MOJOK.CO – 16 Besar Euro 2020 | Italia vs Austria | Azzurri memang diunggulkan. Namun, lawan mereka menyimpan bahaya dalam kolektivitas skuatnya.
Alif Maulana: “Jangan remehkan lawan-lawan Italia.”
Banyak yang menyebut Italia lolos dengan mudah. Lawan-lawan mereka di Grup A dianggap cuma kelas 2 bahkan 3.
Yakin? Gak ngaco, kan?
Gini, pertama, semua tim yang bermain di Euro 2020 tentu bukan tim sembarangan. Islandia, yang tampil luar biasa di Piala Dunia 2018, malah nggak lolos. Mereka kalah dari Hungaria yang berhasil menahan imbang Jerman dan Perancis.
Masih kurang valid? Oke, lanjut.
Italia dianggap hanya melawan tim-tim kelas 2 bahkan 3 di babak grup. Pernyataan semacam ini hanya akan menimbulkan perpecahan di Uni Eropa. Saat EU berusaha menyatukan bangsanya, eh malah bangsa dari wilayah lain berusaha memecah belah.
Dalam keilmuan Hubungan Internasional (HI) atau International Relations, EU adalah hasil dari regionalisme yang paling paripurna. Mereka memiliki mata uang sendiri, euro. Dalam konsep HI yang sangat utopis bagus, adanya regionalisme ini membuat manusia akan menyandang identitas baru. Misalnya, tidak lagi (hanya) warga Indonesia, melainkan warga Asia Tenggara atau ASEAN.
Nah, konsep HI yang sudah begitu indah itu dan menghasilkan perdamaian di Eropa, kok bisa-bisanya kalian malah memunculkan opini yang tendensius.
Apa kalian bisa membayangkan perasaan warga Swiss yang memiliki Xherdan Shaqiri dan Granit Xhaka saat kalah 3-0 dan kalian sebut tim kelas bawah. Apa kalian tidak kasihan dengan Wales yang tetap saja kalah ketika Italia memainkan pemain lapis kedua?
Apa kalian nggak kasihan sama Turki. Ah, Turki buat apa dikasihani.
Hmmm, kalau kalian mau menyepelekan lawan-lawan Italia di babak grup, ya, silakan. Anjing menggonggong, Azzurri melaju. Toh, Italia lolos dengan status mentereng: selalu menang dan tanpa kebobolan.
Gareth Bale, yang konon pemain terbaik dengan beragam retorika memuakkan, ketika dapat peluang di depan gawan Italia, yang dikawal kiper belia, tendangannya melengse. Bola melambung jauh.
Ngomong-ngomong soal kiper muda Italia, Gianluigi Donnarumma, dia bahkan sempat mengurus kepindahannya dari AC Milan ke Paris Saint-Germain. Selo banget Italia memang.
Mari kita membahas Austria. Austria adalah tim ketiga yang paling sering ketemu Italia, yaitu 37 kali, sama seperti Spanyol. Rekor pertemuannya, Italia menang 17 kali dan kalah 12 kali. Austria masih lebih sering kalah, tapi mereka lebih baik dari Jerman yang hanya menang 9 kali lawan Italia.
Jangan marah, saya ambil data dari Transfermarkt, bukan dari lembaga survei. Masih dari situs yang sama, tertulis bahwa Italia kali terakhir kalah dari Austria pada Desember 1961 atau 15 tahun setelah Indonesia merdeka. Bahkan, Francesco Totti belum lahir saat mereka kalah dari Austria.
Ngomong-ngomong soal Totti, saya akan merilis sebuah buku yang di dalamnya terdapat sekelumit kisah tentang Totti. Maaf, numpang promosi.
Kembali ke Italia versus Austria. Menurut saya, Italia tak perlu ngoyo saat negara ini. Kipernya diganti Marco Amelia, beknya kasih ke Massimo Oddo, gelandangnya serahkan ke Massimo Ambrosini, dan biarkan Amauri mengobrak-abrik pertahanan Austria.
Apalagi, mereka lawan tim yang dehidrasi. Aus-tria. Hehe… hehe… ya maap.
Aprilia Kumala: “Austria bakal kalahkan Italia, bahkan jika mereka gunakan mantra tarantallegra.”
Tahukah kamu apa kesamaan dan perbedaan antara Italia dan Austria?
