MOJOK.CO – Ternyata Amien Rais yang diduga kebal corona karena sibuk siapkan partai baru ketularan juga. Ketularan isunya aja sih, jangan virusnya ya Pak?
Orang Jawa punya kepercayaan, siapapun yang memiliki aji-aji Lembu Sekilan, bisa kebal bacokan. Sesuai dengan namanya, sekilan itu artinya sejengkal. Dengan demikian pemilik aji-aji Lembu Sekilan menjadi kebal bacokan karena setiap bacokan bakal meleset sejengkal dari tubuh sang pemilik ajian.
Semula saya duga Amien Rais juga punya aji-aji Lembu Sekilan. Nggak cuma untuk urusan kasus-kasus sebelumnya, tapi juga untuk isu corona. Namun keyakinan itu gugur. Soalnya sebagai pemeluk teguh Islam sekelas Amien Rais pasti tak mau menanggung dosa besar karena terjebak dalam kemusyrikan.
Toh kalaupun punya ajian, paling banter Pak Amien hanya punya “aji mumpung” saja. Tapi itu saja tak bisa ditabalkan pada Pak Amien. Sebab kalau blio mau, ketika masih punya kuasa di PAN, bisa saja Pak Amien minta jatah jabatan menteri ke Jokowi. Tapi nyatanya, Pak Amien tak pakai ajian itu juga.
Saya lantas jadi sempat menduga, mungkin Amien Rais punya resep manjur anti-virus corona selain ajian Lembuan Sekilan. Bila rakyat jelata minum temulawak campur jahe tiap pagi, kalau perlu tiga kali sehari sebagaimana Presiden Jokowi, resep Pak Amien berbeda. Yakni, bikin partai baru.
Tapi sayang, di hari sepuhnya Pak Amien masih juga ingin mencengkeramkan kuku-kukunya pada partai besutannya itu. Banyak pernyataan blio yang kontra produktif, sehingga merugikan partai yang kemudian diketuai besannya, Zulkifli Hasan.
Keduanya memang sering berseberangan. Zulhas ingin merapat ke pemerintah, Amien Rais gunakan politik social distancing.
Ini sungguh ironis. Ketika anak Amien dan anak Zulhas sukses bikin rumah tangga yang harmonis, bapak dan mertuanya malah kisruh di rumah tangga partai sampai muncul aksi anarkis. Hanya demi terus bergulat mempertahankan keyakinan politik yang tak habis-habis.
Soalnya, kalau memang mau bicara soal PAN, mau tak mau kita harus singgung hari-hari kelabu Konggres ke-V PAN di Kendari tempo hari. Pada konggres yang berlangsung di Hotel Clarion itu disajikan pula pertunjukan ekstra, ketika para kader PAN baku hantam dan lempar kursi.
Sampai-sampai di Youtube muncul rekaman meme-nya dengan iringan gending Jawa. Persis adegan perang dalam pagelaran wayang kulit. Seru sekali memang, biru jaketnya, biru pula muka lebam kadernya.
Sebagai orang Jawa, pastilah Amien Rais tahu persis lakon wayang Begawan Bagaspati. Begawan dari pertapan Hargobelah itu rela mati, demi kebahagiaan Endang Pujawati putrinya, yang kasmaran pada Raden Narasoma. Dia rela melepas nyawanya gara-gara Narasoma malu punya mertua bertampang raksasa.
Tapi Pak Amien emang beda. Kebesaran partai lebih penting daripada kebahagian dan kerukunan keluarga antar-besan. Maka ketika Zulhas maju lagi sebagai caketum, blio justru mendukung calon lain, yakni Mulfachri Harahap.
Di mata Pak Amien dan pendiri PAN yang lain, Mulfachri ini apa yang diucapkan itu sama dengan yang dilakukan. Dia tak pernah bohong, apa yang dijanjikan akan dipenuhi.
Kalau begitu, apakah kandidat lain mencla-mencle? Nggak tahu lah. Yang jelas konggres PAN di Kendari itu menjadi gigi terakhir bagi Amien Rais. Sebab ketika Zulhas terpilih kembali jadi ketum, Pak Amien blas tak dilibatkan.
Jabatan terakhir sebagai Ketua Dewan Kehormatan PAN kini diberikan kepada Sutrisno Bachir, pengusaha yang juga mantan Ketum PAN. Kalau ada yang masih bikin Pak Amien terhibur, maka itu adalah ketika kedua anaknya, yakni Hanafi Rais dan Ahmad Mumtaz, masih masuk dalam kepengurusan.
