Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Dilema Mahasiswa Rantau Saat Pemilu: Pulang dan Datang ke TPS atau Golput?

Ravi Oktafian oleh Ravi Oktafian
18 Maret 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sebagai mahasiswa rantau, pemilu kali ini cukup bikin galau. Lantaran, susah memutuskan lebih baik pulang dan datang ke TPS atau golput aja?

Demi menyongsong masa depan yang cerah, anak-anak desa seperti saya kudu rela menukarkan hari-hari bersama keluarga dengan mencari ilmu di perguruan tinggi. Berharap setelah lulus nanti bisa jadi abdi negara atau kebanggaan keluarga, bangsa, dan agama. Eh kelupaan, juga kebanggaan yayank maupun mertua.

Naas, perguruan tinggi yang top markotop itu pasti letaknya di kota-kota besar kayak Semarang, Jakarta, Bandung, Jogja, atau Surabaya. Ndak ada tuh yang kampusnya di tengah-tengah hamparan sawah atau di hutan belantara. Sayangnya, kota-kota besar tersebut kok, ya, jauh dari kampung halaman saya.

Kesibukan kami sebagai mahasiswa rantau, membuat kami tak memiliki banyak waktu. Pulang ke rumah tiap hari untuk bertemu orang tua terkasih atau mamam masakan emak, hanya khayalan semata. Kadang-kadang kondisi memaksa kami untuk pulang hanya saat liburan semester datang.

Saya sendiri kuliah di Semarang dengan perjalanan sampai ke rumah hanya 5 jam. Itu saja, pulangnya 4 bulan sekali. Coba, kalau teman-teman saya yang dari luar Jawa kaya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya. Kemungkinan besar, mereka hanya bisa pulang saat lebaran Idul Fitri tiba, alias setahun sekali. Ongkos dan jarak yang jauh tentu menjadi pertimbangan.

Nah, tanggal 17 April tahun ini, Indonesia sedang punya hajat besar. Perhelatan politik praktis yang diwujudkan dalam pilpres dan pemilu. Memilih presiden beserta wakilnya. Sekaligus para wakil rakyat yang mudah-mudahan nggak jadi tikus-tikus berdasi nantinya. Aminnn….

Sejak beberapa bulan yang lalu, para calon ini telah berkampanye. Mencoba menarik suara rakyat di akar rumput dan juga perkotaan. Mengemis dukungan sana-sini. Semua dilakukan demi hari puncak tanggal 17 itu.

Sepertinya pada tanggal itu, semua instansi pendidikan maupun birokrasi pemerintah diliburkan. Pastilah kampus saya juga. Wah lumayan nih, jadinya kami para mahasiswa rantau, mendapat tambahan waktu berleha-leha di kos meski tak ada tanggal merah.

Sebenarnya, menjadikan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional ditujukan agar semua masyarakat Indonesia kaya pelajar, pendidik, pegawai negeri dan lainnya, bisa memberikan suaranya pada pilpres maupun pemilu yang kebetulan diadakan bersamaan kali ini.

Ya, tapi sayang sekali. Libur yang disediakan oleh pemerintah hanya pada tanggal 17 itu, cuma sehari, Kisanak. Buat tidur sampai mimpi terbang ke langit ketujuh aja nggak cukup, loh. Dua puluh empat jam adalah waktu yang singkat. Ujung-ujungnya, kami para mahasiswa rantau hanya terjebak pada dilema yang bikin pusing berkepanjangan.

Kalau dilihat di kalender, tangal 17 sih hari Rabu. Ayo kita coba hitung-hitungan. Kuliah itu mulai hari Senin. Nah, hari efektif adalah 5 hari dari Senin sampai Jumat. Sementara Sabtu dan Minggu libur. Hari Rabu libur pilpres. Nah, ternyata hari Jumat adalah tanggal merah. Tertulis di kalender kalau Jumat itu Hari Wafatnya Yesus Kritus. Otomatis untuk menghargai hari tersebut, kami semua pasti diliburkan.

Dalam hal ini, ada hari Kamis yang menjadi pengganjal kami para mahasiswa rantau untuk memberikan suara di TPS. Mengapa demikian?

Masalahnya, Kamis adalah Harpitnas alias Hari Kecepit Nasional. Tidak ada pandang bulu, pasti akan tetap dilaksanakan perkuliahan pada hari itu. Padahal itu sungguh hari yang kecepit. Kecepit, Kisanak. Ah, ingin saya berkata kasar.

Sebagai warga negara yang baik, sungguh, kami ingin sekali menyalurkan suara untuk memilih pemimpin demi keberlangsungan masa depan bangsa. Satu suara dari kami, bukankah katanya turut andil dalam mengubah nasib bangsa ini?

