Penyebab nilai dolar ke rupiah tembus 17 ribu
Nah, pemicu utama kondisi ekonomi dunia saat ini nggak baik-baik saja sehingga berpengaruh pada nilai dolar ke rupiah itu ada beberapa hal. Pertama, kebijakan Amerika Serikat yang melakukan pengetatan makro ekonominya.Â
Mulai dari The Fed menaikan suku bunga supaya orang-orang dari seluruh dunia menarik USD-nya untuk dimasukan ke instrumen keuangan di Amerika. Akibatnya, peningkatan tarif impor Amerika Serikat yang membuat permintaan USD di Amerika Serikat sendiri jadi makin tinggi.
Lah, orang-orang Amerika Serikat butuh USD lebih banyak karena tarif impor dari beberapa negara ke negara mereka sendiri naik karena Trump. Kondisi itu membuat USD jadi menguat nilainya. Ia dianggap aset yang aman dan menjanjikan. Efeknya, permintaan USD jadi tinggi dan nilai dolar ke rupiah menguat.
Penyebab dari internal Indonesia
Saat ini, kondisi neraca perdagangan dan transaksi berjalan terbilang mengkhawatirkan. Harga produk unggulan ekspor seperti batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), dan nikel lagi turun-turunnya.Â
Secara bersamaan, impor negara kita justru meningkat. Terutama untuk memenuhi kebutuhan konsumsi menjelang Lebaran serta kebutuhan bahan baku dan barang modal bagi sektor industri. Kalau sudah bicara impor, tentu negara ini membutuhkan USD, kan? Makanya, nilai dolar ke rupiah naik.
Selain itu, tekanan terhadap rupiah juga datang dari sisi korporasi. Menjelang akhir kuartal, banyak perusahaan melakukan pembayaran utang luar negeri atau pembagian dividen kepada investor asing. Tentu, mayoritas menggunakan USD.
Nggak lupa juga adanya perkara stabilitas politik dan ketidakjelasan regulasi. Ada istilah country risk atau sovereign risk. Istilah ini menggambarkan sejauh mana sebuah negara bisa dipercaya untuk menjaga kepastian dan stabilitas dalam jangka panjang.
Investor asing, tidak hanya fokus kepada pertumbuhan ekonomi dan inflasi, tetapi juga memperhatikan sinyal lain. Mulai dari regulasi yang berubah-ubah, kebijakan ekonomi tidak terprediksi, hingga lembaga independen seperti bank sentral dan pengadilan terintervensi.Â
Maka, kepercayaan investor mulai goyah. Ini juga bisa memicu naiknya nilai dolar ke rupiah.
Semakin tinggi risiko inkonsistensi dan intervensi politik, semakin besar risk premium yang diminta. Bahkan bisa mendorong arus modal keluar. Bukan karena lemahnya ekonomi, tetapi karena hilangnya kepercayaan terhadap sistem. Kombinasi semua itu mengakibatkan nilai dolar ke rupiah menguat. Sementara nilai tukar rupiah jadi makin melemah.
Inflasi?
Kalau situasinya berlanjut, tentu akan memicu inflasi. Nah, Inflasi yang makin tinggi membuat Bank Indonesia menaikan suku bunga untuk menekan uang beredar.Â
Efeknya tentu bunga kredit jadi naik, konsumsi masyarakat melemah, dan investasi di sektor riil jadi lesu. Di sisi lain, utang luar negeri, baik milik pemerintah maupun swasta dalam bentuk USD harus dibayar lebih mahal dalam rupiah. Otomatis, nilai dolar ke rupiah naik.
Belum lagi kalau pasar keuangan ikut panik. Kita sudah diperlihatkan tuh, investor asing buru-buru cabut dari pasar saham, bikin IHSG turun drastis.
Sekarang, masyarakat harus ngapain nih?Â
Saya coba himpun beberapa saran dari para ekonom dan perencana keuangan terkait antisipasi menghadapi krisis ekonomi. Sebuah kekhawatiran setelah nilai dolar ke rupiah setinggi ini.
Pertama, memperkuat dana darurat, khususnya di momen naiknya nilai dolar ke rupiah kayak saat ini. Kalau belum punya, segera mulai dari sekarang.
Kedua, mengurangi keinginan dan utang konsumtif. Udah, tahan dulu beli barang mewah, apalagi yang produksi luar negeri. Nilai dolar ke rupiah lagi tinggi.
Jangan memaksa utang demi gengsi. Ketika krisis, kamu nggak bisa bergantung ke orang lain. Diri sendiri yang jadi tumpuan.
Ketiga, memperbanyak keterampilan untuk mendorong diversifikasi pendapatan. Silakan tambah skill baru supaya ada side job demi tambahan pendapatan. Nambah skill juga membuat kita jadi lebih kreatif. Kalau sumber pendapatan bertambah, uang untuk investasi atau dana darurat juga bertambah, kan?
Keempat, hindari instrumen investasi berisiko tinggi. Nggak usah coba-coba cryptocurrency. Kalau uang terbatas, sebaiknya hindari juga saham dalam negeri.Â
Kalau tren ekonomi dalam negeri sudah membaik, barulah kamu bisa mencoba untuk investasi saham. Saya pribadi lebih merekomendasikan emas atau reksadana (pasar uang dan pendapatan tetap) untuk melindungi harta kita.
Kelima, membangun portofolio sosial. Fokus pada membangun reputasi dan kontribusi sosial di masyarakat. Pasalnya, orang yang punya posisi sosial kuat dan bagus, biasanya lebih dulu dapat akses bantuan atau kolaborasi saat krisis.
Selain itu, yang perlu kita perhatikan adalah bertahan hidup saat krisis bukan cuma perkara uang. Ini soal ketahanan sosial, kreativitas, dan kemampuan adaptasi.Â
Mereka yang bisa “berpikir lateral” dan membangun kekuatan mikro (jaringan, keterampilan, reputasi sosial) akan lebih tahan daripada yang hanya fokus simpan uang.
Uang bisa lari, tapi ketahanan mental dan sosial kita yang jadi penentu, bertahan atau tumbang. Dan ingat, jangan lupa berdoa.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Naiknya Kurs Dolar Bikin Utang Numpuk dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.












