Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Ide Jenius Ridwan Kamil untuk Menekan Angka Perceraian

Yuanita Maya oleh Yuanita Maya
11 Desember 2019
A A
ide jenius ridwan kamil untuk menekan angka perceraian di jawa barat nyumbang pohon das citarum mojok.co

ide jenius ridwan kamil untuk menekan angka perceraian di jawa barat nyumbang pohon das citarum mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Baru-baru ini Gubernur Jawa Barat Kang Ridwan Kamil membuat aturan baru bahwa mulai Januari 2020, pasutri di Jawa Barat yang hendak bercerai wajib menyumbang 100 batang pohon lewat KUA.

Sementara, calon pengantin juga diminta menyumbang, tapi jumlah lebih sedikit, 10 batang saja. Ini apa maksudnya? Apa Pemprov Jawa Barat mau mempersulit orang yang mau cerai? Ya memang kalau menurut Ridwan Kamil.

Ada beberapa kawasan kritis di Bandung Utara dan DAS Citarum bagian hulu yang jadi biang masalah saat musim penghujan tiba. Untuk restorasi, dibutuhkan 25 juta batang pohon, dan bisa tremor pemerintah kalau disuruh menyiapkan semua. Itu sebabnya masyarakat dilibatkan untuk menyumbang, baik anak-anak yang lulus sekolah, PNS yang dapat promo jabatan, pemohon IMB, dan seterusnya. Dengan besaran mulai 10 batang, pasangan yang hendak cerailah yang kena jatah paling dan sangat tinggi, yakni 100 batang.

Kang Ridwan Kamil, ini bukannya sudah jatuh tertimpa tangga?

Sebab, kata mereka—juga kata saya yang pernah bercerai—seburuk apa pun sebuah perkawinan, keputusan bercerai akan tetap terasa pahit. Jadi 100 batang pohon yang diwajibkan pada pasangan bercerai bukan cuma penalti yang mediskreditkan, bahkan sudah termasuk menyulitkan.

Tapi tunggu dulu. Bukankah sejak awal memang ini tujuan 100 batang itu? Membuat susah mereka yang mau bercerai?

Diakui atau tidak, pola perceraian kini mengalami pergeseran. Pada masa lalu perceraian didominasi oleh faktor ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (dengan kehadiran orang ketiga yang mengiringinya). Tapi belakangan ini ada dorongan baru dalam perceraian yang cukup membuat khawatir: perselingkuhan yang dipicu oleh penggunaan medsos.

Di Bekasi saja pada 2017, sebanyak 2.231 pasangan bercerai sejak Januari-September dengan pemicu medsos. Di Bandung, angka perceraian di kalangan PNS Bandung yang mencapai 20 kasus per bulan. Sejak Oktober 2018 hingga Juli 2019 Pengadilan Agama Bandung sudah menangani 4.217 perkara perceraian, belum Pengadilan Negeri. Dan dari semua itu, pasangan bercerai terdata rata-rata berumur 30-50 tahun, bahkan lebih. Ngapain coba aki-aki nini-nini cerai?

Dan seakan cerai akibat Facebook belum cukup absurd, masih ada data tambahan, yakni perceraian akibat reunian. Ternyata benar kata pepatah, jangan sekali-kali kau tinggalkan urusan yang belum selesai. Celaka kalau jaman SMP dulu kau naksir seseorang dan hanya berani memendamnya dalam diam, berharap dari kejauhan, lalu kau datang ke reuni terlihat kece, percaya diri, dan melihatnya mencuri-curi pandang ke arahmu.

Sebab, Pengadilan Agama (dan bukan di Bandung saja, tapi sampai Kalimantan segala) mencatat banyak pasangan menceraikan pasangan tak lama setelah mereka menjalin komunikasi intens dengan teman sekolah yang ditemui saat reuni.

Gimana pemerintah nggak dibikin pening? Pembangunan kan bukan semata infrastruktur berupa jalan tol (apalagi yang dananya hasil ngutang). Bukan pula sekadar meningkatkan taraf hidup dengan kegiatan perekonomian dan seterusnya yang bersifat tangible. Ada perkara intangible lain-lain yang menjadi ukuran keberhasilan satu pemimpin wilayah dalam menyejahterakan warganya, termasuk terjaminnya keluarga yang lestari di antaranya.

Kalau sudah begini, usaha mempersulit proses perceraian di kalangan pasutri seperti yang dilakukan Ridwan Kamil akan masuk dalam tindakan preventif, sebesar atau sekecil apa pun dampaknya. Cuma tindakan preventif? Sudah bagus, sebab bukankah menciptakan pernikahan sakinah mawadah warahmah adalah tanggung jawab pasangan suami istri itu sendiri? Merekalah yang punya hak, kewajiban, sekaligus wewenang untuk mendorong perkawinan ke arah mana yang mereka mau.

Jadi kebijakan Ridwan Kamil ini menawarkan tiga kemungkinan: Pertama, pasutri yang hendak bercerai malah bangga karena merasa menjadi pahlawan lingkungan, lalu bergegas mengurus perceraian.

Bagai makan buah simalakama, tentunya. Tapi jangan sedih, masih ada skenario kedua, yakni pohon-pohon yang ditanam tumbuh besar, lalu pada tahun kesekian pemerintah mengundang para penanam pohon untuk melihat bagaimana pohon-pohon mereka tumbuh besar. Di bawah naungan pohon rindang hasil sumbangan mereka, diterpa angin senja kelana yang berbisik mesra, siapa yang bisa menyangkal adanya kemungkinan CLBK? Ya, ya, itu bisa saja….

Iklan

Skenario terbaik tentu yang terakhir, yakni pasutri jadi emosi karena disuruh menyumbang, memilih, dan menanam bibit sendiri (ya, sebaiknya memang setotal itu, jadi bukan dalam bentuk mentahan saja).

Saking ribetnya mereka jadi berkata satu sama lain, “Timbang cere segini ribet. Mending kita obrolin lagi kali ya masalah kita.”

Setiap kali upaya rekonsiliasi menemui jalan buntu, mereka terpikir urusan 100 pohon yang menyebalkan itu, lalu berupaya lebih keras lagi untuk membuat cinta dan rasa percaya kembali bersemi. Hingga tibalah mereka pada titik di mana cinta akhirnya kembali menemukan jalannya….

Sampai sini harus diakui, sebagai imajinasi, ide Ridwan Kamil ini jenius.

BACA JUGA Bacaan Ringan Sebelum menggugat Cerai Pasangan atau esai YUANITA MAYA lainnya.

Terakhir diperbarui pada 11 Desember 2019 oleh

Tags: Bandungceraijawa baratpohonridwan kamil
Yuanita Maya

Yuanita Maya

Penulis, ibu rumah tangga, tinggal di Jakarta.

Artikel Terkait

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO
Esai

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Indomaret Pasteur, Saksi Penderitaan Orang Kecil di Bandung MOJOK.CO
Esai

Menyaksikan Penderitaan dan Perjuangan Orang Kecil di Bandung dari Bawah Neon Putih-Biru-Merah Indomaret Pasteur

31 Oktober 2025
Sweeping buku oleh aparat Jawa Barat: mencekal ilmu pengetahuan, masyarakat tak boleh pintar MOJOK.CO
Ragam

Derita Jadi WNI: Dipaksa Anti-Pengetahuan dan Tak Boleh Pintar, Suka Baca Buku Dianggap “Ancaman”

22 September 2025
Kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh. MOJOK.CO
Ragam

Proyek Kereta Cepat Whoosh Terlalu Eksklusif, Cuman bikin KAI dan Rakyat Menderita

10 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.