Tanya
Gus Mul, curhat dong.
Saya mahasiswa asal dari Kediri dan sekarang tinggal di Malang. Sebut saja saya Maya.
Jadi begini, Gus. Di usia saya yang sudah dua dekade ini, saya belum pernah sekali pun pacaran, lebih tepatnya belum pernah berhasil pacaran. Bahkan ditembak pun saya nggak pernah. Padahal kata emak dan orang-orang, saya ini nggak jelek lho, Gus (tapi yo bukan berarti saya cantik sih, hehehe). Semoga itu bisa menjadi sedikit pengantar yang cukup dari saya soal bagaimana kondisi asmara saya.
Nah, langsung ke inti polemik yes. Jadi, pada suatu hari, ketika ada rapat dari perkumpulan organisasi mahasiswa, saya bertemu dan duduk bersebelahan dengan satu sosok yang bakal saya ceritakan. Sebut saja namanya si Ucis. Saya yakin dia tahu saya karena kita sudah sempat berkenalan dan berjabat tangan sebagai sesama penghuni organisasi sekitar. Begitulah kiranya, Gus, awal perjumpaan kami.
Waktu kemudian berganti. Belakangan baru saya tahu kalau si Ucis ini ternyata anak mapala (mahasiswa pencinta alam) yang suka naik gunung, suka bergelut dengan alam. Dari situ saya mulai merasa, si Ucis ini tipikal lelaki yang tipe gue banget. Sejak saat itu pula, saya mulai tertarik dan mencari-cari si Ucis di sosial media, stalking dan follow Instagramnya meskipun pada akhirnya saya tidak difolbek. Pokoknya fix, saya punya perasaan sama Ucis.
Selama lebih dari dua tahun saya pulang pergi ke kampus dengan melewati depan sekretariat Mapala, saya dan Ucis berkali-kali bertemu. Tentu saja secara tidak sengaja. Dan katanya, ketidaksengajaan adalah sebuah takdir dari Tuhan, maka dari itu saya semakin yakin untuk serius dengan perasaan saya. Tetapi, alam sepertinya tidak merestui, pertemuan kami adalah pertemuan yang sepihak. Ucis ini ternyata nggak pernah melihat saya, Gus.
Kisah selanjutnya, saya cerita ke teman-teman saya kalau saya suka sama Ucis, dan akhirnya tersampaikanlah kebenaran itu kepada Ucis. Gara-garanya, salah satu kawan saya cerita sama Ucis. Jawaban si Ucis benar-benar bikin saya salah tingkah sekaligus malu, “Oalah, ini tho yang suka sama saya!” Ekspresi Ucis yang datar semakin membuat saya yakin kalau dia tidak mempunyai rasa sama saya. Bahkan cenderung cuek.
Nah, Gus, kira-kira apa yang harus saya lakukan? Apakah saya sudah berbuat salah karena sebagai wanita telah berusaha mendekatinya ketika Ucis sendiri tak pernah mendekati saya?
~ Maya
Jawab
Dear, Maya
Langsung saja yes. Nggak usah kebanyakan basa-basi, ini malam Minggu soalnya, saya keburu mau siap-siap buat berangkat party.
Jadi begini, tak ada yang salah dengan mendekati seorang lelaki. Tak ada aturan dalam hubungan asmara bahwa yang mendekati terlebih dahulu harus pihak lelaki. Jadi sah-sah saja kok kalau perempuan melakukan manuver-manuver untuk mendekati lelaki.
Dulu pas saya jadian sama (mantan) pacar saya, yang pertama kali melakukan pendekatan juga dia, bukan saya. Yah maklum, di Mojok saya memang dilatih untuk lebih banyak dikejar ketimbang mengejar.
Oke, kembali ke pokok masalah. Soal Ucis, kalau sampean memang merasa mantap dan cocok, ya terus saja kejar. Berikan perhatian-perhatian kecil padanya. Lelaki boleh saja seganas macan, tapi wanita selalu menjadi pawang sirkus yang handal.
Secuek-cueknya lelaki, pada satu titik ia akan tetap lebur oleh perhatian yang diberikan terus-menerus.
Nah, yang harus diperhatikan adalah sampean harus tahu kapan harus berhenti. Ingat, pawang dan harimau itu soal jodoh.
Jika sampean merasa sudah melakukan apa pun yang memang harus dilakukan dan Ucis tetap tidak tertarik dengan sampean, ya sudah. Itu artinya Ucis memang bukan harimau yang pantas untuk sampean. Segeralah sadar dan cari harimau lain.
Tentu saja ini proses yang menyakitkan. Sebab kita semua paham, most painful thing ever is having feelings for someone you can’t have. Hal yang paling menyakitkan adalah mempunyai perasaan pada orang yang tak bisa kau miliki. Tapi, jika sampean terus bergumul dengan usaha susah payah yang susah untuk ditaklukkan, sampean akan menanggung rasa sakit yang lebih besar.
Hapus Ucis dari daftar pencarian. Ingat, Indonesia adalah negara yang punya banyak gunung. Itu berarti, Indonesia juga punya banyak stok lelaki mapala yang hobi naik gunung. Di luar sana juga masih buanyak lelaki keren (baik mapala maupun non-mapala) yang juga hobi naik gunung seperti Ucis.
Atau mau saya kenalkan sama seorang lelaki yang mungkin cocok sama sampean? Dia redaktur Mojok, punya hubungan erat sama gunung karena memang tinggal di Magelang yang punya banyak gunung, nggak cakep-cakep amat sih, tapi dia baik hati, humoris, terampil, dan trengginas. Saya nggak mau sebut nama sih. Sebab saya yakin, sampean sudah tahu siapa dia.
Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak ada Ucis, Agus pun (eh, kelepasan) bisa menjadi pilihan yang lumayan.
Sekali lagi, hal yang paling menyakitkan adalah mempunyai perasaan pada orang yang tak bisa kita miliki. Dan hal yang paling membahagiakan adalah menemukan gantinya.
~ Agus Mulyadi