MOJOK.CO – Lucunya, cerita basi “pacaran-lama-sama-siapa-tapi-nikahnya-sama-siapa” ini banyak digunakan sebagai senjata oleh mereka yang ingin “menikung” pacar orang.
“Ngapain pacaran lama-lama? Nanti malah jadinya sama orang lain!”
“Yang cuma bisa ngajak pacaran dan ngasih cokelat, akhirnya bakal kalah sama yang ngajak akad.”
“Pacaran kok lama kayak cicil motor? Awas, takutnya cuma jagain jodoh orang.”
Familiar dengan kalimat-kalimat di atas? Ya, ya, ya, ucapan para “pakar jodoh” di luar sana sungguh luar biasa di telinga kita sebagai kaum yang sedang memadu kasih. Ditambah lagi, berita tentang pernikahan sepasang selebritis yang digelar di negeri Sakura baru-baru ini seolah semakin menguatkan pendapat para “pakar jodoh” tersebut. Sebab kebetulan, sang mempelai pria pernah pacaran lama dengan seseorang, selama lima tahun, tetapi berlabuh pada orang lain yang rupanya memang jodohnya.
Padahal, jika kita perluas pandangan kita dan tidak hanya berfokus pada model cerita cinta “pacaran-lama-sama-siapa-tapi-nikahnya-sama-siapa”, perjalanan cinta setiap orang kan memang beragam. Namun, mengapa yang selalu disoroti adalah perjalanan cinta yang satu ini? Apa para “pakar jodoh” iri dengan mereka yang berhasil cukup lama bersama sehingga harus menciptakan momok untuk menakut-nakuti? Atau, para “pakar jodoh” ini adalah barisan manusia patah hati karena (mantan) kekasih naik pelaminan setelah mereka ditinggalkan?
Kita memang belum tentu akan terus bersama dengan seseorang yang sekarang sedang di samping kita, tetapi hal itu jelas tidak dapat dijadikan dasar untuk menciptakan momok “pacaran-lama-sama-siapa-tapi-nikahnya-sama-siapa” bagi orang-orang yang sedang berniat untuk membangun komitmen jangka panjang sebelum menikah. FYI aja nih, setiap orang pasti punya alasan mengapa mereka memilih untuk mengenal pasangan dalam waktu yang sangat lama sebelum akhirnya diikat oleh tali pernikahan.
Bukan tidak mungkin, ada yang berkaca dari pernikahan orang tua yang kandas di tengah jalan, berulang kali hati dipatahkan oleh mereka yang akhirnya jadi mantan, atau memang ingin belajar saling memperbaiki diri bersama pasangan. Please, deh: pilihan seseorang untuk “tinggal” di sisi pasangannya cukup lama dan tidak terburu-buru naik pelaminan, kan, tidak melulu harus ditakut-takuti dengan cerita familier yang cukup basi ini.
Iya, iya, tahu deh bahwa mereka yang cukup lama menjalin hubungan tetapi tidak lanjut ke jenjang pernikahan memang banyak. Kejadian seperti itu juga kerap dijadikan bahan cerita inspiratif oleh sekelompok orang untuk mengampanyekan gerakan tertentu—mohon maaf penulis tidak berminat membahas yang satu ini. Namun, itu kan, tidak sepatutnya digunakan sebagai “senjata” untuk mengandaskan hubungan seseorang! Camkan itu, Ferguso!
Jadi, yaaah, berhentilah menebarkan momok ini pada banyak orang yang berusaha membangun komitmen jangka panjang. Berhentilah menanamkan ketakutan di alam bawah sadar banyak orang sehingga secara tidak langsung ucapan ini malah benar membuat dua orang yang telah lama saling mencinta bubar jalan. Kamu pikir putus itu enak, hah?!
Kamu boleh merasa skeptis dengan mereka yang sudah bersama cukup lama, tetapi kamu tidak boleh lupa bahwa banyak orang akan tetap berjodoh meski sudah mengenal pasangannya sangat lama. Banyak orang tetap naik pelaminan dengan kekasih yang sudah bersama sejak masa sekolah. Contohnya banyak, kecuali kamu tidak kenal Glenn Alinskie dan Chelsea Olivia.
Banyak hal positif yang bisa dipetik dari proses mengenal yang cukup lama sebelum menikah. Kita jadi lebih mengenal pasangan, lebih banyak belajar menyelesaikan masalah bersama, lebih tahu banyak tentang keluarga pasangan—iya, banyak juga, loh, masalah pernikahan yang datang dari keluarga pasangan karena belum terlalu mengenal mereka—dan adanya kesempatan untuk mengembangkan diri masing-masing sebelum akhirnya mengabdi pada ikatan pernikahan yang harus mengesampingkan ego pribadi.
Sederhananya, meski banyak sifat asli pasangan yang mungkin akan terlihat saat setelah menikah, toh merupakan hak setiap orang untuk mengenal lebih dulu pasangannya sebelum lebih jauh melangkah. Memangnya situ mau beli kucing dalam karung?
Kisah cinta tiap orang itu beragam, Kawan! Ada yang menjalin kasih dengan seseorang cukup lama, tetapi menikah dengan orang lain yang rupanya jodohnya. Ada pula yang kembali bersama kekasih lama, sudah saling memperbaiki diri, lalu berniat untuk mencoba lagi, dan berhasil. Ada juga yang akhirnya berkeluarga dengan dia yang sudah bersama sejak remaja. Tapi yang terpenting, nggak perlulah kamu menjadi tokoh jahat untuk cerita cinta seseorang hanya karena pandanganmu yang sempit kayak kamar kosan itu.
Naaah, untuk kamu yang sedang berusaha membangun komitmen jangka panjang sebelum menikah, lalu diganggu oleh kaum nyinyir “pacaran-lama-sama-siapa-tapi-nikahnya-sama-siapa”, kata-kata berikut bisa kamu gunakan untuk menimpali mereka.
Jika si “pakar jodoh” jomblo, jawab saja: “Ngobrol lagi kalo kamu udah laku, ya.”
Jika si “pakar jodoh” justru juga pacaran, jawab dengan: “Jadi kapan rencananya kamu sama dia mau putus?”
Jika si “pakar jodoh” sudah tunangan atau menikah, strike langsung pakai: “Eh, jangan lupa, sebelum ataupun sesudah janur kuning melengkung, tunangan/suami/istri kamu juga tetep bisa ditikung orang.”
Ingat: pacaran lama dan dinyinyirin itu biasa, yang luar biasa adalah kalau kita tetap kokoh dan maju terus pantang mundur. Lagian, nih, hati-hati aja, mylov, cerita basi “pacaran-lama-sama-siapa-tapi-nikahnya-sama-siapa” ini toh banyak digunakan sebagai senjata oleh mereka yang ingin “menikung” pacar orang.
Duh, please dengerin: hanya karena kamu merasa sudah siap untuk menikahi pujaan hatimu yang sekarang sedang bersama orang lain, bukan berarti kamu bisa memisahkan mereka melalui cara ini. Sebab, masalahnya bukan hancurnya hubungan pujaan hatimu dengan kekasihnya, tetapi…
…memangnya setelah dia putus dengan pacarnya, dia akan mau bersama kamu dan kalian sudah pasti berjodoh???
O, belum tentu Antonio, belum tentu!!!