MOJOK.CO – Tidak lama lagi Juventus akan masuk ke dalam momen transisi. Ketika para pemain senior kehabisan waktu dan pemain muda sudah mekar penuh. Ketika momen itu terjadi, Demiral dan Dybala yang akan mengawalnya.
Pertandingan Liga Champions antara Bayer Leverkusen vs Juventus sudah seperti pementasan drama dua babak. Masing-masing babak punya lakon utama. Dua lakon yang bukan hanya memesona, tetapi juga menentukan alur pementasan. Dua lakon yang membuat klimaks terasa nikmat bagi Si Nyonya Tua.
Dua lakon itu bernama Marih Demiral dan Paulo Dybala. Demiral tampil sempurna di sepanjang babak pertama yang cukup mencekam untuk Juventus. Tidak banyak peluang yang diciptakan, baik oleh Leverkusen maupun Juventus. Namun, tuan rumah hampir selalu bisa masuk ke dalam kotak penalti Juventus.
Lini tengah Juventus kehilangan daya tahannya. Adrien Rabiot tampil standar saja. Waktunya habis untuk mengawasi sisi kanan Leverkusen sekaligus membantu Miralem Pjanic yang bermain sebagai pivot. Sementara itu, Juan Cuadrado bukan gelandang. Dia yang sempat bermain sangat baik sebagai bek kanan, kesulitan menemukan momentum untuk masuk ke dalam laga.
Respons Cuadrado atas peran yang dia jalankan tidak berjalan sempurna. Maklum, sebagai pemain yang lebih akrab menyisir sisi lapangan, Cuadrado dipaksa untuk waspada dengan ruang di antara Pjanic dan bek tengah. Hasilnya ya tidak maksimal. Tidak selamanya pemain versatile bisa langsung “in” ke dalam sebuah laga yang intens.
Praktis, momen-momen penting di babak pertama lebih banyak terjadi di sekitar kotak penalti Juventus. Tim tamu sempat membuat peluang lewat Cristiano Ronaldo. Sayang, dia memilih untuk melepaskan tembakan diagonal ketimbang melakukan cut back. Padahal, di tengah, Gonzalo Higuain melakukan late run dengan timing yang pas.
Ketika tertekan itulah, Demiral bermain sempurna. Malam debut bersama Juventus di Liga Champions berjalan dengan manis. Pembacaan serangan lawan dan komunikasinya dengan Rugani berjalan baik. Tercatat hanya dua kali peluang Leverkusen yang tembus sampai ke Buffon. Satu kali tembakan akurat berhasil ditepis, satunya kena tiang gawang sebelah kanan.
Demiral menjadi seperti tembok. Keberaniannya untuk menerjang dibarengi dengan pengukuran timing yang pas. Salah satu aksi monumentalnya adalah ketika menggagalkan clear cut chance dari Kai Havertz.
Wonderkid asal Jerman itu sudah berhadapan satu lawan satu dengan Buffon. Buffon sudah menjatuhkan badan ke sebelah kanan, sementara Havertz akan mengarahkan bola ke tiang dekat. Berlawanan dengan arah jatuh Buffon. Dari blind side, Demiral berlari dan melakukan tekel. Bola berhasil diblok dan Leverkusen kehilangan peluang emas mereka.
Bek asal Turki itu masih sangat muda. Masih 21 tahun. Namun, melihat caranya bermain, berkomunikasi, dan melakukan gertakan, seperti melihat bek senior. Tanpa permainan tanpa cela Demiral, Rugani mungkin tidak akan bisa bermain stabil malam itu.
Babak pertama pementasan drama adalah soal dongeng pahlawan mementahkan serangan musuh. Babak kedua menjadi panggung pahlawan bertopeng, Paulo Dybala, yang masuk menggantikan Federico Bernadeschi di menit 65.
Salah satu kelebihan Dybala adalah menentukan timing untuk berlari ke ruang kosong di belakang pertahanan lawan. Ketika Pjanic menguasai bola di lapangan tengah, Dybala yang sudah bergeser ke sisi kiri berhasil mengakali batas offside Leverkusen. Ketika bola cungkil dilepaskan Pjanic, Dybala sudah lolos di sisi kanan pertahanan Leverkusen.
Gerakan yang terlihat sederhana itu gagal dibaca baris pertahanan Leverkusen. Mendapatkan ruang yang lega dan waktu melimpah, Dybala sempat melihat arah lari Ronaldo. Sebuah cut back manis dilepaskan. Bola itu melaju dengan kecepatan yang ideal, tidak lambat, tidak terlalu laju. Pas dengan arah dan kecepatan lari Ronaldo. Gol tap in sederhana itu diawali proses yang rumit.
Tidak lama berselang, Dybala kembali membuat asis. Kali ini untuk Higuain. Penetrasi Dybala ke dalam kotak penalti membuat bek tengah Leverkusen bergeser mendekatinya. Di momen itu, dengan umpan pendek sederhana, Dybala membebaskan Higuain. Begitu mendapatkan ruang kosong dan sodoran bola yang ideal, Higuain menghukum keteledoran Leverkusen.
Juventus menang dengan skor klasik, 2-0 dan lolos ke babak perempat final. Pertandingan yang terlihat sederhana ini menjadi sebuah gambaran akan masa depan Juventus.
Mereka boleh punya Matthijs de Ligt, bek muda yang dinilai setinggi langit oleh media. Namun, yang lebih memberikan rasa aman justru Demiral. Juventus boleh berusaha mengembalikan Ronaldo ke performa terbaik, tetapi penampil mereka musim ini adalah Dybala. Tidak terbantahkan.
Maka, sudah saatnya Juventus membangun skuat di sekitar dua pemain terbaik mereka, Demiral dan Dybala. Demiral yang masih berusia 21 tahun bakal menjadi pasangan ideal untuk de Ligt. Dua bek muda, masa depan Juventus.
Untuk lini depan, performa Juventus di babak kedua menjadi bukti bahwa trio Ronaldo, Higuain, dan Dybala bisa bermain bersama. Bahkan tanpa harus membuat Ronaldo dari sisi kiri. Duet Ronaldo dan Higuain cocok untuk ditopang Dybala. Atau, justru lebih ideal kalau duet Ronaldo dan Higuain menyesuaikan diri dengan fantasi Dybala sebagai trequartista.
Tidak lama lagi Juventus akan masuk ke dalam momen transisi. Ketika para pemain senior kehabisan waktu dan pemain muda sudah mekar penuh. Ketika momen itu terjadi, Demiral dan Dybala yang akan mengawalnya.
BACA JUGA Sepak Bola Ada di Punggung Paulo Dybala atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.