Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Dalil pun Ada Jenis Kelaminnya, Lho!

Edi AH Iyubenu oleh Edi AH Iyubenu
28 Juni 2019
A A
Dalil pun Ada Jenis Kelaminnya, Lho!
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Belakangan ini jenis kelamin dalil sering tak lagi diletakkan dengan tepat di kursinya. Kacau balaulah urusannya. Tujuan syariat pun bubrah.

Suatu hari, saya membuat status begini:

Ya Allah, sekarang ini kok saya susah sekali ya untuk menemukan orang yang mau utang tanpa agunan, tanpa bunga, dan bayarnya seselonya. Ini pastilah tanda dari makin kokohnya iman di hati umat.

Ya Allah, sekarang ini juga kok sulit sekali ya untuk menemukan pemilik modal yang tak entengan memberikan pinjaman lunak, tanpa agunan, tanpa bunga. Ini pun pasti merupakan tanda dari hunjamnya iman di hati umat.

Dan, bajigur!

Waktu berselang, ada beberapa orang yang tak kenal babar pisan mengirim pesan di inbox. Mereka mengajukan pinjaman lunak, tanpa agunan, tanpa bunga, dan mengembalikan dengan selonggarnya. Seketika saya sangat terharu: ini sungguh jenis ukhuwah Islamiyah yang telah lama hilang….

Apa jawaban saya kemudian?

Diam. Dibaca tok. Persis wasapanmu ke bribikanmu. Saya meniru sebuah pepatah Arab saja: as-sukutu salamun. Diam itu menyelamatkan.

Ayolah, dedek-milenial-muhajirin-anti-riba, ngertiin dong bahwa status saya itu satire.

Kenyataannya jelas adalah kebalikannya. Kita ini tak lagi hidup di era Salafus Sahlih, lho, tapi di suatu zaman pokoke nesu sik nek ditagih utange. Kredonya begini: jika dengan nesu utang tak jadi ditagih, mengapa harus tak nesu? Mdrccte.

Bahkan, atos-atosan ini telah lazim diawali sejak lecel nembung utang. Mulanya baik banget. Pakai assalamu ‘alaikaum, kaifa haluk, masya Allah, subhanallah, dan Allah Allah lah pokoknya.

Lalu, mulailah adegan nestapa dideraikan. Soal ada dusta di dalamnya, sante bae, wong udah pakai asma Allah kok. Berikutnya, jika Anda yang ditembungi mulai pasang gelagat enggan, sang calon peminjam auto pasang mimik atau chat kecut.

Entah tudingan pelit, perhitungan, tak percayaan, sekalinya dimintai tolong angel, kacang lupa kulitnya, hingga semua orang bakal mati dan duitmu tak bakal dibawa. Mdrccte.

Baru calon saja sudah begitu gaharnya, bayangkan bila telah jadi petahana utang.

Iklan

Saking ngunu-kui-lah babakan utang-piutang itu, saya pribadi sampai punya kesimpulan begini: hari ini jika kita memutuskan memberikan pinjaman, setengahnya udah kudu diikhlasin sejak detik pertama uang diberikan. Setengahnya lagi kudu siap digalaki bila memutuskan tak memberikan pinjaman. Genap 100% babak belur to?

Kok bisa begini amat ya?

Secara sosial, fenomena ini sudah sahih kita sebut ongkos relasi sosial. Biaya ramah tamah yang hiihh. Secara spiritual, lain lagi, yakni akibat dijungkir-balikkannya kursi dalil.

Yang mestinya dalil A dipegang pemberi utang, kini digenggam peminjam. Yang harusnya dalil B dikekepi peminjam, kini dipakai pemilik uang.

Dengan kata lain, jenis kelamin dalil tak lagi diletakkan dengan tepat di kursinya. Kacau balaulah urusannya. Tujuan syariat pun bubrah.

Begini contohnya.

Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Rasulullah Saw dengan sangat benderang dhawuh: “Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang meringankan pinjamannya dan mengikhlaskannya lebih utama….”

Dalil ini ditujukan kepada pemilik uang. Sebaliknya, ada dalil serumpun yang ditujukan kepada peminjam: “Sebaik-baik kalian ialah orang yang menyegerakan menyelesaikan pinjamannya….”

Keduanya jelas hadis shahih. Artinya, mutlak berlaku sebagai hukum.

Kenyataannya, kini, keduanya dibolak-balik. Kerap betul si peminjam menggenggam dalil pertama: “Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang meringankan pinjamannya dan mengikhlaskannya lebih utama….”

Sehingga ia leyeh-leyeh aja sama kewajibannya membayar, seolah mengharapkan pemberi pinjaman lupa, atau sungkan nagih, dan akhirnya yaweslah.

Tentu saja, pemilik uang kzl bats. Apalagi, tragisnya, acap peminjam itu entengan saja posting plesiran, kulinaran, belanjaan, dan yaaa segala kebangsatan lah.

Lalu, di detik yang sama, pemilik uang memegang dalil ini: “Sebaik-baik kalian ialah orang yang menyegerakan menyelesaikan pinjamannya….”

Wujudnya kemudian ialah nagih ndak keruan, siang malam, dengan segala macam cara yang luar biasa, seolah ini hari terakhir sebelum kiamat. Tentu pula di dalamnya ada hasrat besar pada laba, alias bunga, sehingga utang-piutang tak lagi berada di derajat asalinya sebagai ta’awun (tolong-menolong).

