MOJOK.CO – AC Milan atau Inter? Lapangan siapa yang lebih hijau dan subur, supaya benih potensial dalam diri Sandro Tonali kelak menjadi pohon buah yang ranum?
Kalau tidak salah memilah ingatan, sejak Juli 2020, nama Sandro Tonali sudah mengorbit mendekati Inter. Bahkan, pemain Brescia tersebut sudah punya ikatan verbal, yang akan diwujudkan ke dalam penawaran resmi setelah musim 2019/2020 berakhir. Namun, kini, jalur orbit Tonali, ternyata juga mendekat ke AC Milan.
Ke jalur mana Sandro Tonali akan mengarah? Lapangan mana yang lebih menjanjikan untuk jadi pijakan karier wonderkid asal Italia tersebut?
Secara pribadi, dan melihat situasi di atas kertas, Sandro Tonali memang cocok, baik untuk AC Milan maupun Inter. Dua tim ini, terutama setelah Serie A berjalan kembali, menyajikan lini tengah yang lebih dinamis. Catatan spesial bahkan ditorehkan Milan ketika sempat melewati 10 laga tanpa kekalahan. Tolong dikoreksi kalau saya salah.
Spesifikasi Sandro Tonali
Gelandang berusia 20 tahun ini sudah “disama-samakan” dengan beberapa pemain legenda. Melihat gaya rambut, caranya memasukkan baju, dan gesture tubuhnya, Tonali dianggap sebagai second coming dari Andrea Pirlo. Kebetulan, Tonali dan Pirlo berkembangan dari tim yang sama, yaitu Brescia, meskipun berbeda posisi.
Kemampuan bertahan dan kejeliannya melakukan tekel membuat Tonali “dimirip-miripkan” dengan Gennaro Gattuso. Kebetulan, Gattuso, legenda AC Milan, adalah pemain favorit Tonali. Namun, ada satu ilustrasi yang lebih menarik untuk saya, yaitu Sandro Tonali dianggap lebih mirip legenda AS Roma, Daniele De Rossi.
Kemiripan keduanya ada di keseimbangan yang ditawarkan. Kuat ketika bertahan dan berfungsi dengan baik di proses menyerang. Kalau di mata saya, bahkan Tonali lebih komplet ketimbang De Rossi. Teknik mengumpan dan seleksi umpannya jauh lebih “ekspansif”. Jadi, seperti kombinasi Pirlo dan De Rossi.
Sandro Tonali banyak bermain di posisi #6 dengan role yang spesifik, yaitu deep playmaker, baik di sistem 3 maupun 2 gelandang. Teknik umpan, seperti yang saya sebut di atas, jauh di atas rata-rata. Namun, yang lebih “berbahaya” dari Tonali adalah kemampuannya menemukan jalur umpan paling ideal. Jadi, tidak sekadar bicara soal akurasi saja.
Kemampuan ini, ada yang menyebutnya sebagai kemampuan breaking the line. Kemampuan “melewati” lapangan lawan untuk menemukan kawannya di sepertiga akhir, dekat kotak penalti. Ah, biar gampang, bayangkan saja prime years Pirlo bersama AC Milan.
Ketika posisinya agak lebih ke depan, Tonali punya kejelian menutup umpan lawan. Kemampuan ini didukung mobilitas yang baik. Membuat dirinya tidak menjadi “kerentanan” ketika naik menyerang karena dianggap “lambat”. Daya jelajah dan kemampuan tekel inilah yang membuat dirinya dilihat seperti Gattuso.
Semoga usaha saya menyederhanakan kemampuan Tonali bisa pembaca pahami ya. Karena ini penting. Mengingat baik AC Milan dan Inter sebetulnya sudah punya gelandang sentral yang bagus.
AC Milan atau Inter?
Musim lalu, terutama setelah kompetisi kembali berjalan, lini tengah AC Milan menemukan keseimbangannya. Base dari lini tengah AC Milan adalah duet Ismael Bennacer dan Frank Kessie. Ini soal dua pemain yang menjaga struktur tim, ya, bukan soal penampil terbaik. Kalau soal itu, kita bisa sepakat Hakan Calhanoglu adalah protagonista kebangkitan Milan.
Bennacer, secara dasar kemampuan, sebetulnya tidak jauh berbeda dari Sandro Tonali. Jago menyebar umpan, jago bermain umpan-umpan pendek di area sempit, jago mengalirkan bola dari lini belakang ke depan, bahkan jago “berkelahi” di lapangan tengah. Dari segi usia pun tidak terpaut jauh. Tonali 20 tahun, Bennacer 22.
