Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Bisakah Seorang Muslim Bersahabat dengan LGBT?

Esty Dyah Imaniar oleh Esty Dyah Imaniar
17 Mei 2020
A A
Bisakah Seorang Ukhti Bersahabat dengan LGBT?

Bisakah Seorang Ukhti Bersahabat dengan LGBT?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ukthi-ukhti ini masih berhubungan baik dengan temannya yang lesbian, gay, dan biseksual. Kurang transgender aja sih kalau singkatannya mau pas jadi LGBT.

Seorang teman tiba-tiba tanya, “Can a person be a muslim and a gay at the same time?”

Ingin rasanya saya jawab tegas: bisa, dong. Kalau dia tanya lagi: tapi bukannya perilaku LGBT kayak gitu dosa? Tinggal saya jawab: jadi muslim bukan berarti nggak boleh berdosa, dong. Kan ada tuh muslim koruptor, muslim pezina, muslim pencuri, dll. Sama-sama dosa, cuma beda bentuk.

Seandainya jawaban itu bisa dengan mudah meluncur dari mulut ini, mungkin umat Islam akan mendapat jamaah baru. Sayangnya, teman saya pun terlalu filosofis untuk menerima penjelasan pragmatis semacam itu.

Sejak dalam pertanyaan, dia sadar betul Islam bermakna ketundukan pada aturan Allah. Sedangkan salah satu aturan-Nya adalah larangan menjalani orientasi seksual kaum Nabi Luth tersebut. Maka menjadi gay muslim adalah kontradiktif sejak dalam istilah.

“Laah… kamu gay? Yaah, sayang banget. Kenapa sih cowok-cowok ganteng sukanya sama cowok? Kalian nih nggak mikirin nasib kami. Masak harus saingan sama cowok?” kata saya akhirnya, memilih bawel khas sobat bucin hopeless.

***

“Kamu nggak papa nih nongkrong sama kita?” tanya teman yang lain pada suatu siang.

“Ya nggak apa-apa. Kenapa, memangnya?” tanya saya balik.

“Kan kamu ukhti-ukhti. Masak mainnya sama gay?” katanya lagi.

“Ya gimana. Mau main sama dekne nggak bisa,” jawab saya bucin.

***

Meski secara orientasi seksual berbeda, saya memang berhubungan baik dengan beberapa teman lesbian, gay, dan biseksual. Selain mereka baik, cerdas dan humoris sehingga asyik untuk diajak bergosip berteman, agama saya juga mengajarkan untuk menyayangi mereka sebagai sesama manusia.

Atas sebab sayang juga lah saya selalu mendoakan teman-teman ini. Soalnya, saya tidak suka menceramahi mereka perihal being gay is sinful karena konsep Tuhan dan Agama kami berbeda. Apalagi tidak semua teman gay saya merupakan praktisi sexual intercourse alias hanya cinta dalam hati.

Iklan

Menurut tipe ini, perasaan suka sesama jenis adalah ujian bagi nafs mereka sebagai manusia. Sama halnya dengan pezina yang diuji dengan nafsu seksual atau koruptor yang diuji dengan nafsu material.

Baik seks maupun harta bukannya diharamkan dalam agama, tapi hadir beserta segenap aturan. Individu diuji dengan nafs dalam dirinya untuk mengetahui sejauh mana tidak melampaui batas aturan tersebut.

Masyaallah… sungguh gay yang saleeeh.

Pemahamannya soal nafs jauh melampaui ukhti medioker seperti saya. Nggak heran ia begitu berjuang agar ujian hati itu tidak tergelincir menjadi ujian bodi. Kepada teman-teman tipe ini doa saya kencang sekali.

Terlebih saya tahu beberapa gay yang berubah atas izin Allah. Maka sebagai teman saya memilih mendoakan daripada menghinakan ujian mereka. Toh Allah Maha Kuasa, tidak ada yang mustahil dalam kehendak-Nya.

Meski begitu ternyata masih banyak muslim yang bingung bersikap atas fenomena ini. Dalam sebuah diskusi, seorang peserta bertanya: bagaimana cara menunjukkan kalau kita menolak LGBT? Terlebih pada zaman sekarang menolak perbedaan seperti itu dianggap kolot. Padahal sebenarnya kita hanya menjalankan ajaran agama.

Meski awalnya kaget, belakangan pertanyaan sejenis makin banyak muncul. Terlebih tanggal 17 Mei adalah Hari Internasional Melawan Homofobia, Transfobia, dan Bifobia (IDAHOBIT).

Bagi teman-teman yang hidup di tengah aktivisme LGBT tentu menjadi dilema tersendiri untuk bersikap. Terlebih baru-baru ini terdapat kasus pembakaran dan prank YouTuber sampah terhadap komunitas transgender. Mau menampakkan diri menolak orientasi LGBT rasanya akan auto-dicap tidak toleran. Padahal menolak orientasi dan menolak manusianya adalah dua hal berbeda.

