Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Balbalan

Mengingat Arsene Wenger dan George Weah Sebagai Monumen Peringatan George Floyd

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
1 Juni 2020
A A
Mengingat Arsene Wenger dan George Weah Sebagai Monumen Peringatan George Floyd arsenal liga inggris MOJOK.CO

Mengingat Arsene Wenger dan George Weah Sebagai Monumen Peringatan George Floyd arsenal liga inggris MOJOK.CO

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Mengingat Arsene Wenger sebagai sosok manusia dengan hati yang besar adalah sebuah usaha untuk berlutut di depan keharmonisan. Sebuah pengingat akan sosok George Weah dan George Floyd. Terima kasih Arsenal.

Hari Minggu (31/5) tulisan saya yang berjudul “8 Menit 46 Detik George Floyd Meregang Nyawa Adalah Sebuah Pengkhianatan” tayang di Terminal Mojok. Pada paragraf pertama, saya menulis:

“Terkadang saya menyikapi status sebagai fans Arsenal dengan sangat serius. Salah satunya mengkhidmati betul makna victoria concordia crescit, terutama di bagian “keharmonisan”. Sebagai fans kedamaian, terkadang saya juga menyikapinya secara sangat serius. Saya yakin manusia, meskipun sangat jahat, bisa jadi baik.”

Paragraf itu membuat saya memikirkan lagi arti menjadi fans sebuah klub, dalam hal ini Arsenal. Bukan dalam konteks positif atau negatif, tetapi bersyukur saya sudah mengenal Arsenal pada medio 1998 dan 1999. Berkenalan dengan Arsenal adalah proses saya mencoba memahami makna victoria concordia crescit. Proses yang terus berlangsung hingga detik ini, ketika tulisan ini sedang kamu baca.

Namun, saya mengenal victoria concordia crescit belakangan. Pertama-tama, saya terlebih dahulu mengenal nama Arsene Wenger. Bahkan sebelum saya tahu kalau beliau melatih Arsenal. Terima kasih untuk pelatih SSB saya di masa kanak yang hobi merekam pertandingan Liga Inggris untuk ditunjukkan ke anak asuhnya.

Beliau mengenalkan Arsene Wenger dan cara bermain yang “terlihat mudah” untuk ditiru. Umpan-umpan pendek, satu atau dua sentuhan, bergerak ke ruang kosong. Pelatih saya, sebetulnya, hanya ingin mengajarkan teknik dasar sepak bola; mengontrol dan mengumpan bola. Terima kasih untuk metode ajarnya yang unik, saya menemukan cinta dalam wujud Arsenal dan Arsene Wenger.

Hubungan saya dengan Arsene Wenger, pada titik tertentu, seperti “hubungan kekasih”. Panas dan dingin silih berganti. Muncul kekecewaan, tetapi juga jatuh cinta beberapa kali lagi. Ada sesak di dada, ada juga kelegaan ketika Arsenal berhasil melewati musim yang “aneh” lalu menjadi juara tanpa pernah terkalahkan.

Arsene Wenger, mungkin bisa menjadi gambaran orang Prancis, dengan ego dan kebanggaan yang tinggi. Mirip orang Inggris. Dia sangat terpelajar, menguasai banyak bahasa, dan menghadirkan kebaruan ke Liga Inggris. Namun, satu hal yang akan saya kagumi sepanjang hayat adalah kemanusiaan yang besar di dalam hatinya.

George Weah dan George Floyd

Kemanusiaan yang besar di dalam diri Arsene Wenger bisa kita lacak dari sosok George Weah. Mungkin sebagian dari kamu sudah mengenal kisah ini. Sebuah kisah yang menjadi sangat relevan sebagai sebuah monument meninggalnya George Floyd karena tindak kekerasan yang dilakukan polisi Amerika Serikat.

“Ketika tindak rasisme seperti mencapai puncaknya, Arsene Wenger merawat saya seperti anaknya sendiri. Dia mengajari saya bahwa hitam dan putih bisa hidup bersama. Arsene adalah sosok ayah bagi saya. Setiap kali bermain, saya siap untuk berkorban segalanya demi sebuah kemenangan yang saya persembahkan untuknya,” kata George Weah suatu kali.

Arsene Wenger memboyong Weah ke AS Monaco pada 1988 dari Tonnerre Yaoundé, sebuah klub lokal di Kamerun. Sejak masih melatih Monaco, hingga pensiun bersama Arsenal, Arsene Wenger selalu membangun jaringan pencari bakat kelas dunia. Matanya seperti radar, mampu mendeteksi bakat dan potensi pemain muda.

