MOJOK.CO – Perang bintang Gubernur Anies Baswedan versus Wali Kota Tri Rismaharini sedang terjadi di jalur Jakarta-Surabaya PP. Semua gara-gara sampah.
Pangkalnya adalah celetukan anggota DPRD Jakarta yang bilang masalah sampah di Jakarta baru bisa selesai kalau Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mau datang dan menanganinya. Pernyataan kontroversial ini tercetus saat DPRD Jakarta studi banding ke DPRD Surabaya untuk mencari solusi pengelolaan sampah.
“Apakah Ibu Risma mau kita boyong ke Jakarta dalam waktu dekat? Masalah sampah ini bisa terselesaikan kalau pilkada mendatang Bu Risma pindah ke Jakarta,” kata Bestari Barus, biasa dipanggil Bestari, Ketua Fraksi NasDem DPRD Jakarta.
Masyaallah, pilpres baru kelar, udah ada yang ngomong pilkada. Bapak ini dibekep aja apa ya.
Tapi yang tak terduga, Risma malah nggak mendinginkan suasana. Sebaliknya dia malah ikut-ikutan menyambar umpan lambung yang diberi Bestari. “Ya, aku ngomong, medeni (menakutkan). Gimana nggak takut, lha katanya Bantargebang 2021 tutup, sedangkan baru selesai 2022 (pembangunan TPA baru). Lha, terus satu tahun gimana? Sehari saja bisa messy (kacau) nggak keangkut sampahnya,” ujar Risma.
Menurut tim Versus Mojok yang konsen pada isu-isu kebahasaan, tuturan amburadul Bu Risma yang membingungkan itu klirnya begini: Masalah sampah Jakarta itu menakutkan. Kabarnya tempat pembuangan akhir Bantargebang akan ditutup tahun 2021, tapi TPA penggantinya baru selesai dibangun 2022. Lalu di mana sampah Jakarta akan dibuang selama setahun jarak antara penutupan dan pembukaan TPA baru itu? Padahal sehari saja TPA tutup, sampah-sampah yang tak terangkut sudah bikin keadaan kacau.
Pernyataan Risma segera menyulut api dalam diri Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Beliau langsung merepons dengan balasan yang seperti biasa, tak pernah mengecewakan.
Menurut Anies, persoalan sampah di Jakarta sekarang ada karena gubernur sebelumnya tidak menanganinya dengan baik. “Jadi Pak Bestari itu membicarakan Jakarta yang dia ikut tanggung jawab kemarin. Jadi beliau suka lupa, maunya menyerang gubernur yang sekarang. Lupa (bahwa masalah) ini (juga) menyerang gubernur-gubernur sebelumnya tuh,” kata Anies Baswedan. Semua kata dalam kurung adalah tambahan dari tim Versus Mojok.
“Yang saya terima saat ini adalah kenyataan yang ada sejak kemarin. Angka-angka itu kan sudah bertahun-tahun,” kata Anies lagi.
Menurut Anies, saat ini dirinya sedang mewarisi persoalan sampah dari gubernur-gubernur sebelumnya. Tidak perlu disebutkan lah ya siapa gubernur yang dimaksud. Jelas Ahok sama Jokowi dong. Masak Ali Sadikin. Kejauhan, bos.
Penjelasan Anies Baswedan benar belaka. Masalah sampah, seperti juga masalah reklamasai, polusi, banjir, sungai bau, kemacetan, semua warisan dari gubernur-gubernur sebelumnya. Semua masalah itu ada tidak lain dan tidak bukan karena Jokowi dan Ahok tidak membereskannya. Coba bayangkan betapa nggak adilnya kelelahan Anies saat ini, harus menerima kritik dari sana-sini karena problem sisa masa lalu.
Idealnya kan, gubernur-gubernur sebelumnya kerja yang benar biar penerusnya santai. Biar bisa fokus balikin modal kampanye, atau konsentrasi mencapai tujuan semua orang yang pengin jadi gubernur/wakil gubernur Jakarta akhir-akhir ini: maju pilpres. Dikata nyiapin strategi pilpres dan ngumpulin modalnya gampang apa?
Jadi, Pak Bestari dan anggota DPRD Jakarta lainnya, tolong, tolong sekali, kalau ngomong, dipikir dulu. Kalau mulai gampang lupa, pertimbangkan ikut sesi terapi demensia. Kritik sembarangan bukan perilaku terpuji. Kalau menyerang, prinsip adil dan cover both side tetap harus dijunjung tinggi. Menyerang itu yang santun. Semacam koboi yang mau nembak, permisi dulu. Anda-Anda anggota dewan harus camkan, masalah-masalah yang ada di Jakarta, sekali lagi, adalah kenyataan yang ada sejak kemarin.
Dan untuk Bu Risma, sudahlah, Bu, anteng saja di Surabaya. Ingat lho, 2016 silam sudah ada petisi menolak Anda maju pilkada Jakarta 2017. Petisi dari warga Surabaya itu jelas sekali isinya, Anda tidak diinginkan berada di Ibu Kota Indonesia. Tidak diinginkan itu mestinya menimbulkan perasaan perih tho, Bu? Jadi, tolong jangan ikut campur masalah Jakarta, Bu. Pliiis.