Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Irrfan, Khan yang Berbeda

Mahfud Ikhwan oleh Mahfud Ikhwan
2 Mei 2020
A A
film india artis india irrfan khan obituari memoar mojok.co

film india artis india irrfan khan obituari memoar mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ketika para Khan arus utama masih saja memainkan kisah cinta yang itu-itu saja, Irrfan Khan sudah selesai dengan perannya. Ia pergi terlalu awal, menghilang terlalu cepat dari layar. Namun, jelas, semua orang mencintainya. 

Dari penunggu toko ban, ke pemain kriket yang gagal, banting setir ke sekolah drama, begitu Irrfan Khan pernah menggambarkan perjalanan hidupnya dalam sebuah wawancara. Di National School of Drama (NSD, dari mana sebagian aktor watak di Bollywood dihasilkan), Irrfan menemukan masa depannya. Ia bertemu istrinya, Sutapa Sikdar. Ia menemukan panutan pada diri Naseeruddin Shah, seorang alumnus NSD yang menjadi bintang pujaan di dunia teater dan skena Sinema Parallel. Ia juga bertemu Tigmanshu Dulia, seorang teman kuliah yang bercita-cita jadi sutradara dan konon ingin menjadikan Irrfan sebagai hero-nya.

Irrfan jadi kameo di Salaam Bombay! karya Ratu Sinema Parallel, Mira Nair, meski penampilannya nyaris tak tersisa, disikat proses editing. Di saat yang sama, di arus utama Bollywood, dua Khan seangkatannya, Aamir dan Salman, dua bangsawan Bollywood yang lahir dan besar di studio syuting, menggebrak India dengan film cinta remajanya masing-masing, dan tak pernah melepaskan lagi kebintangannya sejak itu. Ketika Shah Rukh, Khan berikutnya, seorang pendatang asing dari Delhi, menyeruak dan kemudian memimpin di antara tiga Khan, Khan kita yang malang masih bertahan sebagai kameo di sebuah film seni yang lain, kali ini karya Tapan Sinha, Ek Doktor Ki Maut.

Irrfan membutuhkan belasan tahun untuk menyadarkan pemirsa Bollywood bahwa ada “Khan yang lain” selain yang tiga. Sebagian besar tahun-tahun itu dihabiskannya untuk bermain di serial-serial TV buruk, tempat ia dianggap sebagai pelakon tak berbakat. “Aku bahkan pernah tak dibayar karena dianggap bermain buruk oleh para pembuat sinetron itu,” katanya kepada Nosheen Iqbal dari Guardian. Merasa terjebak di serial TV, akhir ’90-an ia hampir berhenti dari dunia akting. Asif Kapadia, seorang berkebangsaan Inggris yang belakangan lebih dikenal sebagai sutradara film dokumenter olahraga, menyelamatkannya dengan mengajaknya bermain di The Warrior.

The Warrior mendapat perhatian di BAFTA, dan wajah Irrfan sedikit mulai dikenali. Tapi The Warrior tak serta merta membuatnya mendapat apa yang berhak didapatnya. Jadi polisi tidak penting atau peran pendukung tak jelas di film-film thriller murah produksi Mahesh Bhatt masih memenuhi CV Irrfan. Sampai Tigmanshu Dulia datang dengan naskah Haasil (2003).

Kawan lamanya di NSD itu mencoba mewujudkan janjinya kepada Irrfan. Setelah “magang” jadi penulis dialog di film-film sutradara-sutradara besar dan nyeni seperti Shekar Kapur dan Mani Ratnam, Tigmanshu sedang membuat film besar pertamanya. Namun, tak ada peran hero untuk Irrfan, sebab sudah diberikan kepada Jimmy Shergill, bocah ganteng baru yang mengorbit bersama Shah Rukh Khan di Mohabbatein. Haasil memberikan Irrfan penghargaan “Penjahat Terbaik”.

