MOJOK.CO – Nggak usah terlalu kaget kalau hasil riset panjang SETARA Insitute menunjukkan Felix Siauw jauh lebih laku ketimbang Quraish Shihab dan Gus Mus.
Ketika isu prostitusi online menimpa seorang artis perempuan masih anget-anget tai ayam, seorang mahasiswi—adik tingkat saya di jurusan—tiba-tiba mengirimi saya pesan wasap. Sebuah pesan yang alih-alih layak disebut sapaan namun lebih cocok dinyatakan sebagai perangkap sekaligus uji coba keimanan.
Orang-orang yang dikaruniai perangai jenis ini, biasanya juga dilengkapi sensor motorik berupa sopan santun yang berlebih. Kepada saya, ia membuka percakapan di wasap dengan kalimat “Assalamualaikum” beraksara Arab.
Saya segan sekaligus canggung, karena hampir semua kawan saya selalu mengawali pesan wasap dengan “P” “P” “P”, atau jika keinginan untuk berbuat baik mencapai titik puncak, dorongan untuk mengucapkan salam akan terbersit juga, tetapi mereka sering melanjutkan dengan kalimat, “jawab salam, yang nggak jawab PKI, Xixixi”.
Setelah saya menunaikan salah satu perilaku yang hukumnya wajib bagi umat muslim (baca: jawab salam), mahasiswi itu, tanpa tedeng aling-aling, meminta saya untuk menghapus status wasap yang saya bagikan.
Dilanjutkan dengan pesan berantai seperti materi khotbah yang mirip dengan sungai di musim kemarau; dangkal sekaligus kering. Kemudian diakhiri dengan suatu kalimat yang tak mungkin terlewat, “Maaf hanya mengingatkan,” disertai emotikon sejuta umat.
Tentu saya langsung manut, bukan karena merasa bersalah, tetapi memang enggan memperpanjang sesuatu yang sejatinya sepele—perlu antum ketahui, hal semacam itu kadang perlu juga untuk mencapai titik namaste.
Meski manut, tetap saja ada sesuatu yang menggelitik saya dan tak bisa disamarkan. Ia, di tengah typing teks wasap itu, dengan sangat gamblang mengatakan bahwa poster yang saya bagikan di status wasap termasuk dalam kenakalan pikiran, jauh lebih berbahaya dari kenakalan perbuatan.
Poster itu bertuliskan; “stop persekusi, setiap manusia memiliki otoritas penuh terhadap tubuh masing-masing,” disertai latar gambar sang artis.
Bahwa ia tak setuju dengan itu, ya silakan. Jika menurutnya isi kampanye dalam poster bertentangan dengan tafsir dalam teks agama yang ia percaya—yang kadangkala patrirkal, ya monggo.
Yang bikin saya ngakak dan menghadirkan tanya, ya cuma itu, klasifikasi sembarang terhadap jenis-jenis kenakalan dan mengapa ia menganggap kenakalan pemikiran itu jauh lebih berbahaya dari perbuatan.
Bisakah seseorang—dengan sengaja—menyeleding nenek renta yang sedang nyebrang jalan raya dianggap lebih mendingan dari orang yang memiliki pikiran ingin meruntuhkan bias gender masyarakat, misalnya? Hehe, bingung kan, My lov~
“Iya saya hapus, ya. Omong-omong, soal jenis-jenis kenakalan itu kamu tahu dari siapa?”
“Dari Ustaz Felix Siauw, Kang!!!”
Ia menjawab dengan mantap menggunakan tiga tanda seru (tanpa angka 1), yang jelas lebih sunah. Darinya juga kemudian saya tahu, Ustaz Felix Siauw adalah keajaiban yang dimiliki bagi bangsa Indonesia.
