Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Hellboy dan Kiamat yang Disensor Lembaga Sensor Film Kita

Abang Kalya oleh Abang Kalya
12 April 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Hellboy datang dengan dilema karena dianggap membawa kehancuran, tapi bertekad untuk menunda kiamat. Kita nonton dengan dilema karena LSF menyensor adegan di sana-sini!

Saya diundang nonton premiere film Hellboy di Senayan City XXI tiga hari yang lalu, tanggal 9 April, 2019. Acara dimulai pada pukul 18:00 dan film dimulai pada pukul 19:00. Kedengerannya asyik banget, kan? Bahan pamer banget nggak, sih? Udahlah diundang ikut premiere, nonton gratis, bareng orang-orang penting pula. Harusnya, saya senang, dong???

Perhatikan penekanan saya pada kata (((harusnya))).

Nyatanya, pengalaman menonton saya malam itu jauuuuuh sekali dari “menyenangkan”. Loh, loh, kok, bisa gitu? Sini, sini, mari saya jelaskan.

Dari berbagai media, baik entertainment maupun film, kita tentu tahu bahwa kabarnya film Hellboy memiliki runtime sepanjang 120 menit, alias tepat selama 2 jam. Namun, dari keterangan LSF RI (singkatan dari Lembaga Senantiasa Fucking-up Lembaga Sensor Film Republik Indonesia) disebutkan bahwa film ini justru berdurasi 3.318 meter/121 menit. Ajaib, kan???

Mungkin, sebagian dari kalian ada yang mulai berpikir, “Wah, sedap banget, nih, Indonesia. Udahlah kebagian nonton duluan, dapet ekstra semenit pula! Alig, alig, alig!”

Tapi—hey—tunggu dulu. Kini, izinkan saya menghentikan Kisanak di sana dengan menyatakan bahwa hal tersebut merupakan suatu kebohongan. Anomali, lebih tepatnya.

Seperti yang saya utarakan tadi, film dimulai pukul 19:00 dan saya keluar dari bioskop pukul 21:00. Artinya, pas dong? Tidak. Itu belum cerita sepenuhnya.

Karena satu dan lain hal, saya terpaksa memasuki teater pukul 19:10. Saya sudah sangat cemas tertinggal banyak karena Hellboy merupakan film yang sudah saya tunggu-tunggu semenjak diumumkan. Namun, ketika saya memasuki teater, ternyata masih ada trailer film After yang dimainkan 2 kali. Saat itu, belum ada kecurigaan sama sekali walaupun kira-kira sudah 14 menit berlalu dari jadwal seharusnya.

Film dimulai dan saya sudah tidak sabar. Sebagai penggemar Hellboy yang sudah sedari remaja mengikuti perkembangan graphic novel serta film-filmnya yang dulu digarap oleh Guillermo Del Toro, reboot oleh Neil Marshall ini merupakan film yang sangat saya nantikan. Antusiasme saya sangat tinggi saat itu. Namun tampaknya, mereka yang sebelumnya menonton film ini di meja editing tidak memiliki antusiasme yang sama dengan yang saya miliki.

Pada sepuluh menit pertama, sudah ada adegan krusial yang dipotong. Dan, potongannya pun bukan potongan yang bagus ataupun subtle. Potongan adegan tersebut terlihat sangat blatant dan sontak membuat audiens lain tercengang. Begitu banyak yang mengeluarkan suara macam “Hah” dan “Loh?” di studio malam itu.

Saya turut berpartisipasi pada kebingungan itu malam tersebut. Saya yakin, banyak di antara kami yang masih berharap kalau hal tersebut hanya akan terjadi sekali, tapi nyatanya, pemotongan tanpa ampun berlangsung hingga akhir film.

Saya merasa beruntung diundang untuk mengikuti acara premiere ini. Tapi… Duh gimana, ya? Saya memang tidak mengeluarkan uang sepeser pun, tapi kok saya tetap merasa dirampok, ya? Memang bukanlah harta yang hilang, melainkan emotional investment saya yang direnggut begitu saja dari diri saya sebagai penonton. Terlebih, karena ini menyangkut karakter yang sangat saya sukai.

Bagitu banyak effort yang diberikan oleh mereka yang bekerja di film ini untuk membuat film ini menjadi kenyataan. Posisikan diri Anda sebagai seorang sineas: bagaimana perasaan anda mengetahui  bahwa karya yang Anda buat dirusak sedemikian rupa, kemudian ditampilkan untuk publik? Bayangkan karya yang Anda buat tidak tidak bisa dinikmati oleh publik karena mereka tidak memiliki hak untuk memilih apa yang bisa mereka lihat. It’s a labor for all and a labor of love for some, and Indonesian censorship straight up just butchered the whole thing!

