MOJOK.CO – Seorang lelaki ngakunya lagi galau karena diputus pacar. Pasalnya, dia tetap ingin bertahan dengan hape jadul dan nggak mau beralih ke hape yang bisa buat Whatsapp.
TANYA
Dear Redaksi Mojok . . . .
Perkenalkan nama saya Mas PGD (Pria Galau tingkat Dewa), karena saat ini saya memang lagi galau akut. Oleh karena itu, saya pengin banget mencurahkan kegalauan yang membelenggu hati saya saat ini. Mungkin saja, saya mendapat peneguhan hati atas persoalan saya.
Dari pada basa-basi kebanyakan, saya langsung ke intinya saja. Jadi gini Mas-Mbak, saya punya pacar dan kami sudah berpacaran hampir 4 tahun. Saya dan dia tinggal berjauhan, ya semacam LDR-an gitu. Meski berjauhan, hubungan kami terjalin baik karena kami saling percaya satu sama lain.
Hingga suatu ketika, tiba-tiba pacar saya meminta saya untuk membeli hape baru yang ada aplikasi Whatsapp-nya. Kata pacar, aplikasi tersebut sangat praktis dan efektif untuk berkomunikasi. Permintaan pacar ini, dikarenakan hape yang saya miliki saat ini memang sangat minimalis alias jadul sebab nggak bisa dipasang aplikasi apa-apa—termasuk Whatsapp.
Lantas, saya menolak keinginan pacar saya. Sebab, selama ini komunikasi antara saya dan dia berjalan baik dan lancar. Selain itu, saya juga sudah sangat terikat dan menyatu dengan hape saya yang jadul tersebut. Saya pun mengatakan kepada pacar, bahwa saya merasa nyaman dengan hape saya saat ini, sekalipun tidak ada Whatsapp di dalamnya. Toh, komunikasi juga tetap berjalan lancar.
Sikap pacar saya langsung berubah mendengar jawaban dari saya. Ia tidak pernah lagi memberikan kabar kepada saya dan hubungan kami menjadi renggang. Saya sudah mengirim pesan singkat berkali-kali, namun tidak ada sahutan darinya. Hingga suatu hari, saat saya sedang menatap hape jadul punya saya itu, tiba-tiba ada pesan singkat yang masuk dan ternyata dari pacar saya. Begini isi pesannya,
“Kalau kamu tidak mau beli hape baru yang ada aplikasi Whatsapp-nya, mendingan kita putus saja. Saya capek berurusan dengan pria yang memiliki hape jadul. Kita putus!”
Saya baca pesan itu berkali-kali tetapi tak juga mengubah komitmen saya untuk tidak membeli hape baru. Saya tetap setia dengan hape jadul saya, sekalipun saya sadar bahwa itu akan menjadi bencana bagi kebaikan hubungan kami.
Sudah hampir sebulan ini kami tidak berkomunikasi. Saya berpikir, itu menjadi tanda-tanda hubungan kami, betul-betul kelar. Saat ini saya sangat galau sekali. Kira-kira saya harus bagaimana? Mohon pencerahan dan solusinya. Saya sangat berharap Mas-Mbak bisa menjawab kegalauan tingkat dewa yang saya alami ini.
Terima kasih.
JAWAB
Mas PGD yang baik, langsung saja ya. Sebetulnya sampeyan kan sudah tahu sebab dan akibat dari keputusan yang Mas ambil, yakni: tetep kekeuh nggak mau beli hape baru yang nggak jadul. Jadi, Mas, sampeyan nggak pantes blas menyatakan diri sebagai seorang pria yang sedang galau tingkat dewa. Itu sungguh berlebihan, karena saya yakin sebetulnya sampeyan nggak galau-galau amat.
Betul, sampeyan sudah berusaha untuk mengirim pesan singkat ke mbak pacar. Tapi apa ya itu cukup? Sampeyan bilang pesan singkat, loh! Bukan pesan panjang sebagai bentuk klarifikasi dan memberikan penjelasan padanya. Saya anggap, usaha nanggung ini sama dengan sikap pasrah. Apa dalam kepasrahan ini, sampeyan berharap ujug-ujug mendapatkan keajaiban semua dapat kembali seperti semula? Gitu?
