ratusan Porsi untuk Orang yang Sok Berbuka Padahal Nggak Puasa

27 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.