MOJOK.CO – Dalam sejarah pergerakan Indonesia, literatur—dalam hal ini koran dan buku—memiliki keterkaitan erat dengan partai. Tiada literatur tanpa partai, tiada partai tanpa literatur. Karena, para pemanggul partai adalah kaum pembawa obor, penerang, yang berjalan paling depan.
Nukilan dari esai panjang pendiri Boedi Oetomo dan pegiat Jong Java, dr. Soetomo yang ditulis tahun 1937 ini memvalidasi betapa penting arti perpustakaan, betapa penting arti surat kabar, bagi eksistensi sebuah partai. Paling tidak, partai yang turut serta ia dirikan, Partai Indonesia Raya (Parindra).
Partai, Pers, Perpustakaan, Perempuan, dan Pelajar
Oleh dr. Soetomo
Pers-Perpustakaan
Pergerakan rakyat seluruhnya, segala perkumpulan kebangsaan dan tiap orang Indonesia yang insyaf harus semuanya berdiri di belakang surat kabar kita dan membangkitkan perpustakaan kita.
Kaum terpelajar kita pada waktu ini oleh karena didikannya, kebiasaannya, dan lambatnya jasmani (malas) amat memar pada kabar-kabar dalam surat kabar dan pembacaan Belanda dengan menyampingkan pers dan bahasanya sendiri.
Dalam hal ini kita harus bercermin kepada Cekoslovakia dan Turki, kita harus mengambil contoh dari bangsa Yahudi, yang menghidupkan kembali bahasa Hibrani, Hebreeusch. Sedangkan bangsa Turki dan Ceko kembali menghormat bahasanya sendiri.
Tetapi mujur juga bahasa kita ini masih tetap bahasa yang hidup dengan kuat dan suburnya. Hanya kaum terpelajarlah semata-mata yang harus menaruh perhatian kepada bahasa kita, agar supaya surat-surat kabar kita dan majalah-majalah kita dengan sendirinya akan menjadi alat yang biasa (normal) untuk menyampingkan pendapatan umum (publieke opinie) di Indonesia.
Direktur-direktur surat-surat kabar dan journalisten (wartawan) kita dapat menyatakan keadaan yang diharapkan itu dengan jalan menyempurnakan perusahaannya, teristimewa dengan bantu-membantu dan timbang-menimbang, sehingga dengan begitu perusahaan surat kabar itu bukan saja menguntungkan, akan tetapi juga dapat menjadi contoh untuk perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya yang modern.
Keadaan semacam itu harus dicapai supaya surat kabar kita lebih berhak untuk memintakan dan menganjurkan keadaan yang lebih baik dalam perusahaan dan pabrik-pabrik.
Dengan sungguh-sungguh harus pula diusahakan supaya bahasa interinsulair, bahasa perantaraan antara bangsa-bangsa di kepulauan Indonesia ini, ialah bangsa Indonesia, diakui sebagai bahasa officieel (resmi). Jikalau demikian sudah tentu dengan sendirinya orang-orang asing yang tinggal di sini akan lantas lebih memperhatikan dan lebih suka mempelajarinya dengan rajin bahasa-bahasa kita umumnya.
Sudah tentu yang demikian itu akan dapat menambah pengertian dan mempelajari perhubungan antara golongan-golongan penduduk yang berada di Indonesia sini. Dan dengan begitu akan terdapatlah suatu perhubungan dalam mana bisa diadakan samenwerking (kerjasama) dengan supel, kerja bersama-sama dengan bagus.
Perempuan
Juga, terhadap pergerakan perempuan harus dipertunjukkan perhatian penuh agar supaya pergerakan itu dihubungkan dengan pekerjaan kita membangun sehingga padanya dapat diserahkan pula beberapa macam pekerjaan sosial seperti: pendirian dan penyelengaraan rumah-rumah piatu, penjagaan pada perempuan-perempuan yang bersalin dan kepada gadis-gadis dan sekolah perawatan rumah tangga.
Baca Juga: Perempuan Berdaya dengan Cara yang Tak Selalu Sama Seperti Isi Kepalamu
Sedang dalam lapangan politik, maka pergerakan perempuan itu baiklah menjadi satu bagian dari pergerakan yang ditetapkan dasar-dasarnya dan keterangannya menurut Rencana Persatuan itu.
