Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Gudeg Jogja Menyengat Lidah Orang Surabaya, Bikin Pusing dan Hampir Saja Dia Membenci Kuliner Ini

Moddie Alvianto W. oleh Moddie Alvianto W.
4 Juli 2025
A A
Gudeg Jogja Menyengat Lidah Orang Surabaya, Bikin Pusing dan Hampir Saja Dia Membenci Kuliner Ini MOJOK.CO

Ilustrasi Gudeg Jogja Menyengat Lidah Orang Surabaya, Bikin Pusing dan Hampir Saja Dia Membenci Kuliner Ini. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Rasa manis yang menyengat

“Kalau bisa setiap hari makan gudeg, Mod,” kata Andre begitu dia sampai di Stasiun Tugu. Saya yang menjemput dan mengantarkan dia ke sebuah hotel di dekat Gramedia Sudirman.

Mendengar cita-citanya itu, jujur saja saya agak kaget. Ya kaget karena saya yakin ada yang salah dengan isi kepalanya. Meskipun namanya gudeg Jogja, ya nggak mungkin juga orang Jogja makan gudeg tiap hari. Selain karena pasti bosan, rasa manis dari kuliner ini bisa menimbulkan rasa tidak nyaman. Apalagi kalau makannya tiap hari.

Rasa manis itulah yang menyapa lidah Andre ketika kami makan siang di salah satu rumah makan gudeg legendaris di Wijilan. Dia memesan paket gudeg yang standar, dengan lauk telur, tahu bacem, dan suwiran ayam. 

Saya tidak akan membahas soal harga gudeg Jogja yang bisa sangat mahal. Kali ini saya ingin fokus ke pengalaman lidah Surabaya kena sengat rasa manis gudeg Jogja.

“Biar nggak kaget, coba cicipi dulu sedikit. Jangan langsung ke gudeg. Bisa telur dulu, atau ayam suwir itu. Biar nggak kaget lidahmu,” kata saya memberi peringatan.

“Aneh, sih, kalau makan gudeg nggak dari gudeg-nya dulu,” kata Andre membantah. Mbuh wis, batin saya.

Dan itulah yang terjadi. Andre menyendok gudeg ke mulut, disusul potongan tahu yang sudah dimasak bacem. Maka, paripurna sudah rasa manis yang menjebol mulut orang Surabaya ngeyelan satu ini.

Pusing

Awalnya biasa saja. Lama-lama, raut muka Andre menunjukkan rasa tidak nyaman. Saya tahu dia sebetulnya nggak begitu tahan dengan rasa manis gudeg kering itu. 

Buat pembaca yang belum tahun, gudeg kering adalah salah satu variasi. Jadi ada kering, ada juga basah yang mengandung “kuah” lebih banyak. Ciri khas varian kering adalah tekstur yang lebih padat.

Kepadatan ini muncul dari proses memasak yang lebih lama, sehingga sebagian besar cairan dari nangka muda dan bumbu menguap. Gudeg kering juga cenderung memiliki warna cokelat tua yang lebih pekat dan rasa yang lebih kuat. 

Itu dia. Rasa yang lebih pekat dan kuat. Apalagi rasa manis yang ia bawa. Sudah begitu, dia menyantap seporsi gudeg Jogja itu dengan tahu bacem. Komplet sudah rasa manis yang menyerbu lidahnya.

Siang itu selesai dengan Andre sukses menahan rasa manis yang membuatnya tidak nyaman. “Sebetulnya enak, tapi manis banget. Hampir nggak tertelan.” Kata Andre ketika saya mengantarnya kembali ke hotel. Dia bilang kepalanya pusing.

Pusing setelah mengonsumsi makanan atau minuman manis berlebihan bisa disebabkan oleh fluktuasi kadar gula darah yang cepat. Saat mengonsumsi makanan manis, tubuh akan memproduksi insulin lebih banyak untuk menurunkan kadar gula darah, yang terkadang bisa menyebabkan kadar gula darah turun terlalu rendah, menyebabkan pusing

Selama 2 hari kemudian, setiap sarapan, orang Surabaya ini masih kuat untuk menyantap gudeg Jogja. Saya yang asli Jogja saja sudah sangat bosan. Bahkan saya malah kangen makan Indomie goreng. Oya, selama 2 hari itu kami menyantap Gudeg Mbah Galak di Jalan Gejayan dan Gudeg Mbok Lindu. Keduanya legenda.

Iklan

Hampir saja membenci gudeg Jogja

Di hari ketiga, kami tidak sempat sarapan gudeg Jogja. Dia harus menyiapkan presentasi untuk keperluan pekerjaan. Maka, di hari keempat, kami janjian lagi. Kali ini dia hampir menyerah.

Andre sudah tidak kuat lagi dengan rasa manis dari gudeg Jogja. Sebetulnya saya nggak yakin dia nggak kuat. Mungkin dia cuma bosan saja. Orang lokal saja sudah “muak”, apalagi lidah Surabaya. 

