MOJOK.CO – Ada kesamaan penyebab sambat bagi orang Prancis dan orang Indonesia, yakni musim. Musim dingin di Prancis. Musim politik di Indonesia.
“Nyebahi banget, pagi-pagi udah dikasih cuaca dingin dan mendung. Mana tadi di Stasiun Montparnasse aku nunggu kereta lama banget gara-gara ada barang tidak dikenal yang ketinggalan,” ucap Mbak Annaëlle untuk menjawab pertanyaan saya tentang kabarnya pagi itu.
Oh iya, Mbak Annaëlle ini adalah salah satu rekan kerja saya saat masih tinggal di Paris, Prancis.
Saat itu, mendengarkan sambatan rekan kerja pada pagi hari seperti sudah menjadi rutinitas saya. Bahkan hidup akan terasa aneh apabila semuanya berjalan normal dan baik-baik saja sehingga tiada kalimat sambat yang terucap dari rekan satu ruangan saya yang kebanyakan adalah orang asli Prancis.
Sambatan mereka pun beranekaragam. Mulai dari nggak punya kopi, kehabisan gula, air mampet, kereta yang terlambat, tetangga yang berisik, antrean mengular di toko roti, ataupun cuaca.
Wes pokoknya lebih sering tentang hal-hal yang mungkin menurut sebagian orang Indonesia, termasuk saya, adalah sesuatu yang remeh temeh. Sepele.
Perkara orang Prancis dan cuaca, saya pernah melakukan observasi sederhana. Berdasarkan pengamatan saya, suasana hati dan frekuensi sambat warga Prancis sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan musim.
Misalnya saat musim panas, yaitu sekitar bulan Juli-Agustus, kita dapat dengan mudah melihat senyum yang mengembang dari wajah mereka. Pakaian yang mereka kenakan pun berwarna-warni dan lucu-lucu.
Cuaca cerah dan matahari yang baru terbenam sekitar pukul 10 malam juga turut berperan dalam memotivasi mereka untuk lebih memilih menghabiskan waktu di luar rumah. Menyenangkan.
Beda lagi saat musim dingin yang puncaknya terjadi pada bulan Januari-Februari. Siang hari yang pendek, cuaca cuma satu digit hingga minus (alias dingin banget), masih sering turun hujan atau salju, serta sinar matahari yang masih jarang adalah paket lengkap siksaan psikis.
Tidak hanya bagi pendatang dari kawasan tropis seperti saya, tapi juga bagi warga lokal, termasuk Mbak Annaëlle tadi.
Saat musim dingin, kalian jangan berharap bakalan sering melihat wajah-wajah bahagia penuh senyum merekah. Yang ada justru raut cemberut didukung dengan warna kostum seragam, hitam atau abu-abu.
Belum lagi frekuensi sambatan yang makin meningkat. Orang mengeluh sak wayah-wayah. Suram pokoknya, seolah-olah dunia sudah mau kiamat aja. Menyebalkan.
Bahkan penelitian yang dilakukan oleh The Economist terhadap kebiasaan pengguna platform musik Spotify dalam 1 tahun di 30 negara juga mengkonfirmasi fenomena ini. Lagu-lagu tersedih ternyata paling sering didengarkan saat bulan Februari.
Sebaliknya, Juli-Agustus para pengguna Spotify lebih sering menikmati lagu-lagu yang penuh kebahagiaan. Atau mungkin cuma otak atik gathuk? Entahlah.
Nah, perkara sambatan orang Prancis, saya juga mengamati bahwa mereka cukup terobsesi dengan testikel alias buah zakar. Buktinya ada cukup banyak ekspresi dalam bahasa Prancis yang menggunakan kata buah zakar (les couilles) di dalamnya.
Saya berikan beberapa contoh ya. Pertama, saat mereka merasa tidak nyaman dalam sebuah situasi, misalnya karena terlalu lama menunggu, mereka akan berucap, “Je me pèle les couilles.” Aku akan menguliti buah zakarku.
Kedua, pas mereka lagi kesal dengan situasi tertentu, misalnya pas Mbak Annaëlle main ke Jogja njuk banyak polusi mata dalam bentuk baliho kepak sayap maupun kerja untuk 2024, maka kalimat yang diucapkan olehnya adalah, “Ça me casse les couilles.” Ini benar-benar udah merusak buah zakarku.