Sebenarnya cara menunjukkan penolakan terhadap LGBT mudah sekali: katakan kalau nggak setuju. Bilang saja: it contradicts with my belief. Selesai.

Harusnya sesimpel itu. Tapi entah kenapa di lingkungan modern yang konon lebih open-minded, menunjukkan perbedaan pendirian seperti itu justru terasa lebih sulit. Entah karena lingkungan yang judgemental, atau diri sendiri yang kurang meyakini prinsipal.

Saya teringat ketika mengikuti intensive course mengenai pluralisme di negara dengan salah satu aktivisme LGBT terbsesar. Dalam forum-forum dialog lintas iman, kami belajar untuk lebih menerima perbedaan secara ideologis, bukan hanya basa basi toleransi. Sehingga biasa saja bagi kami untuk agree to disagree.

Nah berdasar pengalaman berinteraksi pula, teman-teman LGBT sebenarnya sangat mengampanyekan perbedaan. Jadi secara ideologis mestinya juga biasa saja terhadap orang-orang yang memilih berbeda sikap dengan tidak latah menyetujui LGBT hanya agar dibilang toleran atau berkemajuan.

“Tapi, apakah harus menunjukkan pendirian kita? Kenapa nggak cukup diam saja biar nggak menyakiti?” tanya netijen kemudian.

Sayangnya, kalau kata Gus Baha: tidak cukup.

Pada zaman ketika nilai kebenaran begitu relatif, menunjukkan keberpihakan adalah keharusan. Kalau menurut Gus Baha, netral itu bukan sikap seorang muslim. Sebab tidaklah sama kebenaran dan kejahilan.

Jika memilih netral alias “gue no comment deh” pada perkara bathil, kita telah dianggap berpihak pada yang bathil atau setidaknya menempatkan benar dan salah dengan setara.

Padahal Rasulullah teladan utama kita dihadirkan sebagai al-Fariq, pemisah haqq dan bathil. Risalahnya, Al-Quran, juga dikenal sebagai al-Furqon, pembeda kebenaran dan kejahilan. Jadi ketika syariat menyatakan A adalah benar, ya itu nggak cuma buat aksesoris keyakinan. Tapi benar-benar untuk membedakannya dengan B yang salah.

Lebih lanjut Gus Baha menjelaskan, setiap pilihan sikap harus memiliki penjelasan. Ketika kita menolak A, harus jelas alasannya kenapa. Pun ketika memilih B juga harus jelas alasannya kenapa. Sebab ciri utama kebenaran adalah menyatakan pilihan dengan jelas bahwa A salah sedangkan B benar.

Kita tidak bisa mengatakan keduanya sama saja, sebab menurut beliau ini merupakan ciri utama kesalahan, yaitu menyetarakan haqq dan bathil. Dan untuk bisa melakukan pemilihan keberpihakan secara syar’i ini memang diperlukan ilmu.

Masalah sebenarnya justru di sini: apakah selama ini kita sudah benar-benar beragama dengan keilmuan sehingga bisa cukup percaya diri untuk dianggap berbeda karena menjaga keyakinan?

Sebab jangan-jangan bukan karena teman-teman gay baperan terhadap perbedaan lantas kita takut menampakkan ketidaksetujuan atas orientasi mereka yang menyalahi syariat. Melainkan kita yang defisit keilmuan sehingga tidak percaya diri bahkan sekadar untuk mempertahankan keyakinan pada zaman edan.

Karena keberanian hanya akan hadir beserta pengetahuan.

BACA JUGA Enam Argumentasi Sia-Sia seputar Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau tulisan soal LGBT lainnya.

Terakhir diperbarui pada 26 Januari 2021 oleh

Tags: GayLesbianLGBTluthMuslim
Esty Dyah Imaniar

Esty Dyah Imaniar

Artikel Terkait

Gym di Malang Jadi Incaran Cowok Gay MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Ngeri Nge-Gym di Malang, Jadi Incaran Cowok Gay Agresif hingga Dapat DM Membagongkan

7 Maret 2024
Dubes RI untuk Vatikan: Gereja Katolik Tidak Akan Mengakui Perkawinan Sejenis MOJOK.CO
Aktual

Dubes RI untuk Vatikan: Gereja Katolik Tidak Akan Mengakui Perkawinan Sejenis

21 Desember 2023
The 1975 mojok.co
Hiburan

Luapan Kekecewaan Fans The 1975: ‘Please Jangan Aneh-aneh, Orang tuh Nggak Segampang Itu Ketemu Kamu’

4 Agustus 2023
‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ - Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab.MOJOK.CO
Kotak Suara

Membangun Citra Islami Efektif Bantu Calon Mendulang Suara

4 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.