Sudah pasti, chaos melimpah ruah bagai bah. Lagi-lagi, sebab jenis kelamin dalil tak dipakai dengan benar.

Syariat utang-piutang sebagai relasi tolong-menolong antarmuslim tandas sudah. Yang punya uang ambisus pada profit. Sebodoh urusan babak-belurnya peminjam. Si peminjam pun sebisa mungkin ra urusan sama kewajibannya membayar utang.

Begitupun pada tamsil dalil relasi lelaki-perempuan. Jika terjadi praktik pelecehan seksual, misal pelakunya adalah lelaki, para lelaki berkecenderungan menyalahkan si perempuan dengan dalih tak menutup aurat dengan rapat. Tak berhijab. Tak pakai jilbab syar’i. Halah.

Sebaliknya, kubu perempuan, plus SJW lanangannya, tak kalah gahar menyergap para lelaki sebagai monster ngacengan, berotak selangkangan, atau lemah iman. Masak iman tumbang hanya karena melihat ketek? Hiihhh.

Kasus gelut beginian jika dikembaikan kepada dalilnya dalam Al-Quran, terang petanya, jenis kelaminnya.

Para lelaki diperintahkan-Nya menundukkan pandangan dan kaum perempuan diperintahkan-Nya menundukkan pandangan dan tidak menampakkan perhiasan yang tak lazim nampak serta tidak menghentakkan kakinya agar memicu gemerincing perhiasannya.

Kewajiban syar’i bagi lelakinya ialah sesederhana jaga matamu. Ojo jelatatan! Selesai.

Umpama di depanmu lewat perempuan yang tak berhijab, kelihatan keteknya, niscaya takkan terjadi keterjengatan apa-apa pada dirimu bila dirimu tetap menundukkan pandangan. Alias merubuhkan naluri syahwatinya.

Jadi, mau ada perempuan berpenampilan bagaimana aja, sebodohlah. Ndak akan mengguncang aminmu, karena imanmu bagus.

Urusan perempuan itu pamer aurat dan bahkan bergestur pating mleding kayak jemuran kesaut angin kencang adalah urusannya sama Allah. Bukan urusanmu—tentu kecuali ia anggota keluargamu, ya. Sekali lagi, urusanmu ialah jaga mata, tahan acungan!

Di sisi lain, kewajiban syar’i bagi perempuan ialah tiga hal di atas, yang berinti pada jangan pamer aurat. Titik.

Bila Anda telah melakukannya, dan masih saja ada mata bedes lanang yang jelalatan padamu atau melucahimu, hal tersederhana ialah abaikan, tinggalkan.

Jika hendak melawan, ya silakan. Selanjutnya, ihwal tidak menjaganya si lelaki kepada pandangannya sehingga melakukan lucahan, itu secara spiritual adalah urusannya dengan Allah.

Relasi sosial lelaki-perempuan niscaya akan baik-baik saja jika kedua dalil ini digenggam dengan tepat berdasar jenis kelaminnya. Dari kedua dalil tersebut kita juga memahami bahwa harmoni relasi itu menjadi tanggung jawab kedua pihak. Tak bisa sebelah saja.

Namun karena kini cenderung tak dipakai lagi, rawanlah terjadi lucahan-lucahan itu. Si lelaki lagi-lagi menyalahkan sandangan perempuan—padahal itu bukan ranahnya—dan di perempuan menyalahkan mata lelaki—padahal itu pun bukan ranahnya.

Dalil-dalil beginian cukup banyak dalam khasanah Al-Quran dan Hadis. Ada lagi, misal, dalam hal tamu-bertamu. Ada pula dalam hal sabar. Bahkan juga termasuk dalam hal berdakwah, lho.

Mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan (amar ma’ruf nahi munkar), ada dalilnya. Namun, batasannya adalah jangan sampai memicu perpecahan dan permusuhan. Sederhananya, ketegangan. Ini dalil buat tukang da’i. Sebaliknya, buat yang didakwahi, ada pula dalilnya untuk dipegang.

Jika tukang da’i semata memegang dalil nahi munkar, remuklah urusan sosial berikutnya. Jika yang diajaki menggunakan dalil “hidayah semata karunia Allah”, bablaslah peluangnya untuk menuju kemaslahatan. Kacau.

Sebagai awalan, demi kebaikan kita sendiri, mulai sekarang mari belajar meninggalkan kebiasaan lama memasang popok di kepala, sambal teri di mata, dan sempak dengan sisi berjaring-jaring di wajah.

Terakhir diperbarui pada 27 Juni 2019 oleh

Tags: Al-Qurandalilhadisjenis kelamin
Edi AH Iyubenu

Edi AH Iyubenu

Yang punya Kafe Basabasi.

Artikel Terkait

penyakit ain mojok.co
Kesehatan

Hati-hati Penyakit Ain! Berikut Ciri-cirinya Menurut Al-Qur’an dan Hadits

4 Januari 2023
tadarus al quran raksasa mojok.co
Liputan

Berburu Pahala di Akhir Puasa dengan Al Quran Raksasa

28 April 2022
hafal al-quran tidak perkalian
Esai

Hafal Al-Quran tapi Tak Mau Hafal Perkalian

28 November 2021
Agar Argumen Ade Armando soal Waktu Sholat Lebih Kontroversial
Esai

Agar Argumen Ade Armando soal Waktu Sholat Lebih Kontroversial

23 November 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.