Nama Anak
Kemarin, sehabis melahirkan, Mama Frietz sama Bapa Frietz punya rumah tangga hampir bubar. Masalah sepele sekali. Bapa Frietz mau kasi nama “Franz” ke adik bayi, sedangkan Mama Frietz mau kasi nama “Peter”.
“Mama, ko kasi nama pikir-pikir dulu ka!”
“Bapa! Ko tidak usah protes banyak,” Mama Frietz omong sambil angkat de punya dada.
“Jekson! Ko mau adik bayi jadi laba-laba ka?”
“Tuhan! Bapa ni bicara apa?”
Bapa Frietz coba kasi pengertian ke Mama Frietz kalo nama Peter itu tidak cocok.
“Mama! Kita ini orang Timur. Peter itu nama Barat.”
“Ko pikir Franz bukan nama barat ka?” bantah Mama Frietz sambil gigit dorang punya bibir yang aduh … sayang sekali.
Dorang bertengkar rame sekali. Gelas terbang, rumah goyang-goyang, piring pecah, pokoknya! Dorang bertengkar sampai bikin karyawan PT Freeport yang ada di Timika Papua sana mogok kerja. Ko percaya ka tidak? Tidak percaya? Epen ka ….
Gara-gara dorang bertengkar rame sekali, bapa kepala suku sampai-sampai harus turun tangan.
“Frizer …! Frizer …! Frizer …!” Kepala Suku panggil dengan nada tinggi sekali. Tapi Bapa Frietz dan Mama Frietz tidak hiraukan Kepala Suku punya bicara (dorang masih bertengkar rame).
“Frizer!” Sekali Bapa Kepala Suku teriak. De punya gigi bergetar, muka merah.
Bapa Frietz sama Mama Frietz berhenti bertengkar. Dorang kaget dengar Kepala Suku.
“Ko dua kenapa tidak langsung respon saya punya bicara, ko dua tidak punya telinga ka?”
Sambil tunduk-tunduk Bapa Frietz jawab, “Kami dua minta maaf, bapa Kepala Suku. Kami punya telinga masih lengkap.”
“Tapi kenapa ko tidak respon cepat?” potong Bapa Kepala Suku dengan nada masih tinggi.
“Maaf sekali, Bapa Kepala Suku! Kami tidak dengar Bapa Kepala Suku panggil kami,” Mama Frietz coba kasi penjelasan.
“Aaah … ko dua memang salah! Terus tadi saya teriak-teriak bilang Frizer … Frizer … itu apa?” Kepala Suku coba kasi yakin Bapa Frietz sama Mama Frietz.
“Aaa … Tuhan! Frizer itu siapa?”
“Frizer itu nama ko punya anak, toh?” (Karena anak mereka yang paling tua dikasi nama Frietz, makanya Bapa Frietz dan Mama Frietz dipanggil pakai nama anaknya.)
“Pele …! Bapa Kepala Suku pikir kami punya anak mesin pendingin ka?”
“Terus! Frizer itu siapa? Kalian punya keponakan ka?”
“Frizer itu Mama Dukun pu kulkas,” jawab Bapa Frietz dan Mama Frietz bersamaan.
Beef Burger
Frietz yang baru pertama kali injak kaki di kota langsung dapat tugas dari kakak senior.
“Adik! Kaka bisa minta tolong ka tidak?”
“Aaa … bisa kaka. Kaka mo minta tolong apakah?” tanya Frietz dengan mantap
“Coba ko pergi belikan saya beef burger dua porsi di lorong sebelah,” perintah kaka senior sambil mengeluarkan uang dari dalam dompetnya.
“Baik, kaka senior. Kaka senior mau yang besar atau kecil?” tanya Frietz memperjelas
“Yang besar toh! Ini sa sudah lapar sekali”
Setelah dapat arahan dan penjelasan dari Kaka Senior, Frietz kemudian pergi dengan sigap.
Beberapa menit kemudian, Frietz muncul dengan membawa dua kantong plastik.
“Frietz! Kenapa ko cepat sekali?” tanya Kaka Senior heran
“Memang cepat toh, Kaka? Ini sa su bawa dua porsi besar,” sambil dorang kasi dua kantong plastik ke Kaka Senior.
Kaka senior sudah curiga, baru kali ini dorang pesan burger cepat sekali. Begitu plastik dibuka, bukannya burger, yang ada malah dua porsi es krim cokelat.
“Frietzzz!!!” panggil Kaka Senior setengah frustrasi, “Ini kenapa ko beli es krim?”
“Ah, Kaka! Itu bukan burger ka?”
Gara-Gara Ani
Bapa Frietz sudah lama sekali tidak nonton Boaz Solossa main bola. Kebetulan nanti malam pukul 9, tim Boaz ada main lawan PSM Makassar. Tapi sayang, pertandingan diadakan di Jakarta, jadi Bapa Frietz hanya bisa menonton lewat TV.
Jarum jam sudah ada di angka 9, Bapa Frietz sudah siap-siap menonton Boaz punya permainan. Tapi waktu Bapa Frietz mau kasi nyala TV, Bapa Frietz kaget lihat layar TV sudah retak-retak. Bapa Frietz kecewa juga marah-marah.
“Mamaaa …! Ini TV rusak gara-gara siapa?” teriak Bapa Frietz keras.
“Kenapa ko tanya saya?” dengan santai Mama Frietz tanya balik.
“Ah … ko yang terakhir putar TV tadi sore. Ini pasti gara-gara ko?”
“Papa! Ko jangan asal e!” Mama Frietz coba membela diri sambil tunjuk-tunjuk ke muka Bapa Frietz.
“Kalo bukan gara-gara ko, terus siapa?” tanya Bapa Frietz memperjelas.
“Coba ko tanya sama Ani sana! Siapa suruh dia ingkar janji sama Rhoma.”
“Ah, Mama! Hubungan Ani, Rhoma sama kita pu TV yang retak apa?” tanya Bapa Frietz penasaran.
“Papa! Jadi begini. Kemarin tu sa nonton film Rhoma yang main dengan Ani. Mereka su janji untuk saling cinta sampai mati.Tapi, Ani tidak tepat janji. Sa jadi emosi. Sa pu kaki tidak sengaja melayang ke TV.”
Mendengar penjelasan Mama Frietz, Bapa Frietz jadi geram. Tangan Bapa Frietz melayang lalu mengenai layar kaca TV hingga pecah.