MOJOK.CO – Juventus memenangi pertandingan dengan skor 1-3. Milan memenangi skor dibantu wasit 4-3. Ahhh… indahnya berbagi. Bikin saya terharu.
Federico Chiesa dua kali dibuat terkapar oleh Theo Hernandez. Pertama, jejakan pul sepatu Theo mampir ke betis Chiesa. Kedua, lutut Theo menyapa punggung Chiesa. Dua pelanggaran berbahaya itu tidak diganjar dengan kartu kuning. Para pemain Juventus berusaha protes, tetapi wasit tetap “menguntungkan” AC Milan.
Chiesa sendiri hanya bisa mendongkol. Kalau protes berlebihan, malah dirinya yang kena kartu kuning. Untuk “membalas” Theo, mantan pemain Fiorentina itu menyajikan dua aksi memukau yang menentukan laga.
Setelah laga, Andrea Pirlo mengungkapkan bahwa pembelian Chiesa, salah satunya karena si pemain sangat jago dalam situasi 1v1 di sepertiga akhir. Kemampuan itulah yang dimaksimalkan Chiesa untuk membalas Theo. Dua kali penetrasi Chiesa tidak bisa digapai oleh kaki jenjang Theo. Dua sepakannya, dengan kaki kanan dan kiri, berbuah dua gol. Di belakang Chiesa, Theo cuma bisa “makan debu” karena tertinggal beberapa langkah.
Sebetulnya, Juventus tidak bermain terlalu sempurna di babak pertama. Terutama di fase buildup awal, di mana mereka membuat banyak kesalahan umpan dan pemosisian pemain. Berkat berbagai kesalahan itu, lini kedua Milan bisa melepaskan banyak tembakan ke gawang. Sayangnya, cuma satu gol saja yang mampir.
Babak pertama berakhir dengan skor 1-1. Babak pertama pula rasanya seperti pembalasan. Gol Chiesa adalah pembalasan dua pelanggaran berbahaya tanpa kena kartu. Sementara itu, gol Milan yang dicetak Davide Calabria juga pembalasan. Hmm… yah kita anggap saja pembalasan untuk gol hantu Sulley Muntari ratusan tahun yang lalu. Biar fans Milan senang.
Meskipun babak pertama berakhir dengan skor 1-1, sebetulnya Milan sudah unggul. Setan Merah dari Kota Mode itu unggul di skor dibantu wasit. Kalau ditotal, untuk perlombaan ini, Milan unggul 3-0 dari Juventus. Dua poin disumbangkan dua pelanggaran berbahaya Theo yang tidak berbuah kartu kuning. Satu poin dari pelanggaran Hakan Calhanoglu kepada Adrien Rabiot yang oleh wasit tidak dianggap pelanggaran.
Padahal, melihat tayangan ulang, Hakan tidak menabrak tubuh tetapi pinggul Rabiot. Ketika kamu berlari sambil membawa bola, lalu pinggulmu ditabrak, meskipun ototmu kawat dan tulangmu besi, pasti hilang keseimbangan. Wasit geleng-geleng saja. Mungkin pusing karena Milan kalah angin.
Berkat “pelanggaran yang bukan pelanggaran” itu, Milan mendapatkan momen serangan balik dan Calabria menyelesaikannya menjadi gol. Skor pertandingan 1-1-1, skor diuntungkan wasit 3-0. Secara agregat, Milan unggul 4-1 di babak pertama. Luar biasa, Milan. Forza Milan!
Juventus sadar bahwa mereka harus mencetak banyak gol untuk membalikkan agregat pertandingan dan skor dibantu wasit ini. Oleh sebab itu, di babak kedua, pressing Juventus terasa lebih aktif. Serangan balik mereka terasa lebih menggigit. Puncaknya, Chiesa kembali “membalas” Theo dan Weston McKennie mencetak gol penutup. Skor akhir 1-3 untuk Juventus.
Di babak kedua, Pirlo seperti mewujudkan ide yang pernah dia tulis di dalam tesisnya. Pelatih Juventus itu memuji Chiesa yang bermain dengan kesadaran akan ruang, bukan peran semata.
Chiesa berdiri sejauh mungkin dekat garis tepi lapangan (menyediakan peran ampiezza atau width di sisi kanan). Kombinasi peran rifinitura (finishing, dalam diri Dybala dan Ronaldo) dan ampiezza memudahkan Juventus memasukkan pemain ke kotak penalti.
Sangat cocok ketika melawan sebuah tim yang bertahan dengan low block. Perlu dicatat, memasukkan banyak pemain ke kotak penalti dalam waktu cepat bukan pekerjaan mudah.
Andrea Pirlo, di dalam tesisnya menjelaskan bahwa rifinitura dan ampiezza merujuk ke peran pemain, bukan posisi. Peran pemain yang berada di belakang (bek dan kiper) dalam transisi menyerang disebut costruzione dan coperture preventive. Artinya, mereka mengkonstruksi serangan dan mencegah lawan masuk ke wilayah sendiri.
Menurutnya, di sepak bola modern, tidak ada lagi yang namanya posisi, tetapi fungsi atau peran. Ketika seorang pemain ada di tengah, dia menjadi gelandang. Ketika naik ke atas, dia penyerang. Pola pikir itu yang diterapkan. Nama posisi hanya formalitas semata.
“Tujuan utama dari fase menyerang kami adalah mengalirkan bola ke finishing zone. Minimal, di ruang tersebut, ada dua pemain yang bergerak secara konstan di antara lini bertahan dan lini tengah, dan secara berkala, pemain lain membantu mereka,” tulis Pirlo di dalam tesis 30 halaman itu.
“Ketika bola menuju gawang, dua pemain harus segera masuk finishing zone. Pemain lain yang memosisikan diri di antara lini lawan harus terus bergerak untuk menyediakan opsi umpan. Mereka harus bisa menghindari pengawasan pemain lawan.”
Sayang, dua gol tidak cukup untuk membalikkan agregat skor pertandingan + skor dibantu wasit. Secara agregat, Milan masih unggul 4-3. Untung saja, di pertandingan itu tidak ada penalti. Karena untuk perlombaan skor dibantu wasit, penalti bakal dihitung dua poin. Milan bisa semakin unggul, sementara Juventus memenangi semua perlombaan.
Namun, itulah yang namanya semangat berbagi. Meski AC Milan dan Juventus adalah rival sengit, mereka masih bisa berbagi kasih sayang. Jika Juventus menang skor pertandingan 1-3, Milan menang agregat skor dibantu wasit 4-3. Ahhh… indahnya berbagi. Ini contoh persaudaraan untuk fans Milan dan Juventus.
Serie A musim ini memang seru sekali. Apalagi diwarnai dengan solidaritas tinggi. Ketika Internazionale kalah dari Sampdoria, eh, Milan juga mengalah dari Juventus. Hanya dengan menonton Serie A saja, mungkin perdamaian di dunia ini bisa dicapai oleh manusia. Indah sekali.
BACA JUGA Aaron Ramsey: Bukti Kecakapan Andrea Pirlo Mewujudkan Teori untuk Juventus dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.