MOJOK.CO – Sange debat ketimbang belajar soal masuknya Eric Cantona, legenda Manchester United, ke Hall of Fame? Duh, aneh sekali logikamu.
Menyedihkan sekali. Fans sepak bola masa kini. Ketika dirinya merasa “sudah merasa tahu” padahal tak pernah mencari tahu. Kok bisa ya, ada fans sepak bola yang merasa Eric Cantona, legenda Manchester United, tidak layak masuk Hall of Fame Liga Inggris? Sedih, nggak, sih.
Sange Hall of Fame ini, saya merasa, disikapi dengan cara yang salah. Jujur, saya agak heran, dengan mudahnya orang terpapar informasi, masih tidak tahu sistem Hall of Fame. Daftar “terbaik” ini, seiring waktu, pasti nambah. Kenapa harus diperdebatkan? Kenapa harus sange gitu, penuh nafsu untuk mempermasalahkan?
Mereka yang masuk, mulai dari Thierry Henry, hingga Dennis Bergkamp, dari David Beckham hingga Roy Keane, dari Alan Shearer hingga Steven Gerrard, adalah legenda. Apalagi yang namanya Eric Cantona. Ada homo sapiens mempertanyakan Eric Cantona di dalam Hall of Fame saja sudah pasti aneh. Sebuah sange yang nggak pada tempatnya. Apalagi sampai ngatain fans Manchester United itu “sampah”.
Kamu nggak kenal Eric Cantona? Ya sama, saya juga nggak kenal beliau. Namun, saya masih punya akal sehat untuk mencari tahu lewat berbagai tulisan dan video, dari wawancara pelatih legendaris hingga mereka yang pernah “hidup di zaman yang sama”. Duh, sayang sekali akal yang bersemayam di dalam otak kalau nggak dipakai.
Mengenal Cantona dari tabloid Bola
Saya nggak tahu kebenaran klaim bahwa tingkat literasi orang Indonesia itu rendah. Mungkin benar, bisa jadi kurang akurat. Saya sendiri beruntung tumbuh di tengah keluarga yang dekat dengan buku, majalah, tabloid, dan kliping. Salah satu kliping yang dulu dengan rapi disusun kakak saya adalah tabloid Bola. Tingkat literasinya, bisa dikatakan, cukup oke.
Salah satu artikel yang lamat-lamat masih saya ingat adalah tentang betapa Sir Alex Ferguson mengasihi Cantona. Orang bilang, pemain asal Prancis itu anak emas Sir Alex. Mirip seperti perlakuan dan kedekatan Sir Alex dengan Cristiano Ronaldo. Kebetulan, kedua legenda itu sama-sama meneruskan legacy nomor punggung 7 yang keramat itu.
Saya rasa, informasi yang sama bisa kamu temukan di zaman sekarang. Bahkan lebih mudah didapat ketimbang saya yang harus membolak-balik halaman kliping untuk menemukan fakta-fakta soal Cantona. Kamu tinggal memasukkan kata kunci “Cantona” ke mesin pencarian Google! GAMPANG BANGET HYUNG!
Dari informasi di atas saja seharusnya kita tahu betapa spesialnya Cantona bagi Manchester United. Ini saya belum membahas soal bagaimana Cantona dan Manchester United menginspirasi klub lain untuk menggunakan sistem pemain #10 di dalam tim. Saya nggak mau bahas hal itu. Nanti sange dan konak berdebat dalam dirimu nggak terpuaskan karena susah memahaminya.
Intinya adalah, dahaga manusia akan informasi itu bisa dengan mudah terpuaskan asal mau sedikit berusaha. Sebelum sange ngata-ngatain fans Manchester United, lebih baik gunakan energi itu untuk sekadar mencari tahu. Percaya saya, usaha ini nggak akan menyakitimu. Bahkan bisa menghindarkan dirimu dari serangan beberapa fans Manchester United yang galak banget itu.
Hall of Fame bukan soal juara atau Piala Dunia
Bagi saya pribadi, Cantona dan Steven Gerrard sangat layak masuk Hall of Fame Liga Inggris. Memang, Cantona nggak main di Piala Dunia, sementara itu Gerrard nggak pernah juara Liga Inggris. Tapi ya, keduanya menginspirasi dan menjadi legenda dengan cara yang berbeda.
Apakah kamu sulit menghargai perbedaan itu? Otakmu terlalu sange untuk berdebat dan mencaci alih-alih berusaha untuk mencari tahu dan memahami?
Gerrard mengajarkan caranya bangkit dari keterpurukan. Sebagai kapten, dia membuat Liverpool gagal juara. Namun, mentalnya nggak pernah ambruk. Buktinya, dia menjadi pelatih bagus dan bersama Glasgow Rangers, melewati satu musim tanpa terkalahkan.
Cantona memang nggak pernah main di Piala Dunia. Namun, sangat aneh kalau menyebutnya nggak “fame” hanya karena itu. Toh timnas Prancis gagal lolos ke Piala Dunia 1994 bukan karena dirinya. Oh, kamu nggak tahu? Kamu lebih sange untuk berdebat? Ya silakan. Tapi jangan nangis kalau impact yang menabrak akal sehatmu tidak bisa kamu terima.
Pada akhirnya, seseorang menjadi legenda dengan caranya masing-masing. Mereka yang masuk Hall of Fame Liga Inggris pasti layak. Mendiskusikan kontribusi mereka masih masuk akal. Namun, mempertanyakan, hingga menghina fans klub lain hanya karena beda pendapat itu nggak sehat.
Media sosial sudah berubah menjadi ajang battle royal yang liar banget. Masing-masing semakin mudah kena trigger, gampang sange untuk memperdebatkan hal-hal nggak penting. Saya sarankan jempolmu itu dikasih gembok kalau antara logika dan aksi masih belum sinkron.
BACA JUGA Arsenal Perlu Belajar Determinasi dari Manchester United Angkatan 1995: You Can’t Win Anything with Kids dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.