Iklan

Memang, sih, sudah dibuatkan mekanisme khusus bagi kasus mahasiswa rantau seperti kami ini. Yakni, bisa ikut tetap memilih di TPS terdekat dari domisili tempat tinggal sekarang. Tapi bagi saya, ini terlalu ribet, dan ngurusnya cukup menyita waktu. Ya, maklum lah, kami ini kan manusia super sibuk yang tidur saja cuma hitungan jam.

Tapi, apa boleh dikata. Kewajiban ngampus pada hari kecepit nasional di antara Rabu dan Jumat kudu tetap dilaksanakan. Ini demi cita-cita mulia yang sudah saya sebutkan di awal.

Saking bingungnya dengan keadaan ini, saya sampai harus menanyakan solusinya pada teman yang terkenal arif dan bijak di antara teman-teman lainnya. Bisa dibilang, dia yang dituakan dan menjadi rujukan saat masalah menimpa. Sebut saja namanya Petruk.

“Truk, menurutmu, aku kudu balik rumah nggak pas pilpres besok?” tanya saya. Dia merenung mendengar pertanyaan saya. Seperti seseorang yang lagi mikir negara. Cukup lama dia terdiam, lalu dia nyeletuk, “Mending kamu balik aja, deh.”

Mendengar jawabannya itu, saya sempat berpikir. Mencoba menghitung presensi kehadiran. Jika nanti saya pulang kampung untuk datang ke TPS, berarti saya harus mbolos dong, pas hari Kamisnya? Ehm, maksud saya, biar bisa bablas gitu dari hari Rabu sampai Minggu di rumah. Lumayan, kan, libur 5 hari bisa buat istirahat dulu di rumah.

Namun, seketika hati kecil saya berbicara, “Hus, jangan mbolos kuliah. Nggak baik, loh.” Hmmm, benar juga. Kan, tujuan utama saya berada di kota ini, hendak berkuliah.

Kalau saya mbolos, terus tiba-tiba pas hari Kamis tanggal 18 April ada pre-test yang nilainya memiliki bobot besar dalam akumulasi IP, bagaimana? Belum lagi kalau nggak dapat nilai dan harus mengulang mata kuliah terkait di semester selanjutnya. Bukannya, nanti malah menghambat saya untuk lulus sesegera mungkin?

Mengundur waktu kelulusan, sama saja memperkeruh masalah. Ibu bapak saya, mesti mencari biaya tambahan gara-gara saya mbolos, di kemudian hari. Itu artinya, beban mereka jadi bertambah. Waduh, kok malah jadi panjang gini, yak, urusannya?

Lantas, apa iya, saya sebagai mahasiswa rantau harus golput?

Hmmm, tolong, dong, Pak Ketua KPU, kasih solusi yang konkret. Hari Kamisnya dibikin libur juga, kek. Apa gimana, gitu. Jadi, kan, saya dan mahasiswa rantau yang lain bisa pulang dengan tenang. Pulang untuk memberikan suara dan memilih para calon koruptor wakil rakyat serta pemimpin bangsa ini untuk periode 5 tahun ke depan. Sungguh, kami merasa dilema, Pak.

Terakhir diperbarui pada 18 Maret 2019 oleh

Tags: golputmahasiswa rantaupemiluTPS
Ravi Oktafian

Ravi Oktafian

Mahasiswa Studi Sejarah Universitas Diponegoro. Editor dan penulis aktif dalam buletin “Prasasti” Himpunan Mahasiswa Sejarah.

Artikel Terkait

Presidential Threshold, MK.MOJOK.CO
Aktual

Penghapusan Presidential Threshold adalah Langkah Maju Bagi Demokrasi

3 Januari 2025
Pemilu 2024 Selesai, Petugas KPPS Balik Setelan Pabrik: Jelas Mancing, Mabar, Slot! MOJOK.CO
Ragam

Pemilu 2024 Selesai, Petugas KPPS Balik Jadi Kaum Korea: Jelas Mancing, Mabar, Slot!

15 Februari 2024
Cerita Ibu Rumah Tangga di Semarang Dapat Serangan Fajar 4 Parpol, tapi Tetap Golput karena Bukan DPT.mojok.co
Ragam

Cerita Ibu Rumah Tangga di Semarang Dapat Serangan Fajar 4 Parpol, tapi Tetap Golput karena Bukan DPT

15 Februari 2024
Kerja di Lembaga Quick Count Pemilu Ternyata Sama Capeknya dengan Anggota KPPS.mojok.co
Aktual

Cerita Petugas Quick Count Pemilu: Hasil Sering Diremehkan Meski Saat Bekerja Sama Capeknya dengan Anggota KPPS

15 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.