Dengan bekerja bersama-sama secara lebih rapat dan perhubungan satu dan lainnya yang baik, hingga bisalah diadakan pembagian pekerjaan akan bias tercegahlah terbuangnya kekuatan dan waktu untuk mempertinggi “efisiensi” dalam pekerjaan kita.
Pelajar
Pemuda-pemuda kita yang sedang belajar ialah mereka yang pada kemudian hari akan memegang pimpinan dan pergaulan hidup kita seharusnya pula mendapat tunjangan kita yang bulat.
Mengingat, keadaan-keadaan yang ada sekarang ini dan kekuatan/kelemahan keuangan kita, pun menilik kewajiban yang akan dipikulkan kepada anak-anak dan pemuda-pemuda itu di kemudian hari Nusa dan Bangsa kita, maka adalah suatu kewajiban nasional juga untuk membantu dalam beberapa hal mereka itu selama menempuh pelajaran.
Istimewa pula mereka yang meneruskan pelajaran di luar negeri. Oleh karena itu, maka fonds (dana-dana) nasional harus pula diperkuatkan agar supaya dapat memberi sokongan kepada pemimpin-pemimpin masyarakat kita di kemudian hari itu selama masih dalam studietijd (masa belajar) mereka yang sukar bagi mereka itu. Agar supaya, mereka di luar tembok sekolah bisalah melihat serta mempelajari pula apa-apa yang besar kepentingannya bagi hari kemudian kita.
Mereka itu baik di dalam maupun di luar negeri, tetapi di luar negeri istimewa, seolah-olah menjadi wakil-wakil kita. Mereka acapkali diundang untuk berpidato atau mengikuti kursus-kursus dan kongres-kongres akan tetapi sayang benar, meskipun mereka telah melakukan penghematan sebanyak-banyaknya kerapkali mereka kekurangan uang untuk dapat memenuhi kewajiban bagi tanah air mereka itu.
Maka oleh pemuda-pemuda, pengganti kita di kemudian hari itu, terlebih-lebih karena mereka sudah berjanji dengan sungguh-sungguh, bahwa yang diinginkan oleh mereka itu tidak lain daripada menjadi tempat tanah air kita di negeri-negeri asing itu.
Di negeri-negeri seperti Jepang, Mesir, Turki saya lihat banyak student (pelajar) asing yang dibimbing dan dipimpin oleh guru-guru dan orang-orang yang ternama pula. Oleh karena mereka, ketika datang di negeri asing itu membawa surat-surat perkenalan dan keterangan-keterangan dan pemerintah negeri masing-masing, maka mereka itu disambut dengan baik sekali sebagai tamu-tamu terhormat.
Akan tetapi tidak demikian keadaan student-studen (pelajar) kita. Mereka itu datang dengan tidak membawa keterangan, sehingga mereka acapkali dipandang dan diperlakukan dengan curiga antara mereka dengan pemerintah di negeri mereka boleh dikatakan tidak ada hubungannya.
Maka karena itu pula persatuan kita harus memperlihatkan nasib student-studen kita, baik yang belajar di dalam negeri, maupun yang di luar negeri, yang harus hidup dalam keadaan yang lebih sukar. Dan lebih jauh supaya senantiasa berhubungan dengan mereka.
Dalam pada itu dengan cara begini kita lantas juga dapat mengharap akan mendapat kekuatan-kekuatan yang baik untuk kemudian hari. Maka dari itu adalah juga suatu kesalahan nasional yang besar sekali, apabila anak-anak muda kita itu tidak mendapat penilikan dan perhatian dari pergerakan kebangsaan kita sebagaimana yang saya terangkan tadi secara pendek.
***
Esai ini disampaikan pertama kali dr. Soetomo pada Openbare Receptie Pembukaan Congres Parindra ke-1, 15—16 Mei 1937, Jakarta. Dipublikasikan pertama kali oleh edisi khusus “Congres Nummer” Soera Parindra, Mei 1937, No. 5. Dimuat kembali dengan titel “Pidato pada Kongres Parindra 1” pada Permata Terbenam (tt, 311—335)
Penulis : dr. Soetomo
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Mohammad Yamin: Menggali dan Menafsir Masa Lalu untuk Renaisans Indonesia di rubrik ESAI.