Curhat
Dear Gus Mul dan Cik Prim yang baik hati, curhat dongggg.
Panggil saja saya Mawar, usia saya sudah menginjak dua dekade lebih dikitlah, usia di mana seorang perempuan sedang sering-seringnya ditanya ‘teman dekatnya mana?’
Langsung saja ya, Gus, Cik, dulu sejak kandasnya hubungan saat masa SMA, saya sedikit mengalami trauma untuk memulai hubungan asmara lagi. Pribadi saya menjadi sangat dingin terhadap lelaki.
Awal masuk kuliah, entah kenapa rasa dingin saya terhadap lawan jenis semakin menjadi-jadi, dimata saya, mereka selalu tampak sebagai kawan lelaki biasa, tidak pernah tersirat bahwa kelak salah satu dari mereka akan menjadi seorang ‘kekasih’ nantinya.
Yang saya heran, semakin saya dingin, ternyata semakin banyak yang mengejar saya. Sudah banyak yang mencoba mendekati saya, tapi tidak ada satu pun yang berhasil mencuri hati saya.
Waktu kemudian mempertemukan saya dengan seorang lelaki, sebut saja namanya Upil. Saya dan Upil sebenarnya memang sudah kenal beberapa tahun yang lalu, hanya saja baru belakangan ini kami diberi kesempatan untuk mengenal satu sama lain. Entah kenapa, saya merasa sangat cocok dengan Upil. Kisah perjalanan asmara saya yang sebelumnya hampir selalu beku membuat saya merasa sangat hangat dekat dengan Upil. Sejauh ini, kami merasa nyaman, kami sudah seperti sepasang kekasih.
Nah, yang membuat saya bimbang adalah saya butuh sekali kejelasan mengenai hubungan yang sedang kami jalani. Jujur, sebetulnya saya tidak butuh status seperti pacaran, hanya saja, saya ingin jelas mau dibawa ke mana arah hubungan kita. Setiap saya tanyakan hal ini padanya, ia tak pernah menjawab dengan tegas.
Keadaan ini terus bertahan, hingga suatu hari, ada seseorang yang menghubungi saya, sebut saja dia Kopok. Dia ini ternyata teman satu tempat ngopi sama saya dulu, hanya saja saya tidak pernah sadar dengan keberadaannya saat itu.
Si Kopok ini dengan sangat jujur dan berani (atau nekat?) bilang sama saya jika dia sudah tertarik dengan saya sedari dulu. Dan entah kenapa, saya merasa dia datang di saat yang pas, datang di saat saya mulai ragu pada Upil. Dia menjadi sosok yang bisa membuat saya merasa nyaman dengan cepat. Saya khawatir saya jatuh cinta sama Kopok. Hal tersebut sekaligus juga membikin saya takut, sebab saya pernah dengar kata orang kalau kita jatuh cinta terlalu cepat, kandasnya pun akan cepat pula? Saya takut itu terjadi, dan sebisa mungkin saya rem perasaan saya.
Jujur saya masih ada rasa dengan si Upil, tapi rasanya sulit juga untuk menghindarkan perasaan saya pada si Kopok. Jadi Gus Mul, Cik Prim, apa yang kira-kira harus saya lakukan? Kalian berdua punya saran?
~Mawar, di Bandung.
Jawab
Dear Mbak Mawar.
Jujur, saya tentu sangat tidak ingin ikut campur dalam urusan pertentangan hati yang sedang sampeyan alami ini. Tapi ya mau bagaimana lagi, saya punya kewajiban untuk membalas curhatan yang tayang di rubrik ini, jadi mau nggak mau, saya harus ikut masuk dalam lingkaran hubungan rumit sampeyan. Ini bukan soal perhatian, tapi lebih kepada soal sandang pangan, sebab ini menyangkut honor saya sebagai redaktur Mojok.
Begini, Mbak Mawar. Urusan sampeyan bakal memilih siapa, Upil atau Kopok, itu tentu seratus persen hak prerogatif sampeyan. Atau sampeyan nggak memilih dua-duanya dan malah lebih memilih saya juga boleh saja. Wong sampeyan yang menjalani. Tapi sebagai orang yang pernah merasakan ketidakpastian soal asmara, saya menyarankan sampeyan untuk memilih Kopok.
Apa alasannya? Sederhana saja. Ini soal komitmen. Tentu dalam hubungan awal pacaran, membicarakan komitmen rasanya memang terlalu naif, tapi bagaimanapun, pacaran pada akhirnya memang diarahkan kepada jenjang yang lebih tinggi. Pernikahan. Dan lagi-lagi, itu adalah soal komitmen. Lha wong untuk bunuh diri saja butuh komitmen, apalagi menjalin hubungan.
Dan saya pikir semua paham betul akan hal ini: bahwa urusan komitmen selalu terbangun dari sebuah kejelasan dan kepastian.
Kenyamanan dalam berhubungan adalah barang mewah, tapi kepastian dalam berhubungan, adalah barang berkelas. Dan jika sampeyan bisa menemukan kelas dan kemewahan itu dalam satu sosok, maka apa yang mesti dipikirkan?
Sebagai lelaki, saya menganggap Upil tak serius. Bahkan untuk sekadar memperjelas hubungan kalian pun, ia tak mampu, atau bahkan tak berani, atau yang lebih buruk, tak pernah punya niat.
Berbeda dengan Kopok yang, walaupun mungkin kalah timing, tapi setidaknya, ia gentle. Berani mengungkapkan perasaannya. Berani membuat keputusan untuk memulai kisah dengan sampeyan.
Soal kenyamanan, sampeyan sendiri bilang, bahwa Kopok ternyata bisa membuat diri sampeyan nyaman. Bahkan dalam waktu yang cukup singkat. Ini tentu sinyal yang bagus bagi hubungan sampeyan.
Saran saya, jika sampeyan masih ragu dengan pergulatan batin sampeyan, cobalah untuk mengambil langkah tegas. Tanyakan sekali lagi untuk terakhir kalinya kepada Upil tentang status hubungan kalian. Kali ini, tanyakan dengan keteguhan dan kemantapan yang paling paripurna. Tunjukkan bahwa pertanyaaan kali ini adalah pertanyaan yang paling serius yang pernah sampeyan tanyakan.
Dan jika jawaban Upil masih begitu-begitu saja, ya sudah, jangan ragu lagi. Depak dia, dan beralihlah segera pada Kopok yang sudah jelas-jelas memberikan keberaniannya.
Mengutip apa kata Kangmas saya, Mas Johnny Depp, “if you love two people at the same time, choose the second. Because if you really loved the first one, you wouldn’t have fallen for the second.”
Semoga beruntung, Mbak Mawar.
~Agus Mulyadi