Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Arsip

HB Jassin tentang Usmar Ismail Sebelum Film

Redaksi oleh Redaksi
18 April 2022
A A
HB Jassin menulis tentang Usmar Ismail sebelum bergelut di film

HB Jassin menulis tentang Usmar Ismail sebelum bergelut di Film.

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Usmar Ismail, yang dikenal sebagai Bapak Film Nasional punya kisah berkesenian lain sebelum Indonesia merdeka. Tahun 1943, saat usianya baru 22 tahun ia bekerja di Keimin Bunka Sidosho atau Pusat Kebudayaan Jepang. Tak ingin dikekang Jepang, tahun 1944 ia mendirikan kelompok sandiwara yang ia namakan Sandiwarapenggemar “Maya” yang menyuarakan kebangsaan, kemanusiaan, dan ketuhanan.

Esai ini ditulis oleh Hans Bague Jassin atau HB Jassin yang dikenal sebagai Paus Sastra Indonesia di Majalah Mimbar Indonesia 19 Maret 1949. HB Jassin menceritakan sosok Usmar Ismail sebelum jadi orang film. 

Sandiwarapenggemar “Maya”

Oleh HB Jassin

Salah satu pekerjaan balatentara Dai nippon sesudah pendaratannya di Pulau Jawa dalam bulan Maret 1943, ialah membentuk suatu badan kebudayaan propaganda yang dinamakan “Keimin Bunka Shidosho” atau “Pusat Kebudayaan” yang mulai bekerja bulan April 1943. Di dalam badan itu dikumpulkan seniman-seniman di segala lapangan guna menyumbangkan tenaga rohaninya untuk membantu perang total Dai Nippon. 

Betapa luas daerah kebudayaan yang hendak dikuasainya itu, ternyata dari bagian-bagian Pusat Kebudayaan itu, yakni Senisastera, Senisuara, Senirupa, Sandiwara dan Film, empat yang tersebut pertama bekerja rapat yang satu dengan yang lain. 

Di sinilah terjadi sajak-sajak, cerita-cerita, lagu-lagu, lukisan-lukisan dan cerita-cerita sandiwara yang berisi propaganda untuk menguatkan semangat perang dan menggiatkan usaha pembangunan di garis belakang guna kepentingan cita-cita kemakmuran bersama di Asia Timur Raya yang berpusat di Tokio.

Tidak perlu diterangkan bahwa jiwa seniman yang bebas lama kelamaan tidak bisa terus ditempa dialirkan ke hanya satu tujuan yang tidak pula mempunyai sumbernya pada kesadaran bangsa yang dalam. Fonds negeri yang kuatpun tidak bisa membeli kemerdekaan jiwa seniman itu.

Baca Juga: 15 Film Indonesia Terbaik yang Penting dan Tidak Boleh Dilupakan

Di dalam tekanan jiwa yang demikian itulah maka terlahir Sandiwarapenggemar “Maya” pada paroh kedua tahun 1944, yang mulai menyelenggarakan sandiwara-sanidwara radio dan sandiwara-sandiwara panggung serta membacakan cerita-cerita pendek di depan corongradio. Maya artinya bayangan atau impian, dunia yang dicita-citakan. Apakah isinya cita-cita ini? Ialah kebangsaan, kemanusiaan dan ke-tuhanan. Pengucapan jiwa yang sewajarnya bagi suatu bangsa yang ditindas dan hidup dalam kesengsaraan.

Tidak mudah bagi “Maya” untuk melancarkan bahteranya menghadapi suatu kekuasaan yang terang-terangan mengakui dirinya facist, dan tidak membiarkan setiap gerakan yang akan merugikan kepentingannya. Tapi berkat kebijaksanaan pengurusnya dapatlah juga “Maya”  berjalan selamat, sehingga menjadi suatu kekuatan yang tersendiri di luar Pusat Kebudayaan yang resmi. 

Dan di sinilah terjadi suatu keadaan di mana sebagian seniman-seniman karena terpaksa  – berhenti dari jabatan berbarti kurungan dan siksaan dalam Kenpeitai – tetap menjadi pegawaitukang di Pusat Kebudayaan tapi untuk mencari kemerdekaan jiwanya  menggabungkan diri dengan gerombolan Sandiwarapenggemar “Maya” yang meskipun bekerja dalam garis-garis kemungkinan yang ada, dalam isi lebih mengutamakan penanaman rasa kebangsaan dan kemanusiaan serta keinsyafan ketuhanan. 

Pertemuan-pertemuan angkatan muda sasterawan yang saban  bulan diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan sesudah setahun lamanya terpaksa dihentikan karena kekurangan  perhatian. Sebaliknya “Maya” semakin kuat juga, karena selain mengadakan sandiwara-sandiwarapanggung dan radio serta cerita-cerita yang memberi kesempatan kepada seniman-seniman angkatan sasterawan muda untuk mengembangkan bakatnya, pun juga bagian senitari, dan senisuara yang diadakan sebagai selingan dan ilustrasi, menarik seniman-seniman dalam lapangan itu pula untuk masuk ke dalam “Maya”.

Baca Juga: Film Reboot dan Peluang Balikan dengan Mantan

Demikianlah “Maya” telah bisa mempertunjukkan tiga sandiwara besar karangan Dr. El Hakim, yakni “Taufan di Atas Asia”, “Intelek Istimewa”, dan “Dewi Reni”, serta satu tonil karangan Ibsen “De Kleine Eyolf” yang disadur oleh Karim Halim menjadi “Djeritan Hidup Baru”. Dari Usmar Ismail telah dipertunjukkan Sandiwara Radio: “Pamanku”, “Tempat Yang Kosong”, dan “Mutiara Dari Nusa Laut” serta sandiwara panggung “Liburan Seniman”. Demikian besarnya kegembiraan dalam kalangan “Maya” dan perhatian dari kalangan masyarakat, sehingga pernah “Maya” diundang memainkan lakon “Taufan di Atas Asia” di Kota Bandung..