Bennacer ditemani Frank Kessie (23 tahun) yang tugasnya menjadi lebih sederhana. Ini hasil kerja Stefano Pioli yang patut diapresiasi. Terkadang, pelatih yang baik bukan hanya mengembangkan kemampuan pemain. Dia yang “berkualitas” juga bisa menyederhanakan, membentuk ulang pemain menjadi lebih ideal.
Cara bermain Kessie, setelah Serie A berjalan lagi, menjadi lebih sederhana. Dia tidak lagi mendapatkan izin free role, naik ke depan dan terlihat sangat liar. Tuganya adalah mempertahankan penguasaan bola. Pass and go secepat mungkin. Ketika bertahan, tugasnya adalah mematikan simpul-simpul potensi serangan balik lawan dan menekan lawan secepat mungkin ketika AC Milan kehilangan penguasaan bola.
Memang, baik Bennacer dan Kessie masih jauh dari istilah “sempurna”. Keduanya masih punya kelemahan. Namun, di sini, lagi-lagi Pioli menunjukkan kualitasnya. Pioli bisa merajut Bennacer dan Kessie menjadi satu kesatuan. Kekurangan pemain bisa ditutupi dengan struktur tim yang lebih baik. Kalau mau dibilang “duet ideal”, ya, boleh juga.
Melihat Sandro Tonali berseragam AC Milan tentu menyenangkan. Pertanyaannya, apakah Milan harus mengorbankan dinamisnya Bennacer dan Kessie? Tidak menutup kemungkinan Milan berubah formasi menjadi sistem 3 gelandang lebih permanen. Namun, apakah Pioli bisa menjaga keseimbangan tim ketika di dalamnya ada 2 playmaker? Bukan tidak mungkin, hanya bukan pekerjaan yang mudah saja.
Bentuk 3 gelandang Manchester City dengan Rodri, David Silva, dan Kevin De Bruyne bisa menjadi contoh. Double playmaker dengan sedikit penyesuaian menjadi tampilan yang menarik.
Bagaimana dengan Inter? Ketika Antonio Conte setia dengan sistem 3 bek tengah, maka lini tengah harus diisi gelandang yang dinamis. Idealnya begitu, seimbang ketika bertahan maupun menyerang.
Musim lalu, Marcelo Brozovic dan Nicolo Barella bermain cukup apik. Tentu saja, Sandro Tonali bisa melengkapi kedua pemain itu dengan peran deep playmaker. Namun, jika hal itu terjadi, bagaimana cara Inter menjaga “kebahagiaan” Stefano Sensi? Gelandang asal Italia yang bermain lumayan di sisa musim 2019/2020.
Inter bisa berkilah kalau mereka bermain di banyak kompetisi. Salah satu dari gelandang di atas bisa dicadangkan, dirotasikan. Risikonya, ketika ketiga gelandang tersebut adalah pilihan utama, potensi resistensi tetap ada. Ya mirip seperti Bennacer dan Kessie di AC Milan.
Brozovic, Barella, dan Sensi, kalau menurut saya, sudah ideal untuk sistem 3 bek dan 3 gelandang sentral Inter dalam formasi 3-5-2. Ketiganya penjelajah, percaya diri ketika membawa bola, kemampuan menyebar umpan, dan cukup efektif di sepertiga akhir lapangan.
Dari sisi “gelandang tambahan”, baik AC Milan maupun Inter memang membutuhkan Tonali. Ini di atas kertas saja, ya. Urusan bagaimana cara mengintegrasikan Tonali ada di pundak Pioli dan Conte. Mengubah sistem bisa dilakukan. Namun, pekerjaan rumah tetap sama, yaitu menjaga keseimbangan lini tengah yang ditunjukkan dua tim ini di paruh akhir Serie A musim lalu.
Tugas AC Milan dan Inter untuk Sandro Tonali sama. Siapa yang punya kemampuan menjaga dan menyempurnakan tunas yang baru disemai dari tanah subur? Lapangan siapa yang tanahnya lebih subur dan hijau? Jangan sampai, ternyata tanah di sudut Turin jawabannya….
BACA JUGA AC Milan, Franco Baresi, Paolo Maldini, dan Agama Sepak Bola yang Dilungsurkan atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.