Selanjutnya, saya ingin menyampaikan soal dugaan-dugaan intervensi yang terjadi pada Muktamar Muhammadiyah. Menurut saya, hal ini 100 persen mustahil terjadi karena pemilihan di Muhammadiyah memiliki tahapan berlapis dengan kualifikasi ketat.
Tahap pertama adalah pengajuan rekomendasi sejak jauh sebelum Muktamar oleh PW Muhammadiyah setiap provinsi. Setiap orang yang mendapatkan minimal lima rekomendasi, akan diberikan formulir kesediaan. Lebih dari 200 nama muncul dari tahap ini.
Tahap kedua adalah seleksi berdasarkan formulir kesediaan dan syarat-syarat lain, misalnya kepemilikan kartu anggota, rekam jejak di Muhammadiyah, dan keanggotaan di partai politik, PP Muhammadiyah haram hukumnya masuk dalam kepengurusan partai politik. Dari tahap ini, banyak nama yang tersisih (lebih dari 100 orang) dan menghasilkan 92 orang calon sementara. Nama-nama calon sementara diumumkan pada Sidang Tanwir sehari sebelum pembukaan Muktamar.
Tahap selanjutnya adalah pemilihan calon tetap pada Sidang Tanwir. Melalui proses ini, setiap peserta Tanwir diminta memilih 39 nama di antara 92 calon sementara. Seluruh 39 nama terpilih menjadi calon tetap Anggota PP Muhammadiyah.
Masih belum selesai, tahap keempat adalah pemilihan Anggota PP Muhammadiyah. Sebanyak 13 orang dipilih pada Sidang Muktamar dari 39 nama yang telah terseleksi. Di sinilah Anggota PP Muhammadiyah terpilih dan kemudian bermusyawarah untuk menentukan ketua umum dan sekretaris umum.
Lalu mengapa Anggota PP Muhammadiyah yang terpilih, termasuk “darah segar” yang sudah disebut, kok didominasi figur berusia tua? Ya jawabannya sudah jelas, karena para pemilih kebanyakan seumuran alias sama-sama tua, hehehe…
BACA JUGA 5 Fakta Menarik Terpilihnya Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti Sebagai Ketum dan Sekum PP Muhammadiyah 2022-2027 dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Nabhan Mudrik Alyaum
Editor: Yamadipati Seno