Menurut saya, banyak orang yang “gegabah” memaksa dirinya makan gudeg Jogja padahal tidak toleran terhadap rasa manis. Ya kalau memang mau agak nekat, sebaiknya riset dulu. Misalnya, kalau boleh menyarankan, kalau baru pertama makan gudeg, bisa minta tambah areh.

Jadi, areh adalah semacam santan kental yang sudah mendapat tambahan bumbu. Bumbu kental ini biasa dipakai sebagai tambahan untuk gudeg atau nasi liwet Solo. Rasa dari areh ini cenderung gurih karena berasal dari santan dengan tambahan asin garam. Ada juga yang menambahkan gula jawa sehingga warnanya rada pekat.

Nah, di beberapa warung gudeg Jogja sendiri, rasa areh-nya cenderung gurih. Jadi, tambahan bumbu ini bisa mengimbangi manisnya gudeg. Namun, kamu harus hati-hati. Namanya saja Jogja, banyak makanan jatuhnya manis. Nggak heran kalau rasa areh-nya lebih sedikit manis. Areh di gudeg Solo kayaknya lebih bersahabat.

Diselamatkan gudeg mercon

Hari keempat kami janjian untuk makan malam. Saya mengusulkan sesuatu yang berbeda, yaitu gudeg mercon. Kalau gudeg Jogja pada umumnya memang manis, maka varian “mercon” ini menawarkan hal baru. Ia menjadi perpaduan rasa manis, gurih, dan tentu saja pedas. Malam itu, kami makan di Gudeg Mercon Bu Tinah yang beralamat di di Jalan Asem Gede No.8, Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta.

Gudeg Jogja satu ini sepertinya memang sudah menjadi legenda. Apalagi sejak Nex Carlos meliput Bu Tinah, jumlah pembeli di sana meningkat drastis. Nah, untung saja, saya dan Andre datang sebelum Nex Carlos bikin konten di sana. Jadi antreannya masih lebih “manusiawi”.

Kami datang sekitar pukul 10 dan antrean tidak terlalu panjang. Melihat gudeg yang nggak terlalu pekat cokelat, dengan sayur tempe bertabur lombok rawit, Andre terlihat lega. Dan di suapan ketiga dia bilang, “Gudeg Jogja harusnya ya begini.”

Saya menjelaskan kalau setiap daerah punya kekhasan dan lidah Surabaya miliknya yang harus adaptasi, bukan kulinernya. Tapi Andre tak terlalu mendengarkan saya. Dia asik mengunyah lombok rawit dan krecek itu. Mungkin separuhnya dia lega karena nggak lagi makan gudeg Jogja yang terlalu manis.

Hari kelima kami absen makan gudeg dan sebelum dia pulang ke Surabaya, kami ke Gudeg Mercon Bu Tinah sekali lagi. Saya sih bersyukur, berkat Bu Tinah, teman saya tidak membenci gudeg Jogja. 

Mungkin memang begitu lidah Surabaya. Lidah tertentu yang butuh sensasi perjuangan. Di titik ini saya bersyukur untuk kedua kalinya dan berterima kasih kepada kreativitas juru masak. Tanpa kreativitas gudeg mercon, banyak orang yang tidak toleran rasa manis jadi bisa ikut menikmati gudeg Jogja.

Penulis: Moddie Alvianto W.

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Nyatanya, Gudeg Jogja Terkenal dan Mahal Itu Kalah Enak Dibandingkan Gudeg Emperan Pinggir Jalan dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 4 Juli 2025 oleh

Tags: areh gudeggudegGudeg Jogjagudeg Jogja manisgudeg keringGudeg Mercon Bu Tinahgudeg wijilanJogjaSurabaya
Moddie Alvianto W.

Moddie Alvianto W.

Analis di RKI. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

Jogja Macet Dosa Pemerintah, tapi Mari Salahkan Wisatawan Saja MOJOK.CO
Esai

Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah

23 Desember 2025
Pasar Kolaboraya tak sekadar kenduri sehari-dua hari. Tapi pandora, lentera, dan pesan krusial tanpa ndakik-ndakik MOJOK.CO
Liputan

Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik

23 Desember 2025
Benarkah Keturunan Keraton Jogja Sakti dan Bisa Terbang? MOJOK.CO
Esai

Benarkah Keturunan Keraton Jogja Sakti dan Bisa Terbang?

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Warteg Singapura vs Indonesia: Perbedaan Kualitas Langit-Bumi MOJOK.CO

Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi

22 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Pasar Kolaboraya tak sekadar kenduri sehari-dua hari. Tapi pandora, lentera, dan pesan krusial tanpa ndakik-ndakik MOJOK.CO

Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik

23 Desember 2025
Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025
Anugerah Wanita Puspakarya 2025, penghargaan untuk perempuan hebat dan inspiratif Kota Semarang MOJOK.CO

10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua

23 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025

Video Terbaru

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.