MOJOK.CO – Kedatangan Pablo Mari dan potensi bergabungnya Cedric Soares diragukan oleh banyak fans Arsenal. Sulitkah kita melihat banyak hal dengan perspektif yang lebih luas?
Ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh fans terkait strategi transfer sebuah klub. Mulai dari situasi finansial, kebutuhan skuat, dan yang paling penting: tujuan pelatih. Terkadang, fans disesatkan oleh media dengan segala narasi yang dibawa. Terkadang, kita kesulitan melihat sesuatu yang memang gagal ditangkap oleh kebanyakan media.
Ketika Arsenal melakukan pendekatan kepada Flamengo untuk membeli Pablo Mari, fans mengernyitkan dahi. Siapa Pablo Mari? Ketika Mikel Arteta ingin manajemen melakukan penjajakan ke Southampton untuk meminjam Cedric Soares selama lima bulan, fans tergelak. Banyak yang menganggap Cedric cuma “Kim Kallstrom jilid kedua”.
Ketika fans mulai mencari tahu siapa Pablo Mari, ketika media mulai “sok tahu” mengukur kemampuan pemain asal Spanyol itu, keraguan yang muncul. Mengapa kita begitu sulit mempercayai mata pelatih? Karena terkadang, ekspektasi dan harapan yang membunuh kebahagiaan fans sendiri.
Pablo Mari dan kebutuhan Arsenal
Pablo Mari memang bukan bek tengah dengan kecepatan yang mewah. Satu hal itu saja dan fans Arsenal tiba-tiba berubah menjadi seorang ahli scouting. Banyak yang skeptis kepada bek dengan tinggi 193 sentimeter itu. Hanya dengan satu anggapan bahwa Pablo Mari bukan bek tengah dengan kecepatan tinggi. Luar biasa betul.
Satu hal negatif, sukses menutup pupil mata mereka. Satu hal saja, membuat banyak fans Arsenal begitu jago menjadi hakim. Bahkan ketika Pablo Mari belum menjalani satu laga bersama The Gunners. Ke mana gairah dan kepercayaan Gooners? Terkadang, saya merindukan masa-masa sebelum invincible, ketika media sosial belum ada, dan hanya kepercayaan yang ada untuk klub.
Oh jangan salah, saat itu, pandangan negatif sudah ada. Namun, semuanya diletakkan kepada proporsi yang pas. Bukan menghakimi, cuma sekadar meragukan. Dan itu wajar karena saat itu Arsenal sedang bagus-bagusnya dan fans khawatir pemain baru akan merusak ritme yang ada. Salah satu pemain yang merasakannya adalah Jose Antonio Reyes.
Reyes adalah salah satu pemain dengan catatan gampang cedera dan temperamental. Namun, saat itu, Reyes justru menjadi salah satu bagian penting dari skuat legendaris Arsenal. Hanya homesick yang membuat kariernya bersama The Gunners tidak panjang. Rest in peace, Jose Antonio.
Pablo Mari dan Cedric Soares punya profil seperti yang dibutuhkan Arsenal. Ini soal kebutuhan skuat. Soal usaha mengembalikan skuat ke khitahnya.
Pablo Mari diinginkan secara khusus oleh Jorge Jesus ketika mendapatkan mandat menjadi pelatih Flamengo. Saat itu, bahkan hingga sekarang, belum banyak klub Brasil yang bermain dengan garis pertahanan tinggi. Mengapa Jorge Jesus, yang ingin bermain dengan garis pertahanan tinggi, malah membeli Pablo Mari, yang konon katanya lambat itu?
Karena, pertama, Jorge Jesus punya sistem yang menolong pemain memanfaatkan kemampuan terbaik, sembari melindunginya dari kekurangan. Kalau Jorge Jesus bisa melihat kelebihan Pablo Mari, saya meyakinkan diri kalau Arteta pun sama.
Pablo Mari punya kemampuan reading the game yang baik, jangkauan umpan yang ideal, sudah matang membaca timing dalam setiap duel, paham caranya menerapkan kelebihannya di setup garis pertahanan tinggi. Bukankah Per Mertesacker juga begitu?
Franco Baresi pernah berkata: “Jarak pemain, di dalam sebuah tim yang terorganisir dan kompak, tidak pernah lebih dari 10 sampai 15 meter satu sama lain. Ketika lawan menguasai bola, para pemain menekan dengan garis pertahanan tinggi sebagai sebuah tim.”
Paolo Maldini bakal terlihat medioker ketika dia bertahan sendirian di sebuah wilayah yang terlalu luas. Ide dasar bertahan sebagai sebuah tim adalah: bertahan dalam ruang yang sempit, menyerang dengan ruang selebar mungkin. Oleh sebab itu, mau pemain cepat atau lambat tidak akan terekspose. Secepat apapun pemain berlari, laju bola akan selalu lebih cepat.