Iklan

Saya masih mengenyam pendidikan untuk memasuki industri kreatif. Semakin ke sini, semakin saya sadari bahwa banyak kejanggalan dalam industri ini, terutama di Indonesia. Entah sudah berapa kali banyak pembicara yang diundang untuk berbicara di kampus saya, mulai dari orang industri hingga orang pemerintah, yang selalu menuturkan bahwa Indonesia kini mulai mendorong industri kreatif untuk maju dari berbagai sisi. Namun perkembangannya tidak sepesat yang mereka harapkan. Selalu mengimplikasikan bahwa Indonesia kekurangan insan kreatif yang memiliki inisiatif mengambil langkah ke depan.

Namun bagaimana bisa maju apa bila belenggu sebesar ini masih dibiarkan ada begitu saja?

Tiga tahun yang lalu, Nia Dinata sempat mengutarakan bahwa selama 16 tahun dirinya bergelut di dunia perfilman, Lembaga Sensor Film sekarang ini lebih mengerikan. Ketika berbicara di forum yang diselenggarakan oleh Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman, dia mengakui bahwa LSF merupakan lembaga yang sangat konservatif dan mengekang. Mereka sering kali melakukan pemotongan tanpa mempedulikan value yang ingin disampaikan.

Perlu diingat, LSF tidak melakukan pemotongan sendiri. Mereka akan menonton sebuah film sampai habis, memberi catatan time code mana yang mereka anggap problematik, lalu kembalikan lagi untuk dipotong oleh pihak film sendiri. Mereka juga menyatakan apabila pihak film tidak terima, LSF selalu menerima masukan dan terbuka untuk dialog. Namun, banyak sineas yang sudah pernah merasakan berdialog dengan pihak LSF dan semua berujung alot, dan akhirnya terpaksa mengikuti kemauan lembaga tersebut.

Indonesia menginginkan insan kreatif untuk bangkit dan berkarya supaya kita bisa thrive dalam industri ini, tapi inilah bukti nyata mengapa hal tersebut minim persentase terjadinya. Ini yang mereka lakukan terhadap produk kreatif luar. Ini vandalisme yang jelas mereka lakukan. Tidak ada apresiasi untuk sineas.

Yang masih mengganggu benak saya adalah, apakah sistem rating yang diciptakan oleh LSF tidak ada gunanya, bahkan untuk mereka sendiri? Karena bahkan dengan film berlabel merah bertuliskan label “dewasa” pun, mereka masih merasa perlu untuk melakukan pemotongan yang menurut saya tidak sepatutnya dilakukan. Untuk apa coba.,Bambang??? Apakah atas dasar ketakutan bahwa orang akan meniru? Apakah mereka takut bahwa akan ada anak kecil yang menyelundup nonton masuk?

Jika alasannya ada di antara kedua hal tersebut, sungguh, masalahnya bukan terletak pada filmnya, namun terhadap kurangnya sosialisasi sistem mereka dan kurangnya kepercayaan mereka terhadap mentalitas masyarakat. Jangan pernah salahkan karya.

Malam itu di busway menuju Blok M saya hanya bisa termenung sepanjang jalan, memikirkan dilema yang dihadapi Hellboy. Anung Un Rama. Itulah nama aslinya. Dia dianggap dapat membawa kehancuran ke muka bumi ini. Namun dengan tekadnya, dia bisa merubah keadaan: menunda kiamat.

Namun, bagaimana dengan kiamat yang mengancam kreativitas industri perfilman di Indonesia? Siapa yang bisa menundanya?

Terakhir diperbarui pada 12 April 2019 oleh

Tags: film dewasaHellboykiamatLembaga Sensor Filmpremiersensor
Abang Kalya

Abang Kalya

Artikel Terkait

film seks. MOJOK.CO
Hiburan

15 Film dengan Adegan Seks Nyata dari Asia hingga Eropa

15 September 2023
apa itu ajaran apokaliptik yang dihubungkan kematian di Kalideres.
Kilas

Apa itu Apokaliptik, Ajaran yang Dikaitkan dengan Kematian Keluarga di Kalideres?

15 November 2022
Hanya Kiamat yang Mampu Menghapus Eksistensi Mahasiswa Geografi MOJOK.CO
Esai

Hanya Kiamat yang Mampu Menghapus Eksistensi Mahasiswa Geografi

18 November 2021
ilustrasi Squid Game Versi Bokep Jepang Lebih Sesuai Konteks Ketimbang Parodi dan Jiplakan Lain mojok.co dolanan game copyright lampu merah lampu hijau
Pojokan

Squid Game Versi Bokep Jepang Lebih Sesuai Konteks Ketimbang Parodi dan Jiplakan Lain

25 Oktober 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Lagu Sendu yang Mengiringi Banjir Bandang Sumatera Barat MOJOK.CO

Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat

6 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.