Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Ahok, Bapak Air Mata DKI Jakarta

Ahmad Sajali oleh Ahmad Sajali
14 Desember 2016
A A
Ahok, Bapak Air Mata DKI Jakarta

Ahok, Bapak Air Mata DKI Jakarta

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Hingga kemarin, rasanya sudah cukup lama netizen tidak membahas soal tangis dan air mata. Tangis terakhir yang banyak kita perbincangkan ialah tersedu-sedunya Awkarin saat putus dari Gaga. Ketika Ahok yang biasanya tampil garang dengan bacotnya yang luar biasa itu menangis ketika curhat di persidangan perdananya kemarin, air mata kembali menjadi buah bibir.

Menangisnya Pak Ahok dalam persidangan perdana kasus penistaan Al-Quran ibarat sebuah plot twist drama berkelas dunia yang sayangnya tidak kita jumpai di mayoritas sinetron yang beredar di Indonesia. Episode ini mampu mengubah persepsi banyak orang atas kasus yang cukup lama mengalihkan perhatian kita semua ini, termasuk gebetan saya yang hingga kini amat jarang menunjukkan perhatian lebihnya kepada saya, membuat saya ragu untuk tetap berharap atau menyerah begitu saja.

Cukup curhatnya, kembali kepada curhatnya Pak Ahok yang mampu membuat air mata lain memenuhi jagad media sosial kita.

Tangis merupakan suatu ekspresi dari berbagai emosi yang manusia rasakan. Bahagia juga bisa menghasilkan air mata, saat pengorbanan masa pendekatan berujung dengan jadian misalnya. Menangis adalah hal wajar, sewajar penolakan gadis cantik kepada lelaki buruk rupa.

Menangis bahkan menjadi aktivitas perdana bagi setiap bayi yang terlahir ke dunia. Tenaga medis dan sang ibu yang baru brojol akan cenderung khawatir jika si jabang bayi malah bernyanyi dan tertawa. Tangis juga menjadi bumbu ritual yang wajib ada saat agenda doa dan istighosah bersama anak sekolah yang merasa perlu disucikan terlebih dahulu sebelum melaksanakan dosa berjamaah saat ujian nasional.

Tangis dan air mata bahkan menjadi pembeda antara robot dan manusia. Indonesia punya lagu memilukan soal air mata dan dijuduli “Air Mata”, gubahan Ahmad Dhani bersama Dewa. Ya, Ahmad Dhani yang pernah begitu hebatnya menjadi musisi dengan band dan lagu-lagu sejuta umat yang sayangnya belakangan berupaya dianggap menjadi lebih hebat dengan menjadi pejabat.

Lagu ini berisikan betapa kita sebagai manusia sangatlah normal untuk menangis. “Menangislah, bila harus menangis, karena kita semua manusia…,” begitu petikan lirik yang disuguhkan dengan aransemen dari personil brilian Dewa lainnya, Andra Ramadhan.

Menjadikan tangis dan air mata sajian untuk kita bisa nikmati juga pernah begitu marak diadopsi televisi kita. Reality-reality show yang sayangnya tidak realistis-realistis amat. Mulai dari Bedah Rumah, Tolong, Uang Kaget, hingga Tukar Nasib pasti menyisipkan banyak adegan tangis dalam proses pembuatannya.

Juga jangan lupakan begitu banyak aktor dan aktris kita yang menjadi pemeran utama atau sebagai ibu dari pemeran utama yang dituntut untuk berakting menangis di tiga perempat durasi tayang sinetron. Kebahagiaan justru menjadi pertanda bahwa sinetron yang dimainkan akan segera berakhir.

Mengklasifikasi tangisan menjadi beberapa bagian adalah perkara gampang-gampang sulit. Klasifikasi ini menjadi awal yang penting bagi kita sebelum menunjukkan analisis mendalam ala ahli di media sosial kita semua. Ini juga menjadi penting untuk memilih nyinyir atau empati sebagai sikap suci kita, para netizen di dunia maya.

