MOJOK.CO – Apa yang Dinar Candy sampaikan? Dia keberatan dengan ketidakjelasan waktu PPKM. Tapi cuma dia yang berani nantang.
Dinar Candy. Saya tidak pernah mendengar namanya sebelumnya. Seperti juga nama sebagian besar para selebriti Indonesia. Namun nama ini pada beberapa hari ini memancing kontroversi.
Pada Senin pekan lalu, Dinar Candy meminta ketegasan pemerintah apakah PPKM ini akan diperpanjang atau tidak. Dia menulis kepada Presiden di akun media sosialnya.
“Bapak Jokowi yang terhormat, ini PPKM gimana diperpanjang atau tidak? Jangan lama-lama, Pak, saya stres, lama-lama saya saking stresnya pengen turun ke jalan pakai bikini.”
Dan persis itulah yang Dinar Candy lakukan beberapa waktu kemarin. Turun ke jalan dengan hanya mengenakan bikini sambil membawa papan yang bertuliskan, “Saya Stres Karena PPKM Diperpanjang.”
Kita paham poin yang ingin Dinar Candy sampaikan. Dia keberatan dengan PPKM. Banyak orang merasa kebosanan dan kejengkelan seperti yang dia alami.
Namun bukan pesannya yang menjadi masalah. Pesan seperti ini tidak terlalu sulit untuk diatasi. Pemerintah punya serdadu-serdadu online yang siap mematikan tidak saja is pesannya namun juga penyampai pesannya (messenger).
Yang menjadi soal adalah bikininya. Pesan yang disampaikan Dinar Candy hilang ditelan oleh pakaiannya sendiri, menyublim ditelan oleh bikininya sendiri.
Saya membaca tanggapan seorang professor ahli hukum dari Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto. Si Guru Besar mengatakan bahwa Dinar berpeluang untuk dijerat UU No. 48/2008 tentang Pornografi.
“Wah, bisa sekali (terjerat UU Pornografi). Protes boleh tetapi yang santun, berdasar pada norma yang berlaku dalam masyarakat,” kata Sang Guru Besar.
Apakah dia melanggar Pasal 36 UU Pornografi?
Sang Guru Besar berargumen bahwa tindakan Dinar Candy ini harus dilihat dalam unsur tempat, yakni di tempat umum.
“Masalahnya kan di tempat umum, asas kepantasan dan kepatutan yang menjadi dasar,” kata si guru besar.
Ancaman hukuman untuk itu? 10 tahun!
Ya benar, ancaman 10 tahun untuk melakukan protes dengan berbikini di tempat umum di tengah-tengah PPKM.
Saya bukan ahli hukum. Tapi saya ada beberapa pertanyaan. Pertama, apa yang disebut tempat umum? Apakah orang berbikini dan disiarkan di televisi atau media digital itu tempat privat atau tempat umum?
Kedua, asas kepantasan dan kepatutan. Hukum itu selalu menuntut kepastian (certainty). Apa yang disebut pantas dan patut? Siapakah yang mendefinisikan pantas dan patut?
Juga norma-norma. Yang mana yang norma, yang mana yang tidak?
Kita tahu norma itu berkembang. Dan seringkali siapa yang mendefinisikan apa yang pantas, yang patut, yang menentukan norma, yang menentukan apa yang sopan dan santun… adalah mereka yang memiliki kekuasaan.
Dan apakah yang memiliki kekuasaan itu mendapatkannya dengan kepantasan, kepatutan, dan norma-norma seperti yang diabtraksikan oleh seorang guru besar tersebut?
Sekjen sebuah organisasi agama besar di Indonesia baru saja menyerukan agar kita waspada terhadap “politisi lele”. Yang dia maksudkan adalah politisi yang hidup makmur dan berkuasa di tengah-tengah air keruh. Seperti lele menjadi gemuk di air keruh.
Hei, bukankah itu adalah cara kita memilih pemimpin? Mengeruhkan air, mengantagoniskan antar-golongan dalam masyarakat?
Dan mereka yang mengeruhkan air itu sekarang menentukan apa yang pantas, patut, dan mana yang sesuai norma?
Lalu bagaimana kita harus menilai protes Dinar Candy ini? Apakah dia pantas menerima ancaman penjara 10 tahun dari negara hanya karena dia protes berbikini di tepi jalan raya? Apa isi protes Dinar Candy tidak perlu direken sama sekali?
Kalau yang melakukan ini adalah seseorang tak dikenal di antah berantah sana, dengan pakai bikini yang sama, apa negara akan melakukan hal yang sama?
Atau karena ini yang melakukan seseorang yang terkenal, lalu perhatian masyarakat jadi mengemuka, memancing diskusi di mana-mana, dan negara jadi merasa turun untuk meredam pengaruhnya? Perlu untuk kill the messenger?
Hukum kita sangat terkenal kelonggarannya, juga terkenal bengkok dalam penegakannya. Dan masyarakat kita, sekalipun sangat gandrung dengan pornografi di dalam kamar, sangat konservatif di depan orang banyak.
Saya kira, untuk agak fair, kita selesaikan dengan cara begini saja.
Kalau Anda pria, dan Anda melihat Dinar Candy dengan bikini, Anda tidak ngaceng (lepas dari Anda menderita impotensi), maka Anda tidak boleh menghukum Candy.
Dia tidak merugikan Anda. Toh dia tidak berpengaruh apapun terhadap Anda. Demikian juga kalau Anda perempuan, abaikan saja. Dinar Candy tidak merugikan Anda.
Nah lain soalnya kalau begitu melihat Dinar Candy atau bahkan melihat gambarnya saja, Anda langsung nafsu. Nah, Anda bisa menuntut dia untuk bertanggung jawab. Tentu dengan pembuktian bahwa Dinar Candy-lah yang membuat Anda nafsu.
Lalu bagaimana dengan anak-anak? Bukankah bikin itu tidak baik untuk anak di bawah umur?
Oh itu gampang. Anda menjadi pencandu situs dan video porno itu apakah karena waktu kecil melihat orang berbikini di jalan? Kan tidak.
Kalau anak Anda laki-laki, dan dia ngaceng melihat Dinar Candy atau gambarnya, jelaskan saja pada dia bahwa itu normal dan tanda sehat.
Kecuali kalau Anda menganggap kengacengan adalah sebuah kebiadaban… nah, saya anjurkan Anda menuntut Dinar Candy bertanggung jawab atas kengacengan anak Anda itu.
Persis seperti yang mempermasalahkan bikini Dinar Candy itu.
Mereka menganggap nafsu seksual adalah kebiadaban, tapi tidak dengan nafsu menggarong duit negara, nafsu menyuap penegak hukum yang mulia, sampai nafsu korupsi dana bansos setelah sebelumnya merevisi undang-undangnya.
Oh ya, mereka yang demen ngurusi hal ngaceng-ngaceng seperti ini lah yang konon mau jadi champion membuat baterai, bukit algoritma, sampai mobil listrik.
Sebentar, setrumnya emang dari mana ya? Dari ngaceng?
BACA JUGA Brutalnya Hidup di Negara kayak Indonesia: Negara ‘Survival of The Fittest’ dan tulisan Bli Made Supriatma lainnya.