Saat sejumlah muslim Indonesia sibuk mendukung pemboikotan gerai kopi franchise Starbucks karena disebut membela pernikahan sesama jenis, di belahan dunia lain … tolong jangan kaget … muslim-muslim justru bersekutu dengan kelompok LGBT.
Wacana pemboikotan Starbucks kali pertama dilontarkan Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah K.H. Anwar Abbas pada 30 Juni 2017. Ia meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk mencabut izin gerai kopi berjaringan Starbucks. Ihwalnya adalah pernyataan CEO Starbucks Howard Schultz pada 26 Juni 2015 yang “secara tegas mempersilakan para pemegang saham yang tidak setuju dengan pernikahan sejenis angkat kaki dari Starbucks”.
Anwar menilai dukungan Starbucks pada pernikahan sesama jenis tidak sesuai dan sejalan dengan ideologi Pancasila. Anwar menyebut, karakter bangsa indonesia yang beragama dan berbudaya bisa rusak karena ideologi yang dibawa starbucks.
Seruan ini didukung anggota DPD RI Fahira Idris. Ia menyerukan untuk tidak membeli produk Starbucks dan meminta ormas keagamaan membuat fatwa yang melarang jamaahnya membeli produk Starbucks.
Pada hari yang sama ketika pernyataan Anwar keluar di media, tagar #BoikotStarbucks menjadi trending topic di Twitter. Respons netizen, seperti biasa, terbelah: ada yang mendukung karena menganggap gerakan pro-LGBT harus dilawan, sebagian lagi mencemooh ajakan boikot Starbucks sebagai naif karena di saat yang sama, sejumlah perusahaan raksasa asing yang produknya dipakai di Indonesia, seperti Facebook, Twitter, dan Apple, juga mendukung hak LGBT.
Benarkah kabar yang dirujuk Anwar Abbas tersebut?
Sehari kemudian, Beritagar menelusuri kekeliruan berita yang dirujuk Anwar Abbas. Temuannya, pelintiran pernyataan Schultz sudah beredar sejak 2012 dan sebenarnya telah dikonfirmasi oleh situs web pemverifikasi kebohongan Snopes pada 2015.
Yang sesungguhnya terjadi: pada 2012, Starbucks menyatakan mendukung pengesahan UU legalisasi pernikahan sesama jenis di negara bagian Washington, AS. Dukungan ini direspons dengan pemboikotan organisasi bernama National Organization for Marriage dan berdampak pada penurunan penjualan Starbucks tahun itu.
Hal tersebut dilaporkan direksi di RUPS Starbucks pada 2013. Salah seorang pemegang saham bernama Tom Strobhar, yang kemudian diketahui merupakan pendiri organisasi anti-pernikahan sejenis, memprotes dampak sikap tersebut. Kepada pemegang saham tersebut, Schultz mengatakan,
“Dengan hormat, jika Anda merasa dapat mendapat dividen lebih besar daripada 38% yang Anda dapat tahun lalu, ini negara bebas. Anda bisa menjual saham Anda di Starbucks dan membeli saham perusahaan lain. Terima kasih.”
Dengan demikian, pernyataan Schultz sebenarnya bukan ditujukan kepada pemegang saham yang menentang pernikahan sesama jenis, melainkan pada keberatan soal keuntungan yang menurun karena dukungan perusahaan pada pernikahan sesama jenis. Ini murni soal duit.
Legalisasi negara atas pernikahan sesama jenis adalah gelombang yang terjadi lima tahun belakangan. Terakhir, Jerman baru saja melakukannya pada 30 Juni lalu, persis di hari keluarnya pernyataan Anwar Abbas. Keputusan itu diambil setelah parlemen melakukan voting dengan hasil, 393 mendukung, 226 menolak, dan 4 abstain.
Menariknya, enam anggota parlemen yang beragama muslim mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis. Mereka adalah Cem Özdemir, Ekin Deligöz, Özcan Mutlu, dan Omid Nouripour dari Partai Hijau; Aydan Özoğuz dari Partai Sosial Demokrat; dan Cemile Giousouf dari Persatuan Demokratik Kristen, partai yang dipimpin Kanselir Jerman Angela Merkel.
Giousouf merupakan warga negara Jerman keturunan Turki yang bermigrasi dari Yunani. Ia adalah anggota parlemen perempuan muslim pertama yang terpilih pada 2013. Kepada media ia mengatakan bahwa meski dirinya muslim, partainya memberikan kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai tempatnya. Nilai keimanan antara Kristen dan islam tidak dibeda-bedakan.
Sebaliknya, pemimpin partai Giousouf yang juga kanselir Jerman, Angela Merkel justru menolak menyetujui pernikahan sesama jenis. Merkel menyebut bahwa pernihakan adalah persatuan antara laki-laki dan perempuan. Sikap Merkel ini berbeda dengan sikap penasihat seniornya Peter Altmajer dan Menteri Pertahanan Ursula von der Leyen.
Meski homoseksual tidak dianggap kejahatan di Jerman, tetapi negara belum mengadopsi hukum yang mengizinkan pernikahan sesama jenis. Hasil voting di parlemen Jumat lalu tersebut mengubah lanskap hukum dan memberi harapan bagi pasangan sesama jenis di negara itu untuk bisa menikah secara resmi dan legal. Di Uni Eropa yang beranggotakan 28 negara, Jerman adalah negara ke-14 yang memutuskan melegalkan pernikahan sesama jenis.
Anggota parlemen muslim Jerman bukanlah politisi muslim pertama yang mendukung pernikahan sesama jenis. Sebelumnya, Sadiq Khan, wali kota London yang keterpilihannya 2016 lalu menjadi euforia tersendiri di Indonesia, pernah mendapat ancaman dari kelompok ekstremis Islam karena dukungannya. Dukungan ini ia berikan saat masih menjadi anggota parlemen dari Partai Buruh.
Jadi, mau boikot Starbucks sebagai simbol kapitalisma atau sebagai simbol dukungan LGBT? Hehehe~