Begini, Mas. Pasti sampeyan sudah paham, kan? Dalam sebuah hubungan, kunci utama supaya tetap dapat berjalan dengan lancar adalah komitmen dan komunikasi. Apalagi jika saat ini kalian dalam masa-masa LDR. Tentu, kedua hal ini kudu semakin dijaga dan diperkuat supaya tidak mudah goyah. Namun, jika salah satu saja nggak bisa berjalan dengan baik, tentu hubungannya juga jadi nggak baik.
Saya tahu, sampeyan memang lebih nyaman dengan menggunakan hape jadul—bahkan hingga t e r i k a t dengannya. Menurut njenengan, SMS dan telpon itu sudah cukup bikin bahagia. Namun, apakah sampeyan nggak memikirkan mbak pacar yang ternyata lebih nyaman menggunakan Whatsapp—dan fitur-fitur pendukungnya—sebagai media komunikasi?
Dari sini kan sudah jelas, ada dua kebutuhan yang berbeda. Yang mana, harus dikomunikasikan untuk saling memahami. Mas harus memahami kenapa kok mbaknya pengin pakai Whatsapp aja. Mbaknya juga harus paham kenapa kok Mas tetep nyaman pakai hape jadul.
Tapi, kalau sampeyan hanya memaksimalkan usaha sebatas memberi pesan singkat, saya kasih tahu ya, Mas. Bagi perempuan ini semacam menyuarakan genderang perang!!! Hal ini sebagai pertanda bahwa Mas memang tidak peduli dengan kelanjutan hubungan tersebut. Apalagi, ini sudah sebulan berlalu, sejak puncak kemarahannya tercurah!
Saya tidak terlalu paham, sejauh apa jarak LDR yang membentang dan memisahkan kalian. Namun, jika memang sebetulnya masih ada kesempatan untuk mengobrol langsung dan pertemuan bisa diusahakan. Ngobrol lah! Berdiskusi hingga bertengkar yang berbusa-busa, nggak masalah. Asal jangan sampai merusak fasilitas umum. Supaya kejujuran keluar dengan sendirinya.
Namun, saya kasih tahu, ya, Mas. Sesungguhnya yang-yangan di SMS dan Whatsapp, itu beda rasanya. SMS, sesuai namanya ia adalah pesan singkat. Jadi, kita harus memperkirakan berapa karakter yang dikirimkan. Apakah pesan yang dikirim tersebut, masih berbiaya satu SMS atau sudah kelebihan 3 karakter dan menjadi dua SMS. Kalau kayak gini kan harus ada kata yang disingkat atau ngurangi tanda titik, biar bisa tetep hemat dengan bayar satu SMS aja? Hal-hal kecil semacam ini, harus dipertimbangkan mati-matian, Mas.
Berbeda jika menggunakan Whatsapp. Kita bisa chat apa aja, panjang hingga harus pencet, “see more”, atau singkat-singkat kayak orang lagi berantem, tanpa kita harus memikirkan apakah karakter dalam pesan tersebut kelebihan atau tidak?
Lagian apa ya sampeyan nggak pengin, dalam kondisi LDR ini, bisa saling share link artikel Mojok sebagai bahan diskusi? Sehingga bisa menjadikan hubungan tersebut lebih barokah dan berfaedah? Belum lagi fitur-fitur tambahan yang dibawa Whatsapp, Mas. Diantaranya bisa kirim pesan suara atau video call. Asal Mas tahu saja, ya. Fitur semacam ini sungguh membantu dalam menjaga rasa yang dimiliki sehingga tidak mudah membuat kita…
…lali duwe relationship.
Lagian, Mas. Kalau memang yang terpenting hape tersebut bisa dipasangin Whatsapp, yaudah beli hape-hape Cina dulu kan bisa. Harga ekonomis namun tetap tangguh kalau cuma sekadar untuk kebutuhan komunikasi. Untuk lebih jelas terkait tipe-tipe HP-nya, monggo tanya ke rubrik konter aja~
Saya sih yakin, sebenarnya sampeyan sudah paham dengan hal-hal semacam ini. Mengirimkan curhat ke Mojok sebetulnya sedang mengharapkan dukungan, kan? Untuk mengiyakan pilihan Mas yang tetep kekeuh nggak beli hape, tidak salah adanya.
Namun, mohon maaf, Mas. Lagi-lagi, keputusan ada di sampeyan. Mas lebih memilih untuk move on dari hape kesayangan atau move on dari mbak pacar yang katanya masih sayang?