Pablo Mari juga masuk dalam tujuan pelatih, yaitu bek tengah berkaki kiri. Dua bek tengah berkaki kanan bukan sebuah masalah. Namun, jika punya dua bek tengah dengan dua preferensi kaki sesuai posisi, akan lebih ideal. Mereka tidak perlu melakukan gerakan tidak perlu untuk menerima dan mensirkulasikan bola. Klir, ya.
Mengapa Cedric Soares?
Dia bek kanan murni berusia 28 tahun dan dipinjam untuk lima bulan ke depan. Apa yang bisa kamu baca di sini? Saya kasih petunjuk: gelandang sentral.
Selama ini, Hector Bellerin tidak mempunyai “pesaing”. Artinya, Arsenal tidak punya bek kanan yang proper sebagai back-up. Oleh sebab itu, mulai dari zaman Arsene Wenger, Emery, hingga Arteta, adalah Ainsley Maitland-Niles yang “berkorban”.
Cedric Soares memang bukan bek kanan kelas satu. Peminjamannya ke Internazionale pun bisa disebut gagal. Kontribusinya di atas lapangan terlalu minim. Namun, selain catatan statistik di atas lapangan, ada hal lain yang juga penting untuk dipikirkan, yaitu kondisi psikologis pemain yang ada.
Sejak Mathieu Debuchy, Arsenal memang tidak punya lagi bek kanan murni. Sejak kemunculannya, Bellerin tidak punya kompetitor di sana. Cedric Soares mungkin tidak akan banyak berkontribusi, tetapi keberadaannya akan sangat penting untuk kondisi mental Bellerin. Kondisi “ada” sudah cukup untuk membentuk kesadaran pemain.
Harapan Arsenal kepada Bellerin pasti sangat tinggi. Selain ciri permainannya yang sudah berubah–bukan lagi bek kanan penuh akselerasi–Bellerin menjadi “bek kanan biasa saja”. Kenyataan pahit, memang. Namun, yang namanya kenyataan tetap kenyataan. Sepahit apapun itu.
Bellerin sudah kehilangan akselerasinya. Kemampuan umpan silangnya biasa-biasa saja. Bellerin bahkan bukan bek kanan seperti Ainsley Maitland-Niles yang bisa bergerak ke tengah seperti inverted wing back. Lambat laun, dia berubah menjadi bek kanan satu dimensi saja.
Mungkin tidak banyak yang tahu kalau Cedric Soares bisa bermain di banyak posisi. Dia bisa bermain seperti Ainsley Maitland-Niles sebagai inverted wing back dengan kadar lebih rendah. Artinya, rival bagi Bellerin adalah sosok bek kanan yang bisa semua. Bisa melakukan hal-hal yang Bellerin belum bisa.
Pemacu orang untuk berkembang memang beragam. Ada yang baru akan sadar ketika dia terlalu lama disisihkan di bangku cadangan. Ada yang berkembang besat kalau mendapatkan mentor dua legenda. Robin van Persie, misalnya. Namun, ada juga pemain yang bisa berkembang ketika dia menyadari keberadaan Cedric Soares.
Bellerin punya banyak pekerjaan rumah dan dia butuh keberadaan rival. Lalu, apakah Cedric Soares akan menjadi seperti Kim Kallstrom? Ya kalau Cedric Soares bermain di satu pertandingan penting saja, sukses adu penalti, dan Arsenal juara, saya tidak akan protes.
Fakta yang perlu kamu cari adalah sejarah cedera Cedric Soares. Ada banyak kanal untuk membantu, salah satunya transfermarkt. Menurut catatan website tersebut, kali terakhir Cedric Soares cedera adalah Desember 2018 dan absen di lima laga. Ada periode hampir dua tahun di mana Cedric Soares sehat. Apa yang bisa kamu baca dari sini?
Sudah klir ya kalau keberadaan Cedric Soares bermanfaat untuk dua hal: untuk memacu perkembangan Bellerin dan mengembalikan Ainsley Maitland-Niles kepada khitahnya sebagai gelandang sentral.
Sulitnya Arsenal mendapatkan tanda tangan Bruno Guimaraes membuat Mikel Arteta harus bersiasat. Toh Ainsley Maitland-Niles adalah gelandang modern yang sesuai dengan kebutuhan skuat dan tujuan pelatih. Sebagai box-to-box, Ainsley Maitland-Niles punya stamina yang mendukung, pressing resistance yang tinggi, jangkauan umpan yang ideal, dan keberanian untuk memenangi semua duel.
Bukankah di dalam skuat Arsenal saat ini hanya Matteo Guendouzi yang bisa melakukan pekerjaan itu? Memahami sesuatu secara luas akan membantumu melihat hal-hal yang sebelumnya tidak terlihat. Dan terkadang, hal-hal yang samar itulah yang menjadi ide penting untuk perkembangan sebuah klub.
BACA JUGA Pak Arteta, Skuat Arsenal Dibuldozer Saja atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.