Jika ingat umur, mestinya tidak masuknya dalam struktur organisasi itu merupakan isyarat bagi Pak Amien untuk mandhito saja. Biarkan saja PAN diurus oleh yang muda-muda, dirinya yang sudah kelas “anggur kolesom” (orangtua) lebih baik tut wuri handayani.
Namun rupanya Amien Rais tak seperti itu. Dalam usianya yang 76 tahun, blio masih saja merasa rosa-rosa macam Mbah Maridjan.
Maka ketika didorong oleh pendiri PAN yang lain, misalnya Putra Jaya Husin, Amien Rais diminta bikin partai baru saja. Sebab di mata para pendukung Amien Rais, PAN sekarang ini sudah melenceng dari tujuan awal pendirian partai. Lantas ada yang memberi usulan, nama partai baru itu nantinya: PAN Reformasi atau PAN-Perjuangan.
Hm, kalau menurut saya, jangan sekali-kali pakai nama PAN Reformasi, itu nama yang tidak menguntungkan sama sekali.
Contoh yang gampang, katanya era reformasi, faktanya rakyat masih banyak yang repot nasi. Contoh lain, partai Bintang Reformasi milik KH Zainudin MZ hanya muncul sebentar di Senayan, akhirnya wasalam seiring dengan meninggalnya sang pendiri.
Paling menguntungkan justru pakai nama PAN-Perjuangan. Contoh nyata dan tak bisa dibantah, nama PDI Perjuangan lebih berjaya ketimbang PDI saja.
PDI di bawah pimpinan Suryadi tenggelam, sementara PDI-P di bawah Megawati mengalami zaman keemasan. Banyak kadernya yang jadi anggota DPR dan DPRD, banyak yang jadi Kepala Daerah, banyak pula yang jadi menteri. Bahkan presiden pun di mata PDI-P sekadar petugas partai yang ngepos di Istana Negara.
Tapi apapun namanya partai baru itu, sampai sekarang belum jelas. Bahkan Ahmad Mumtaz sang putra kandung (yang juga mantu Zulhaz), menilai bahwa rencana pendirian partai tandingan itu sekedar luapan emosi belaka.
Memangnya bikin partai itu gampang? Selain SDM handal juga dibutuhkan sumber daya dan dana yang besar.
“Jika berdiri sebentar kemudian mati, kan malu-maluin,” kata politisi yang pengin jadi Bupati Sleman itu.
Terlalu sibuk menyiapkan partai baru, bikin Amien Rais lama hilang dari peredaran. Bahkan sebelum itu, semenjak Jokowi terpilih kembali jadi presiden juga diam tak ada suaranya. Para politisi sibuk bicara corona, blio diam seribu bahasa.
Luar biasa, rupanya Amien Rais bisa terbebas dari virus corona. Baik virusnya maupun isunya.
Padahal sekarang ini—kalau blio mau—isu corona merupakan jurus terbaik untuk menghajar Presiden Jokowi. Namun, sekali lagi, ajian “aji mumpung” itu tak blio lakukan. Hal yang dilakukan Amien Rais malah nge-vlog bereng cucunya.
Tadinya saya menduga blio mau bilang sesuatu soal penanganan corona oleh Presiden Jokowi di vlog itu, namun blio malah mblayang sampai bilang bahwa COVID-19 alias corona adalah “tentara Allah” yang dikirimkan ke bumi untuk menjewar manusia. Karena—menurut Amien Rais—manusia modern tak lagi mengindahkan nilai-nilai agama.
Melihat istilah “tentara Allah” yang muncul ini, ternyata Amien Rais terpapar isu virus corona juga. Hampir serupa dengan yang diderita Ustadz Abdul Somad. Untungnya bapak reformasi tersebut bicara secara umum saja. Tak mendetail kayak sang ustaz.
Mungkin karena sudah lama social distancing di rumah, Amien Rais tak mau menjadikan corona sebagai medan ngepruki Jokowi seperti biasanya, tapi ikhlas bikin diri sendiri jadi sasaran dikepruki. Lagi dan lagi.
BACA JUGA Surat Terbuka untuk Ustad Abdul Somad yang Sebut Corona Adalah ‘Tentara Allah’ atau tulisan Gunarso TS lainnya.