Sebagai sosok muslim inspiratif yang mahir dalam segala disiplin ilmu, Ustaz Felix Siauw memang fenomena. Bidang kedokteran moncer, psikologi ya ahli, antropologi jangan ditanya, hingga ilmu memikat umat unyu nan militan ia sudah khatam. Pokoknya sosok ustaz cum organisatoris ulung.
Setelah saya pikir-pikir lagi, memang jarang ada jenis manusia seperti ini pada zaman seperti sekarang—terlebih punya profesi sebagai pendakwah.
Ustaz Felix Siauw selalu bisa menjawab dengan lancar setiap pertanyaan yang diajukan dengan beragam tema. Kelasnya sudah beda dengan kita yang baru ditanya kapan menikah pas lebaran doang langsung ngamuk di sosial media lalu jadi macan. Huvt.
Dengan modal itulah setiap dakwah My Lord Felix Siauw begitu membekas di hati penonton. Dari modal yang sama, beliau jadi gampang sekali populer tanpa perlu panjat sosial.
Jadi nggak terlalu kaget saat SETARA Insitute melalui riset sepanjang Februari hingga April 2019 mengumumkan bahwa di Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Institut Teknologi Bandung (ITB), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Mataram (Unram), dan Universitas Airlangga (Unair), My Lord Ustaz Felix Siauw jauh lebih populer bahkan ketimbang guru kita semua macam Prof. Quraish Shihab atau Gus Mus.
Meski menurut Halili, direktur riset SETARA Institute, kecenderungan itu muncul dari mahasiswa dengan latar belakang Islam yang eksklusif.
Pada kenyataannya banyak kok mahasiswa yang moderat dan inklusif tetap doyan menonton beliau. Sebab pada akhirnya, dakwah bergantung dari kemasan, My Lord Felix Siauw berhasil membawa gagasan konservatif dengan bungkus pop, kadangkala juga membawa problematika serius dengan cara instan.
Di zaman yang serba gesit dan irit ini kita tentu ingin memahami sesuatu dengan cara cepat. Itulah mengapa buku dengan judul “Cara Cepat Menjadi Kaya dalam Waktu Satu Minggu” atau “Tips Mencari Jodoh Secepat Anda Mengedipkan Mata” laris manis di pasaran.
Selain itu, pada beberapa video yang melintas di linimasa, bisa ditarik kesimpulan bahwa metode tanzir atau memberi ancaman ternyata jauh lebih jitu ketimbang memberikan pemahaman. Hal yang juga sering dipakai sebagai jurus maut Ustaz Felix Siauw ketika berdakwah.
Begini berarti otomatis haram, dan hukumannya neraka sedangkan begitu artinya halal dan ganjarannya masuk surga, tanpa peduli pada interpretasi lain terhadap teks agama yang beragam.
Ustaz Felix Siauw seolah paham betul, remaja tanggung seperti saya selalu takut terhadap ancaman. Halah, jangankan ditakut-takuti neraka yang panas, lha wong diancam spoiler Avengers: Endgame saja saya udah kesurupan 7 hari 7 malam.
Sedangkan Prof. Quraish Shihab malah sebaliknya, beliau tidak menghadirkan kebenaran tunggal sebagai pegangan.
Ketika, kita diajak bertamasya pada khazanah keilmuan islam yang begitu luas. Bagi orang-orang yang ingin saleh dalam waktu hitungan detik dan menganggap kuota 100-200 KiloBytes begitu berharga, mendengarkan Quraish Shihab jelas perkara yang menjengkelkan. Udah lama, boros lagi.
Jadi tak perlu heboh lah jika memang Ustaz Felix Siauw jauh lebih populer ketimbang Abi Quraish atau Gus Mus.
Bahkan, bukan hanya dikenal di berbagai perguruan tinggi bergengsi saja, prediksi saya nama besar Ustaz Felix Siauw akan terus semakin populer menguasai darat via gerakan mahasiswa, menggaung di udara pakai TOA, dan melintasi laut pakai kuota.
Jaya di darat, laut, dan udara.