Indikator klasifikasi ini lekat dengan pemilahan soal dibuat-buat atau tidaknya tangis dan kesedihan yang hadir, tulus nggaknya seseorang menangisi kesedihan, tulus nggaknya perasaan kita ke gebetan *duh curhat mulu*. Indikator ini yang dengan jelas membuat kita bisa membedakan kualitas akting peraih Piala Oscar dan sekadar pengisi episode pengejar rating.

Menujukkan kesedihan dengan tangis memang bukan hal populer. Siap-siaplah pada lebih banyak hujatan ketimbang perhatian yang muncul ketika kita menangis di depan orang lain, apalagi di depan orang yang nggak kita kenal. Siap-siaplah disebut cengeng, lemah, cemen, dan berbagai ejakan lainnya jika ada air keluar menetes dari mata ke pipi yang berharap bisa diusap oleh Nadya Hutagalung orang lain.

Begitu pun pandangan kita akan kriteria pemimpin. Kita pasti akan mendahulukan sosok paras penuh senyuman ketimbang sosok yang disinyalir menyimpan banyak kesedihan. Wong saya sendiri nyoblos Pak Jokowi jadi presiden karena senyumnya kelihatan lebih tulus. Padahal kalau saya ingat-ingat, negara kita pernah 32 tahun ada di bawah rezim yang dipimpin sosok dengan julukan The Smiling General. Dan kita tahu sama tahu aja apa saja yang telah terjadi selama periode itu.

Menyadari bahwa tangis kesedihan dan air mata pernah mengalami penurunan makna dan derajat sebegitunya di masyarakat Indonesia, tangisan Pak Ahok saat membacakan eksepsinya perlu dijadikan momentum normalisasi makna tangis di negara kita. Tangisan yang menjadi hit dan perbincangan banyak orang ini berpotensi mengembalikan marwah tangisan sebagai ekspresi yang normal murni muncul dari manusia, setelah sekian lama dinistakan keberadaannya oleh AwKarin.

Iklan

Pak Ahok yang memang lekat dengan kata normalisasi (di kalangan buzzer-nya) atau penggusuran (bagi kalangan yang waras) pernah juga mengklasifikasikan tangis dari warga korban penggusuran sebagai tangis berlebihan layaknya di sinetron. Sesuatu yang nampaknya akan ia sesali jika ia tahu bahwa ia juga akan menangis dalam upayanya mendapat keadilan.

Bagi kamu yang merasa perlu menilai tangisan Ahok sebagai tangisan yang tulus atau dibuat-buat, silakan jika mau berdebat atau bahkan mau mengangkatnya sebagai Bapak Air Mata DKI Jakarta. Dan bagi kamu yang lagi aku gebet, nggak perlu aku bikin vlog cengeng sambil nangis kan biar kamu jadi sayang aku?

Ralat: mulanya tertulis “Ahok membacakan nota pembelaan dirinya”. Yang benar ialah “Ahok membacakan eksepsinya”. Terima kasih atas koreksi dari pembaca 🙂

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: ahokbapak air matamenangis
Ahmad Sajali

Ahmad Sajali

Artikel Terkait

menangis, perantau, perantauan.MOJOK.CO
Ragam

Karyawan Tidak Bercerita tapi Diam-Diam Menangis di WC Tempat Kerja, Cara Terbaik Istirahat dari Hari yang Lelah

5 November 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo, Dekat Rumah Jokowi tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Esai

Surat Terbuka untuk Jokowi 2014, Tolong Selamatkan Kami dari Jokowi 2024

13 Februari 2024
Terjawab, Misteri Awal Mula Baju Kotak-kotak Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012. MOJOK.CO
Kilas

Terjawab, Misteri Awal Mula Baju Kotak-kotak Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012

6 Juni 2023
Rekomendasi Lokasi untuk Menangis di Surabaya dan Tidak Semua Patah Hati Perlu Dicari Hikmahnya MOJOK.CO
Esai

Rekomendasi Lokasi untuk Menangis di Surabaya dan Tidak Semua Patah Hati Perlu Dicari Hikmahnya

28 Juli 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.