Dua-duanya lolos ke babak 16 besar Euro 2020, itu jelas. Di sisi lain, kedua negara ini ternyata sama-sama dilewati Pegunungan Alpen di Eropa. Sebenarnya, selain Austria dan Italia, negara tetangga yang juga berada di jalur yang sama adalah Prancis, Monako, Italia, Swiss, Liechtenstein, Jerman, Austria, hingga Slovenia.
Jika negara-negara yang dilewati Pegunungan Alpen ini membuat daftar klasemen, Austria bakal menempati posisi pertama, dengan angka 28,7 persen dari pegunungan Alpen yang “berbaring” di sana. Di posisi kedua adalah Italia, yang bagiannya mencapai 27,2 persen.
Ini jelas berbeda dengan pertandingan Euro 2020. Pada tanggal 27 Juni 2021 dini hari nanti, keduanya akan bertemu dengan status yang berbeda: Italia adalah juara klasemen Grup A dan Austria adalah runner-up di klasemen Grup C.
Omong-omong soal gunung, dalam Harry Potter universe, pernah terjadi sebuah peristiwa yang melibatkan penyihir Italia dan gunung berapi.
Konon, ada sebuah mantra berbunyi “tarantallegra!” yang akan membuat kaki bergerak di luar kendali atau disebut sebagai mantra dancing feet. Menurut teori di semesta penyihir, mantra ini pernah diucapkan oleh penyihir Romawi Kuno (sekarang Italia) ke sebuah gunung berapi pada tahun 70-an, memicunya “menari” dalam bentuk erupsi dan menelan ribuan korban jiwa.
Tak bisa dielakkan, mungkin begitu pula kesan yang ditampilkan timnas Italia: berbahaya. Dengan “tarian kaki” para pemainnya, Italia sukses menghasilkan “erupsi keberhasilan” dengan menduduki peringkat pertama Grup A Euro 2020, meraih 9 poin total setelah menyapu bersih tiga laga sebelumnya. Bahkan, Italia kini mampu meraih 30 kemenangan secara beruntun, menyamai rekor mereka sendiri di tahun 1930.
Namun, apakah kekuatan Italia juga mampu mengalahkan “28,7 persen pegunungan Alpen di Austria”?
Perlu diketahui, Austria yang menjadi runner-up Grup C ini siap betul menjadi lawan sepadan untuk Italia. Austria, untuk pertama kalinya, berhasil tampil di fase gugur. Tahu, kan, artinya? Jelas, Austria pasti memberi perlawanan, tak peduli berapa banyak orang yang lebih mengunggulkan Italia untuk menang.
Lagi pula, tim ini punya beberapa pemain andalan, kok. Meski tak secemerlang nama-nama terkenal dari negara lawan, tapi mereka tidak disebut “andalan” tanpa alasan, kan?
Pemain pinjaman Inter, Valentino Lazaro, adalah salah satu pemain yang memperkuat Austria, sama seperti Marko Arnautović yang juga pernah berada di klub yang sama. Arnautović bahkan telah menciptakan 26 gol dalam 88 pertandingan internasional, sementara sang Kapten, David Alaba, membuat 14 gol dalam 81 pertandingan bersama timnas Austria.
Di lini pertahanan, Martin Hinteregger juga menjadi favorit karena mampu membuat lawan kepayahan menciptakan gol dengan menembus “dinding” yang dia bangun. Oh, dan jangan lupakan si Bayi Ajaib, Saša Kalajdžić, yang juga mempunyai catatan 17 gol dari 36 penampilannya di seluruh pertandingan klub pada periode 2020-2021.
Sederhananya, jangan remehkan Austria meski mereka bagaikan “ikan kecil” di Euro 2020. Lagi pula, jika timnas Italia merapalkan mantra “tarantallegra”—seperti yang penyihir mereka lakukan pada tahun 70-an—ke Austria, bisa-bisa mereka sendiri yang menderita.
Kenapa begitu? Soalnya, bisa-bisa semua troll gunung asli Austria bakal “menari” di sepanjang Pegunungan Alpen, lalu memberi goncangan besar yang kuat dan destruktif untuk Italia itu sendiri. Jadi, ya, hati-hati.
BACA JUGA Wales vs Denmark: Kunci Ketenangan Aaron Ramsey dan Ulangan Sejarah 1992 dan ulasan Euro 2020 lainnya.