Maqbool yang juga rilis di tahun yang sama memantapkan kepenjahatan Irrfan. Dibuat oleh “anak magang” lain, Vishal Bhardwaj, komposer musik untuk dua sutradara maestro, yaitu Gulzar (Maachis) dan Ram Gopal Verma (Satya). Vishal baru saja sukses dengan sebuah film anak-anak dan sedang memulai proyek pertama adaptasi Shakespeare-nya. Dikelilingi para seniornya di NSD (Naseeruddin Shah, Om Puri, Pankaj Kapur, dan Piyush Mishra), Irrfan jadi Maqbool, versi India-nya Macbeth, yang membunuh dan mengambil istri majikan sekaligus bapak angkatnya. Maqbool mendapat premier di Toronto Film Festival dan mendapat layar di Cannes, namun melempem di bioskop India.

Penampilannya di Maqbool yang menggetarkan bersama Tabu mempertemukan Irrfan kembali dengan orang yang pertama memberinya kesempatan, Mira Nair. Mira memasangkan kembali Irrfan dan Tabu di The Namesake.

Sepertinya The Namesake adalah pembuka pintu bagi Irrfan ke Hollywood. Sebab, setelah The Namesake, ia muncul di The Mighty Heart, The Darjeeling Limited, dan tentu saja film yang disangka banyak orang sebagai film India, Slumdog Millionaire. Dua di antara film itu, Irrfan main dalam peran stereotipikal, yaitu menjadi polisi.

Peran sebagai hero itu akhirnya datang. Irfan jadi pemeran utama film Billu (2009), kisah seorang tukang cukur miskin yang ternyata berteman dengan superstar Bollywood. Malangnya, Billu dibiayai oleh sang superstar Bollywood di dunia nyata, Shah Rukh, lewat rumah produksinya Red Chillies. Meski diberi kredit sebagai “penampil kebetulan”, Shah Rukh mengambil porsi terlalu banyak dari apa yang direncanakan sebagai film pertama Red Chillies yang tak menjadikan Shah Rukh pemeran utama. Dibantu oleh penampilan bintang-bintang seksi yang biasa berpasangan dengan Shah Rukh, untuk mengisi lagu-lagunya, jelas sekali film ini memang tak percaya dengan kemampuan Irrfan menarik penonton. Dugaan itu benar, film itu tak laku, dan penampilan Shah Rukh tak menolong film tersebut.

Yang tak bisa dibendung, Billu memberi gambaran tentang telah munculnya Khan yang berbeda. Berdepan-depan di layar dengan Shah Rukh yang berjaket warna metalik dan pipi berurai air mata, Irrfan mendefinisikan kepahlawanannya sendiri dalam baju kumal, handuk di kepala, sepeda kumbang, dan mata sendunya.

Paan Singh Tomar (2012), sebuah biopik seorang veteran tentara dan mantan atlet Asian Games India yang kemudian menjadi bandit, adalah karakter yang akan membuat bioskop bergetar-getar jika dimainkan Khan yang lain. Di tangan Irrfan, Paan Singh adalah tetangga kita yang jadi begal karena tanahnya dirampas dan haknya tak dilindungi negara. Ia kurus karena miskin, lelah karena dendam dan rasa kecewa, dan penuh curiga karena sering dikhianati. Irrfan membuat Paan Singh yang nyata hidup kembali setelah mati ditembak polisi pada 1981. Irrfan mendapatkan National Award untuk penampilannya.

Meski mulai menjadi penampil yang rutin di Hollywood (Life of Pi, The Amazing Spider-Man, Jurassic World, Inferno), dunia tetap terperanjat oleh kemunculannya sebagai akuntan dan duda pemurung di film cinta India yang tak lazim, The Lunchbox. Apalagi ada embel-embel bunga palem ala Cannes lagi. “Oh, ada toh film India kayak gini,” begitu kebanyakan orang akan bilang. Dari The Lunchbox, orang kemudian menonton Piku, dan menemukan sopir songong yang banyak omong itu. Dua film itu akan dengan mudah jadi komedi romantis jika bukan Irrfan yang membintanginya.

