MOJOK – Piala Dunia 2018 juga akan menjadi panggung pemain sepuh. Mereka-mereka ini yang akan menghadirkan rasa aman, seperti kakak menjaga adik, seperti ibu yang telaten memandikan dan menyuapi anaknya.
Sepak bola membutuhkan fisik yang prima, kesehatan otak yang mumpuni, dan rasa profesionalitas yang tinggi. Namun terkadang, “main nakal” sedikit boleh saja seperti Rivaldo di Piala Dunia 2002 melawan Turki.
Bermain penuh selama 90 menit bisa menjadi pekerjaan yang berat. Oleh sebab itu, pemain dengan rentang usia emas yang paling ideal untuk turun di kompetisi ketat dengan durasi pendek seperi Piala Dunia. Untuk Piala Dunia 2018 pun, rentang usia 21 hingga 30 tahun masih menjadi patokan pemilihan pemain. Atau paling tua yang tidak lebih dari usia 33.
Namun, masih ada beberapa tim yang mempercayakan satu tempat buat para pemain sepuh. Mending jika usianya 33-35 tahun. Masih bisa dianggap belum tua-tua amat. Nah ini ada yang masih ngajakin pemain sepuh yang berusia hampir kepala empat. Mengherankan bukan?
Mungkin penjelasan sosial antropologis bisa menerangkan masalah ini. Para pemain sepuh dianggap memiliki pengalaman, menjadi sosok yang dituakan, suri teladan, dan memberikan aroma kepemimpinan baik di ruang ganti atau saat berlaga. Bayangkan saja sosok kepala suku atau sesepuh desa saat memimpin komunitasnya.
Makanya cukup sering para pemain sepuh diberi ban kapten sebagai wujud kepemimpinan sekaligus penyambung lidah pelatih. Aura pemain sepuh ini sangat efektif untuk meredam gejolak kawula muda, misalnya jika ada yang demam panggung dan cenderung berbuat konyol.
Berikut tiga pemain sepuh yang akan berlaga di Piala Dunia 2018 nanti. Ingat, biar sepuh, mereka ini tetap sakti. Bisa jadi, mereka jadi jimat keberhasilan tim masing-masing di Rusia 2018.
Essam El hadary (Mesir, 45 tahun)
Masih ingat pertandingan terakhir kualifikasi Piala Dunia 2018 antara Mesir vs Kongo? Selain komentator yang super emosional, ada satu lagi sosok yang benar-benar menarik perhatian. Ia adalah penjaga gawang Mesir bernama Essam El Hadary.
Usianya sudah 45 tahun namun begitu ekspresif. Ia menangis histeris di dekat gawang saat mengetahui Mesir lolos ke Piala Dunia 2018. Maklum, Mesir harus menunggu 28 tahun untuk kembali mentas ke panggung Piala Dunia.
Penjaga gawang yang bakal menjadi pemain tertua sepanjang sejarah Piala Dunia ini sudah malang melintang di Liga Arab Saudi, Mesir, Sudan, Swiss dan mengantungi 141 jumlah pertandingan.
Berhubung liga yang dijalani bukan jenis liga top Eropa, saya yakin para pelatih lawan akan buta kemampuan Essam El Hadary. Apakah ini sejenis keuntungan? Benar, setidaknya kemampuan penjaga gawang ini tidak terlalu banyak dieskpose di kanal YouTube seperti Manuel Neuer, Thibaut Courtois, atau David De Gea.
Wabilkhusus, untuk posisi penjaga gawang berlaku satu pemeo: semakin tua semakin jadi, sebut saja Edwin van der Sar, Dino Zoff, dan Peter Shilton. Matang dan tenang saat ditekan pihak lawan sering berbanding lurus dengan umur. Maklum, penjaga gawang, ya harus serius, kalau bikin blunder bakal dihujat seluruh umat manusia, kayak kiper yang kemarin main di Liga Champions 2018 itu loh.
Rafael Marquez (Mexico, 39 tahun)
Masih ingat si kuncir di lapangan tengah El Barca saat Orde Frank Rijkaard, nah ini dia muncul lagi orangnya. Kali ini Rafael Marquez tidak lagi berkuncir, ia tampil elegan seperti bintang telenovela Meksiko.
Total, empat edisi Piala Dunia sudah dijalani Marquez, sejak Piala Dunia 2002 hingga Piala Dunia 2018. Ibarat mahasiswa, sejak tahun 2002 hingga sekarang belum lulus-lulus. Luar Biasa. Saat sepak bola tiki-taka merajai Eropa bersama Orde Pep Guardiola, Marquez lengser memberikan slot lapangan tengah untuk si kerempeng Sergio Busquets.
Dasar eks Barcelona, selalu dibekali gelar M.Si (Master Sedhoyo Iso atau Master Semua Bisa). Jadi gelandang bertahan oke, jadi bek tengah monggo. Gaya permainan Marquez sangat penting untuk menjaga keseimbangan lini tengah dan kedalaman pertahanan Meksiko. Mereka satu grup dengan tim yang hobi bikin ngos-ngosan seperti Korea Selatan, Swedia, dan Jerman.
Sergei Ignashevich (Rusia, 38 tahun)
Belum pernah dengar nama Sergei Ignashevich? Sama, saya juga kalo begitu. Barangkali jika mendengar kiper timnas Rusia, yang terbayang adalah Lev Yashin. Selamat! Berarti kamu sisa-sisa Perang Dingin.
Jika melangkah ke sepak bola Rusia kekinian, ingatan saya terhenti pada Andrey Arshavin, itu pun setelah dia bermain ke Liga Inggris. Padahal, orang ini sudah gantung sepatu dan bakal digantikan pemain bintang seperti Alan Dzagoev.
Tapi sudahlah, akui saja sepakbola Blok Barat akan selalu menarik disimak daripada sepakbola Blok Timur. Sergei Ignashevich hanya berputar di kancah domestik saja, sungguh cerminan nasionalis sejati. Padahal Liga Rusia tidak seperti Liga Indonesia, di mana pemainnya main di Liga Malaysia saja dianggap tidak nasionalis.
Sebenarnya Kamerad Rusia satu ini sudah memutuskan untuk pensiun. Namun apa daya, Mother Russia is calling! Ia menggantikan Ruslan Kambolov yang cedera. Bagi para pemain Rusia lain, bek yang sudah mengantungi 121 penampilan ini seperti menghadirkan rasa aman di barisan pertahanan. Rasa ini sangat penting sebab Rusia bakal bertemu dengan si lincah Mohammed Salah dan duet Luis Suarez-Edinson Cavani. Oh ya, semoga enggak digigit Luis Suarez, ya!
Ada semacam kecenderungan para pemain sepuh hanya sekedar menjadi penghangat bangku cadangan. Tetapi agaknya, tiga pemain yang saya sebutkan di atas bakal muncul di daftar pemain utama bersama kawula muda harapan bangsa. Dan mengutip pernyataan Essam El Hadary, setelah Mesir dinyatakan lolos ke Piala Dunia 2018, “Usia saya mungkin 45 tahun namun bagi saya hanyalah sekedar angka di atas kertas.”
Selamat berlaga para pemain sepuh. Semoga bisa menari kegirangan seperti Roger Milla saat Piala Dunia 1990.