Njuk misalnya mereka udah benar-benar nggak peduli dengan semua yang terjadi alias luweh, mereka bakalan bilang, “Je m’en bats les couilles.” Aku akan memukul buah zakarku.
Hah? Kalau kamu emang udah nggak peduli lagi ya tolong jangan melukai diri sendiri gitu dong, Bonaparte.
Wes pokoknya semua yang bermasalah selalu disebut sebagai buah zakar. Ada kabel mbundet? Itu adalah les couilles. Hapenya nggak bisa nyambung internet? Buah zakar!
Kalau diibaratkan sebuah meme Toy Story, Buzz akan berkata pada Woody, “Look Woody, buah zakar everywhere.”
Tapi menurut saya ungkapan sambat itu memang sangat diperlukan dalam kehidupan orang Prancis, terutama saat musim dingin. Aktivitas sambat kayak gitu, yang memicu adrenalin, mempercepat metabolisme tubuh (karena marah-marah), mungkin dilakukan karena kegiatan itu bisa bikin tubuh jadi sedikit lebih hangat.
Wajar sih, orang-orang Eropa kayak mereka kan punya kebiasaan rela melakukan apa saja demi bisa mendapat kehangatan di musim dingin. Mereka aja rela menjelajahi seluruh dunia, demi bisa mendapat rempah-rempah yang bisa membantu menghangatkan badan.
Kalau kolonialisme aja mereka jabanin untuk menghadapi musim laknat itu, ya kalau sekadar sambat yang nyangkut-nyangkut soal buah zakar, itu mah sepele aja bagi bangsa mereka.
Dari kesimpulan itu, saya jadi ingat salah satu nasihat Cak Nun. Manusia itu kalau lagi kena masalah, sekali dua kali mungkin masih dapat mengambil hikmah dan mengucap nama Tuhannya. Semua akan indah pada waktunya lah, semua pasti ada hikmahnya lah.
Halah, kalau kena masalah terus-terusan, ya sudah udah kayak wajib hukumnya kalau mau sambat. Kalau bisa ya, misuh aja wes.
Dan sama seperti orang Prancis yang suasana hatinya tergantung musim, orang-orang Indonesia juga sebenarnya sering sambat karena soal musim.
Musim politik misalnya. Itu musim yang selalu penuh dengan sambatan. Bahkan kalau udah musim ini, sambat soal buah zakarnya orang Prancis akan terdengar amatir di telinga orang Indonesia.
Ditambah lagi kalau belum masuk musimnya tapi politisinya udah pada buru-buru menyambutnya. Jargon di mana-mana, baliho di mana-mana, nebeng prestasi orang (atlet terutama) ada di mana-mana. Udah kayak jual payung di musim durian.
Nah, musim kayak gitu yang bikin banyak orang Indonesia sambat di mana-mana.
Belum ditambah situasi pagebluk seperti sekarang ini, hampir setiap hari orang Indonesia dipaksa lihat sama denger realitas tingkah politikus yang menjijikkan. Bansos dikorupsi, KPK dikebiri, hukum tumpul ke atas dan tajam ke rakyat sendiri.
Dan hampir sama seperti orang Prancis, fungsi sambat bagi orang Indonesia juga untuk menghangatkan tubuh. Cuma karena cuacanya udah hangat, jatuhnya bukan hangat lagi, tapi panas. Saking panasnya, sampai kayak mau perang saudara aja rasanya.
Selain itu, ada beda lagi antara sambatnya orang Prancis dan orang Indonesia.
Orang Indonesia kalau mau sambat itu (mau keadaannya separah apapun) nggak bisa sembarangan dan masih harus penuh aturan. Orang Prancis enak kalau mau sambat masih dilindungi HAM.
Orang Indonesia? Kalau sambat… yang disambati lah yang dilindungi HAM. Muter lewat UU ITE lagi.
BACA JUGA Panduan Misuh yang Halus, Baik, dan Benar untuk Dipakai di Kehidupan Sehari-hari atau tulisan Bachtiar W. Mutaqin lainnya