Iklan

Insaf akan kekurangan-kekurangan dalam kesandiwaraan, pemimpin “Maya”, Usmar Ismail dibantu oleh Rosihan Anwar, senantiasa melakukan percobaan-percobaan untuk memperbaiki cerita, permainan, dekor, dan teknik sandiwara, sehingga “Maya” merupakan suatu sandiwarapenggemar percobaan yang lebih maju dari sandiwara-sandiwaratetap tatkala itu, terbukti dari penghargaan besar dari pemimpin sandiwara “Bintang Surabaya”  Njoo Cheong Seng.

“Liburan Seniman” adalah lukisan perjuangan cita-cita kesandiwaraan seperti yang dikehendaki oleh “Maya” sebagai lawan cara-cara sandiwara lama yang telah usang. Demikian juga ketiga lakon Dr. El-Hakim adalah contoh lakon-lakon yang lain komposisinya, isinya dan cara membawakannya dari yang selama ini dilihat orang di atas panggung. Proolog dan epiloog, percakapan-percakapan mendalam yang agak panjang, diksi yang tidak dibikin-bikin seperti dalam kebangsawanan, adalah percobaan-percobaan baru dalam kesandiwaraan Indonesia. 

Baca Juga: Rekomendasi Film Tepat yang Membantumu Self Healing Versi Hemat

Dalam hubungan ini pula harus dilihat percobaan mempertunjukkan salah satu lakon internasional dari Henrik Ibsen yang ternyata sadurannya bisa dimainkan dengan sangat baik oleh-pemain-pemainnya dan telah mengagumkan penonton-penonton intelektual Indonesia.

Baik juga diketahui bahwa pertunjukan Ibsen ini dengan sangat susah payah baru lolos dari sensor Jepang “Hodahan” yang menaruh keberatan oleh karena pengarangnya orang Barat. Pada naskah yang kembali dari sensor ditulis catatan seperti berikut: Perhatikan! Kata-kata papa dalam cerita ini harus diganti dengan bapak atau ayah… suatu bukti betapa telitinya mereka hendak menghilangkan segala yang berbau barat.

Selain dalam lapangan sandiwara oleh “Maya” juga dicari kemungkinan-kemungkinan baru dalam lapangan senisuara. Dalam pertunjukan sandiwararadio dan pembacaan cerita pendek di muka radio selalu dipergunakan musik sebagai ilustrasi, begitu juga di dalam “Dewi Reni” dipertunjukkan suatu seni deklamasi dengan disertai bunyi piano oleh C. Simandjuntak almarhum, telah dibentuk suatu koor dan diusahakannya suatu opera “Madah Kelana” kerjasama dengan Sanusi Pane. 

Sayang sekali opera itu tidak sempat disiapkannya, karena pecahnya revolusi, tapi sebagian dari opera itu telah dipertunjukkan juga oleh “Maya” yakni “Tari Rhapsodi” suatu tarian bidadari dengan musik yang menghanyutkan.

Baca Juga: Ngobrolin Resep ‘The Science of Fictions’ Menang FFI tanpa Dialog

Yang nyata ialah bahwa geopolitik Kebudayaan Jepang yang mau memusatkan segalanya ke Timur, telah gagal, karena jiwa merdeka mau mencari kebenaran dan keindahan  ke seluruh jagat. Apakah yang hendak dibikinnya, kalau mau buat proolog, dan epiloog pada “Taufan di Atas Asia”  yang lakonnya bernafaskan keTuhanan dipergunakan ilustrasi musik Beethoven atau Pastorale Oups 68? Sebaliknya tidak ada suatu kekuasaanpun yang bisa memaksa kita hanya melihat ke Barat saja sebab di Timur pun banyak keindahan yang bisa dijadikan ramuan untuk kebudayaan Indonesia.

Sekarang “Maya” telah muncul kembali, dalam cita-citanya tetap hendak mencapai yang setinggi-tingginya bisa tercapai dalam kesenian Indonesia.

Pada tanggal 22 dan 23 Maret yang akan datang “Maya” akan mempertunjukkan lakon Usmar Ismail: “API” di Gedung Komidi (Schouwburg) jakarta ialah lakon yang pernah dipertunjukkan juga oleh sandiwara tetap “Pantja Warna”. (***)

Penulis: HB Jassin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Maria Ulfa, Perempuan yang Tumbuh dalam Dinamika Politik Internasional di rubrik ESAI.

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 18 April 2022 oleh

Tags: arsipFilmfilm indonesiaUsmar Ismail
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara dalam Mobil! Mojok.co
Pojokan

Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara!

8 Oktober 2025
film tema perselingkuhan.MOJOK.CO
Mendalam

Main Serong di Sinema Indonesia: Mengapa Kamu Menyukai Film Bertema Perselingkuhan?

22 September 2025
Film Safe Haven.MOJOK.CO
Seni

Tutorial Masuk Surga ala “Kang Mus” dalam Safe Haven, Film Pendek Berdurasi Singkat tapi Ngilunya Melekat

29 April 2025
Pabrik Gula lempeng. MOJOK.CO
Ragam

Mengulik Kejadian Nyata dari Pabrik Gula, Film Horor yang Alur Ceritanya “Lempeng-lempeng” Saja

7 April 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.