Weah hijrah ke Eropa berkat Wenger. Masa kerja mereka berdua tidak lama, hanya 4 tahun. Namun, bagi karier Weah, masa 4 tahun bisa dikatakan sebagai batu penjuru, sebuah fondasi. Dari Monaco, Weah pindah ke Paris Saint-German lalu AC Milan. Perkembangan karier yang pesat berakhir dengan ganjaran pemain terbaik dunia pada 1995. Weah adalah pemain Afrika yang pertama dan masih satu-satunya memenangi penghargaan tersebut.

Pada 2018, Weah mengundang Arsene Wenger ke Liberia untuk menerima penghargaan tertinggi. Penghargaan itu bernama: “Humane Order of African Redemption with the rank of Knight Grand Commander”.

Weah, yang menjabat sebagai Presiden Liberia mengingat Arsene Wenger sebagai sosok krusial dalam karier dan perkembangannya sebagai manusia. Ketika karier Weah mencapai masa keemasan, di Liberia, perang saudara pecah. Setelah pensiun, Weah aktif di dunia politik dan dianggap bisa menyatukan kembali Liberia.

Iklan

Saya tidak tahu tentang sosok Weah sebagai politikus. Namun, yang bisa saya pelajari adalah seperti ini: sebuah aksi kecil bisa berdampak besar kepada hidup seseorang.

Ketika kali pertama menginjakkan kaki di Eropa, masalah rasial begitu kuat terasa. Wenger memahami masalah itu dan melindungi Weah dari gejolak yang terjadi. Arsene Wenger merangkul George Weah seperti “anaknya” dan mengajarinya tentang hidup harmonis. Sebelum melatih Arsenal, Wenger bahkan sudah mengenal victoria concordia crescit dengan baik.

Nelson Mandela pernah bilang begini: “No one is born hating another person because of the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love, for love comes more naturally to the human heart than its opposite.”

Cinta itu bisa diajarkan karena lebih alami ada di dalam hati manusia ketimbang kebencian. Arsene Wenger memahaminya dengan baik dan melindungi Weah dari gejolak rasial. Membentuk Weah menjadi sosok berbeda, yang–semoga saya tidak salah–bisa mempersatukan Liberia.

Jika saja di dunia ini ada satu juta Nelson Mandela dan Arsene Wenger, mungkin George Floyd dan semua minoritas tidak perlu meregang nyawa karena perbedaan. Satu Nelson Mandela bisa mengubah satu negara, satu Arsene Wenger bisa mengubah satu manusia. Bagaimana kalau masing-masing ada satu juta.

Mengingat Arsene Wenger sebagai sosok manusia dengan hati yang besar adalah sebuah usaha untuk berlutut di depan keharmonisan. Sebuah monumen peringatan atas gugurnya George Floyd dan minoritas lainnya di penjuru dunia.

Imagine all the people living life in peace

Imagine all the people sharing all the world

BACA JUGA 8 Menit 46 Detik George Floyd Meregang Nyawa Adalah Sebuah Pengkhianatan atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: ArsenalArsene WengerGeorge Floydgeorge weahliga inggrismonacopsgWenger
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Harry Maguire Bek Dungu Manchester United Anti Bullying MOJOK.CO
Esai

Harry Maguire, Bek Dungu Milik Manchester United yang Mengajari Kita Makna Ketahanan Mental dan Cara Melawan Bullying

20 Oktober 2025
Untung Mohamed Salah Nggak Jadi Buruh di Indonesia MOJOK.CO
Esai

Beda Nasib Mohamed Salah dan Pekerja di Indonesia saat Menyuarakan Hak: Menghasilkan Ketimpangan yang Dinormalisasi

6 Januari 2025
Rokok Ilegal identik dengan Liga Inggris, yang Legal Liga Italia MOJOK.CO
Esai

Kenapa, ya, Rokok Legal Identik dengan klub Liga Italia, sementara Rokok Ilegal Lebih Dekat dengan klub Liga Inggris?

9 November 2024
Vidio vs Rp18 Triliun Live Streaming Ilegal Jelang Liga Inggris MOJOK.CO
Esai

Vidio Wajib Cemas. Menjelang Liga Inggris, Keuntungan Live Streaming Ilegal Mencapai Rp18 Triliun!

9 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.