Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Nggak Perlu Kebanyakan Minta Maaf pada Hal yang Bukan Kesalahanmu

Audian Laili oleh Audian Laili
9 April 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kenapa kita harus minta maaf pada orang lain atas suatu hal yang memang bukan sebuah kesalahan? Misalnya, di mana letak kesalahan dari rambut yang lepek?

Saya betul-betul nggak paham dengan orang-orang di Instagram yang keseringan minta maaf untuk suatu hal yang sebetulnya bukanlah kesalahan. Apalagi sebuah kesalahan yang mereka lakukan. Tidak sedikit dari mereka yang menyatakan permintaan maafnya dalam sekelumit bagian dari Instastory-nya. Namun terlalu sering diulang-ulang. Misalnya,

“Duh, maaf ya, temen-temen. Pipiku tembem. Kelihatan gede banget, nih.”

“Maafin aku ya, Gaes. Rambutku pagi ini masih lepek.”

“Sori, mukaku masih muka bantal, nih.”

“Maaf, ya. Belum sempet ngalis. Jadi masih kayak tuyul.”

TERUS? MASALAHNYA APA? Kenapa, loh? Harus minta maaf ke saya—sebagai salah satu follower-nya? Toh, saya juga nggak peduli-peduli amat dengan penampilannya yang menurut saya memang nggak ada masalah apa-apa. Pun nggak ada kesalahan apa-apa.

Kalau dia nggak minta maaf dan menyebutkan “suatu kondisi” yang bikin dia nggak nyaman itu, saya juga nggak bakal sadar perbedaannya. Justru, dengan ungkapan maaf dan pengakuan, maka semua hal yang sebetulnya bukan kesalahan, jadi tampak lebih jelas dan terpampang nyata.

Dari analisis saya, ada dua kemungkinan permintaan maaf ini disampaikan. Pertama, ini adalah kemungkinan yang suuzan. Sebetulnya ini adalah cara untuk pamer bahwa dia memang sesempurna itu. Pasalnya, segala hal yang dia bilang adalah kekurangan, terkadang justru menjadi life goals bagi orang lain. Jadi, ini adalah cara pamer terselubung. Sebuah usaha sok-sokan merendah untuk meninggi. Atau biasa disebut dengan humblebrag. Iya, humble tapi brag.

Bisa-bisanya seseorang mengeluh kalau dia gendutan dan harus diet, padahal nyata-nyata badannya masih langsing aduhay. Atau, bilang kalau kulit mukanya iteman setelah liburan dan butuh perawatan, padahal jelas-jelas kulitnya masih terlihat cerah mempesona. Lantas, pernyataan selanjutnya yang semakin tidak masuk akal, ia meminta maaf atas badannya yang gendutan dan kulit mukanya yang iteman pada follower-nya. Mohon maaf, nih, buat apa, loh? Cuma buat pamer kalau kondisi “jeleknya” saja masih tetap memukau? Gitu?

Tak sadarkan, wahai Kisanak? Segala permintaan maaf tersebut justru menyakitkan bagi sebagian orang? Lagi-lagi, yang menurut kita kelemahan bisa jadi harapan bagi orang lain. Ketika kita mempermasalahkan harapan orang lain, bukankah diam-diam itu terasa menyesakkan?

Kedua, ini adalah kemungkinan yang lebih husnuzan. Yakni menjadi cara pencegahan supaya dirinya nggak di-bully orang lain. Jadi, sebelum dia di-bully, dia berusaha mem-bully kelemahan dirinya sendiri. Oke, ini adalah hal yang baik adanya. Tapi yang menjadi aneh, kenapa harus meminta maaf, Maemunah? Di mana letak kesalahan punya rambut lepek saat pagi hari dan punya pipi tembem yang terlihat gede di kamera? Tolong katakan di mana letak kesalahannya??!11

Kenapa harus repot-repot menjadi perantara Tuhan? Untuk meminta maaf atas ciptaan Tuhan—yang dianggap tidak seideal produk iklannya manusia—itu ke orang lain?

Sikap ini menjadi tanda atas sulitnya menerima diri sendiri. Iya, meminta maaf ke orang lain atas suatu hal yang bukan kesalahan, karena sebetulnya kita sendiri belum menerima kekurangan kita sendiri. Ataukah meminta maaf ini adalah salah satu proses untuk menerima? Tapi, kenapa harus ribet-ribet minta maaf ke orang lain, bukannya pada diri sendiri?

Iklan

Sudahlah, berhentilah meminta maaf atas segala sesuatu yang terjadi pada diri kita—apalagi kalau hal itu nggak ada hubungannya sama orang lain dan (((lagi-lagi))) jelas ITU BUKAN KESALAHAN. Berhenti meminta maaf jika rambut, muka, badan, cara tertawa, atau cara berjalan kita tidak seperti ekspektasi orang lain. Sesempurna apa pun itu, tetap kita nggak akan bisa membahagiakan semua orang.

Lagian, buat apa sih kita meminta maaf untuk sesuatu yang bukan sebuah kesalahan? Terlalu sering meminta maaf, malah menjadikan kata maaf tak lagi berarti apa-apa. Besok-besok, tolong mintanya itu di-upgrade. Jangan minta maaf muluk. Minta saham kek, minta restu, atau apa gitu. Yang sudah jelas lebih menguntungkan. Belum ngalis kok minta maaf. Hadeeeh~

Terakhir diperbarui pada 9 April 2019 oleh

Tags: gendutanhumblebragInstastoryminta maaf
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

ilustrasi Iklim WhatsApp Story Jauh Lebih Gayeng ketimbang Instagram Story yang Isinya Pamer-pamer mojok.co
Pojokan

Iklim WhatsApp Story Jauh Lebih Gayeng ketimbang Instagram Story yang Isinya Pamer-pamer

16 September 2021
Seandainya Saya Presiden Republik Indonesia MOJOK.CO
Esai

Seandainya Saya Presiden Republik Indonesia

6 Juli 2021
Klasemen 5 Teratas Pengguna Instagram Story Paling Memuakkan MOJOK.CO
Pojokan

Instagram Reel yang Terlalu Mirip TikTok Bikin App Ini kayak Tukang Caplok Ide

26 Juni 2021
chat whatsapp chat wa MOJOK.CO
Pojokan

3 Cara Efektif Minta Maaf lewat Chat WhatsApp

5 Maret 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.