Rambat sedang sangat bahagia, ia akhirnya bisa menikah dengan Romlah, kekasihnya yang amat ia cintai. Rambat dan Romlah sebenarnya sudah saling jatuh cinta sejak masa kuliah, namun saat itu, tidak ada satu pun dari keduanya yang berani mengungkapkan perasaan masing-masing hingga keduanya lulus.
Dasar jodoh, setelah sama-sama lulus dan bekerja, keduanya dipertemukan kembali dalam sebuah proyek kerja. Jalinan cinta yang dulu pernah membara saat kuliah kembali menyala. Kali ini, Rambat lebih tegas, ia tak ingin menyesal untuk kedua kalinya, ia mantap mengungkapkan perasaannya pada Romlah. Gayung bersambut, Romlah pun ternyata masih menyimpan bara-bara perasaan yang dulu sempat layu.
Akhirnya, Rambat dan Romlah pun berpacaran. Empat bulan pacaran, keduanya lantas memutuskan menikah.
Setelah menikah, keduanya tingal di sebuah rumah kontrakan sederhana tak jauh dari tempat kerja Rambat.
Setelah menikah, entah kenapa, rezeki Rambat jadi semakin mantap. jabatannya di perusahaan percetakan naik. Gajinya pun ikut naik, hampir dua kali lipat. Kecukupan ekonomi ini membuat Romlah memutuskan untuk berhenti bekerja dan full mengurus rumah.
Belum juga satu tahun Rambat dan Romlah tinggal di rumah kontrakan mereka, kabar duka sudah datang menyelimuti. Ibunda Rambat meninggal dunia karena stroke.
Setelah ibunya meninggal, Rambat mengajak Romlah untuk tinggal di rumah orangtuanya. Maklum, setelah kepergian ibunya, praktis, tak ada yang menemani ayah Rambat di rumah, sebab kakak Rambat bekerja di Jakarta, sedangkan adiknya masih kuliah di salah satu universitas negeri di luar kota.
Entah ini berkah atau musibah, tapi yang jelas, kepindahan Rambat dan istrinya ke rumah orangtua Rambat ini akan menjadi cerita baru dalam sejarah pernikahan mereka berdua.
Berbeda dengan Rambat yang pemalu, Ayah Rambat ini ternyata sangat beringas. Sejak istrinya meninggal, ia tak segan-segan menggoda janda-janda di sekitar rumahnya.
Yah, meskipun sudah masuk usia 50an, namun ayah Rambat memang masih terlihat muda , ia senantiasa menjaga penampilan. Ia rajin berolah raga sehingga bentuk tubuhnya tetap terjaga tanpa dimakan usia. Hal itu semakin mendukung jiwa mudanya yang rupanya kembali menyala setelah kepergian istrinya.
Urusan rayu-merayu, ayah Rambat ternyata pilih tanding, mumpuni. Hal itu dibuktikan dengan mulai ada janda-janda yang mengirimkan sinyal padanya.
Hal ini kemudian membuatnya kebablasan. Pada satu titik, kebablasan itu akhirnya sampai pada batas yang paling bablas: merayu menantunya sendiri.
Yah, kebersamaan yang terjalin selama di rumah memang perlahan memunculkan desir-desir perasaan yang susah dijelaskan.
Romlah pun tak disangka ternyata juga demikian. Kebersamaan yang ia lalui bersama mertuanya di rumah selama suaminya bekerja di kantor rupanya menumbuhkan perasaan yang juga susah dijelaskan.
Dan pada akhirnya, terjadilah sesuatu yang terlarang itu.
Kala itu, ayah Rambat tak sengaja melihat Romlah sedang ganti baju di kamarnya yang tanpa disadari, pintu kamarnya tidak tertutup dengan sempurna. Hasrat terpendam yang selama ini bisa ditahan akhirnya bobol sudah begitu melihat kemolekan tubuh Romlah.
Ayah Rambat segera masuk dan langsung memeluk Romlah dari belakang. Romlah yang sedari awal juga menyimpan perasaan memang awalnya melawan, namun pada akhirnya, ia menerima juga pelukan dari mertuanya itu.
Keduanya kemudian saling berciuman mesra lalu saling melepaskan pakaian masing-masing.
Namun sial, hari itu Rambat ternyata pulang ke rumah lebih awal tanpa memberi tahu istrinya. Dengan niat ingin memberikan kejutan, ia memasuki kediamannya tanpa mengetok pintu terlebih dahulu dan segera masuk kamar.
Maka, betapa terkejutnya Rambat begitu melihat dua orang yang ia sayangi sedang bergumul di atas kasur kamarnya.
Kedatangan Rambat yang dadakan tersebut tentu saja membuat pergumulan Romlah terhenti. Romlah kaget bercampur takut. Sebaliknya, ayah Rambat terlihat berusaha menguasai situasi sambil menenangkan anak mantunya.
Rambat kecewa. Ingin sekali ia memarahi istri dan ayahnya. Namun belum juga hal itu dilakukan, ayahnya segera bangkit dan mendatangi Rambat.
Ayah Rambat menepuk pundak anaknya.
“Mbat. Kamu jangan marah kayak gitu,” bujuk ayahnya. “Kamu sudah lupa ya. Dulu ketika kamu masih kecil, kamu doyan menyusu ibumu sampai 2 tahun lamanya, dan ayahmu ini bersabar. Masak, ayah baru 15 menit nyusu sama istrimu kamu sudah marah?”