MOJOK.CO – Sketsa wajah pelaku penyerangan Novel Baswedan sudah ada sejak November 2017 silam. Namun Polisi baru bisa menangkapnya sekarang? Hm, dapaniya?
Tertangkapnya dua tersangka yang menyiram air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan jadi bahan ghibah paling asyik selama beberapa hari ke belakang. Terutama melihat prosesnya yang lama banget dan tersangka yang ditangkap jebul adalah anggota polisi juga.
Lah gimana? Jika dihitung sejak penyerangan pada April 2017 sampai Desember 2019, institusi Polri membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk menangkap anggotanya sendiri. Sebuah fakta yang memancing bumbu-bumbu pergunjingan.
Wajar kemudian kalau Yati Andriyani, Tim Advokasi Novel Baswedan meminta kepastian proses tersangka RM dan RB, agar keduanya tidak cuma dijadikan “tumbal” oleh atasan polisi.
“Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang pasang badan untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar,” katanya.
Kecurigaan ini cukup besar karena sketsa wajah pelaku sudah ada sejak 2017. Bahkan Polisi saat itu merilis empat wajah—yang mana kurang mirip dengan salah satu dari dua pelaku yang akhirnya ditangkap.
Uniknya, justru hasil dari sketsa wajah Tempo yang terlihat mirip dengan salah satu tersangka atas inisial RB atau diduga bernama Ronny Bugis. Anggota Brimob dengan pangkat Brigadir. Tentu ini menarik ketika melihat versi Polisi bisa kalah mirip dengan sketsa yang dibikin Tempo.
Dari hal ini tentu saja muncul dugaan-dugaan bahwa polisi memang sengaja “menyamarkan” wajah sang pelaku, karena sedari awal sudah sadar kalau pelakunya adalah anggota sendiri. Tapi sebagai institusi paling bersih dan berkomitmen sejagat raya, tak mungkin kiranya polisi melakukan itu semua.
Bisa saja sebenarnya sketsa wajah dari pihak polisi itu mirip, tapi karena tukang gambarnya lagi capek luar biasa, akhirnya malah hasil akhirnya lumayan luput.
Lah iya dong, kan kesalahan teknis seperti ini bisa saja terjadi.
Kali aja, niat hati orang yang request gambar ke tim sketsa wajah dari pihak polisi ini mintanya kayak yang dibikin Tempo. Tapi karena banyak tekanan, deadline menggunung, dan desakan dari atasan datang bertubi-tubi akhirnya gambar yang dibikin jadi nggak mirip.
Itu pun juga udah gambar sekuat tenaga dengan berulang kali revisi. Hambok dihargai dikit kerjaan polisi yang ini. Toh, paling tidak gambar sketsa mereka saat itu beneran ada gambar wajahnya. Bukan wajah pelaku kejahatan kayak di komik Conan.
Soal kenapa sketsa wajah pelaku penyerangan Novel Baswedan lebih mirip punya Tempo, mungkin karena mereka tidak dituntut untuk menemukan pelaku. Jadi kerjanya jauh lebih rileks.
Akhirnya akurasi bentuk wajah jadi bisa mirip banget. Bahkan saksi yang dimintai keterangan oleh Tempo untuk merekontruksi wajah pelaku pun lebih banyak dari saksinya polisi.
Yah, lagian kan Tempo bisa lebih santai ketimbang pak polisi, karena bukan sedang cari pelaku yang temen sendiri. Eh.
Kemungkinan yang lain, bisa jadi polisi emang sengaja bikin sketsa gambar pelaku yang salah.
Eit, jangan suudzon dulu dengan bilang agar pelaku nggak bisa ketangkap. Justru dengan sketsa wajah pelaku yang nggak ada mirip-miripnya kayak begitu supaya pelakunya lengah.
Jadi sebenarnya sketsa wajah pelakunya itu mirip banget, cuman nggak disebari ke publik. Yang disebarin yang “salah”. Lalu, ketika dirasa waktunya pas akhirnya pelakunya bisa menyerahkan diri ditangkap. Bijimana? Sebuah strategi yang brilian kan?
Soal durasi yang membutuhkan waktu sampai 990 hari sejak 2017, barangkali polisi sedang ingin mengapresasi Tempo saja karena udah bikin sketsa wajah dengan serius dan hasilnya bagus. Lantas penghargaan itu dibuat dengan cara mencari anggota yang wajahnya mirip dengan sketsa wajah versi Tempo.
Mungkin saja polisi sebenarnya mencari orang yang lumayan mirip dengan sketsa bikinannya Tempo itu. Meski setelah dikorek-korek kok tetap nggak ada, akhirnya ketemu deh yang lumayan mirip. Lalu pelaku ini dibikin biar bisa mirip.
Nah, proses agar bisa mirip dengan sketsa wajah inilah yang akhirnya membutuhkan waktu selama lebih 990 hari alias lebih dari dua tahun itu. Sebuah usaha—kalau beneran—jelas patut diacungi jempol.
Wajar kalau kemudian publik memuji-muji Tempo karena udah bisa bekerja “lebih baik” dari polisi. Paling tidak sketsa wajah penyerang Novel Baswedan punya mereka kelihatan jauh lebih mirip ketimbang punya polisi.
Padahal itu semua merupakan kerja keras dan kerja ikhlas polisi semata agar Tempo nggak kelihatan salah dan nggak malu.
Waduh, terima kasih Pak Polisi. Kalian semua memang luwar biyasa. Berani mengorbankan citra diri sendiri agar pihak lain yang bisa kena pujian.
BACA JUGA Pernah Tuduh Novel Baswedan Akting, Dewi Tanjung Sebut Pelaku Punya Hati Nurani atau tulisan rubrik POJOKAN lainnya.