Iklan

Akuntan Sajan tak pernah sempat bertemu Ila, sementara si sopir Rana hanya berakhir sebagai rekan main bulu tangkis bagi Piku. (Bandingkan: Aamir pernah jadi sopir taksi, sementara Shah Rukh menjadi pegawai PLN, tapi keduanya memperoleh cintanya.) Karena itulah, tokoh-tokoh romantik yang dimainkan Irrfan berbeda dengan kebanyakan pahlawan romantik di film India.

Irrfan seingat saya (koreksi kalau salah) tak pernah terlihat menyanyi di film-filmnya. Jika ia mesti ikut menari, ia akan menari dengan sangat canggung, seperti yang ditunjukkannya di Maqbool, atau bahkan lari menjauh seperti di Billu. Ia tahu ia tak cocok dengan itu. “Wajahku tak ada potongan bisa bikin orang jatuh cinta,” katanya suatu kali.

Irrfan jelas meremehkan dirinya. Ila jatuh cinta dengan Sajan bahkan tanpa perlu melihat wajahnya. Sementara kita, para penonton filmnya, mencintainya–mungkin diam-diam, tanpa ekspresi berlebihan, dan tak ditunjuk-tunjukkan, sebagai ekspresi standar Irrfan dalam film-filmnya–dengan seluruh tampilannya: matanya yang berkantung, berdirinya yang canggung, bicaranya yang datar dan seperti tak berselera. Kita mencintainya dengan biasa saja, sebab itulah dirinya. Tapi, menjadi biasa, di sebuah industri yang menuntut keluarbiasaan yang kadang berlebihan, menjadikannya luar biasa. “Menjadi orang biasa itu luar biasa,” demikian tagline di poster Billu.

Dan, ya, Irrfan sepertinya memang benar-benar bukan tipe pahlawan Bollywood. Ketika para Khan arus utama masih saja memainkan kisah cinta yang itu-itu saja, ia sudah selesai dengan perannya. Ia pergi terlalu awal, menghilang terlalu cepat dari layar. Namun, jelas, semua orang mencintainya. Seluruh penonton meratapinya.

“Maqbool akan menguasai Mumbai,” ramal dua polisi korup yang sekaligus dukun di film Maqbool. Irrfan, tanpa tampak terlalu keras berusaha, sebagaimana ia memainkan peran-perannya, telah menguasai Bollywood dan Hollywood dalam satu tatapan. Are yaar….

BACA JUGA Aamir Khan dan Poskolonialisme dalam Sinema Bollywood dan esai Mahfud Ikhwan lainnya.

Terakhir diperbarui pada 3 Mei 2020 oleh

Tags: FilmFilm Indiaindiairrfan khanObituari
Mahfud Ikhwan

Mahfud Ikhwan

Novelis. Pemenang pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Pemenang pertama Kusala Sastra Khatulistiwa 2017. Novel-novelnya yang sudah terbit adalah "Ulid", "Kambing dan Hujan", dan "Dawuk". Pencinta sepak bola dan film India.

Artikel Terkait

Fisioterapi: Tangan-Tangan di Belakang Layar yang Jadi Kunci Prestasi Atlet Para-Badminton.MOJOK.CO
Ragam

Pijatan Berhadiah Kemenangan: Tangan-Tangan di Belakang Layar yang Jadi Kunci Prestasi Atlet Para-Badminton

3 November 2025
Jagadesh Dilli, atlet para-badminton yang bermain dengan kaki palsu di ajang Polytron Para Badminton International 2025 di GOR Manahan, Solo MOJOK.CO
Sosok

Solo Rasa India: Cerita Kaki Palsu Kesayangan Antar Bocah India ke Babak Hidup yang Tak Terbayangkan

1 November 2025
Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara dalam Mobil! Mojok.co
Pojokan

Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara!

8 Oktober 2025
film tema perselingkuhan.MOJOK.CO
Mendalam

Main Serong di Sinema Indonesia: Mengapa Kamu Menyukai Film Bertema Perselingkuhan?

22 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.