MOJOK.CO – Kata seorang dosen, mahasiswa S-1 yang lulus cepat itu semacam kopong alias tak berisi. Ia kurang berpengalaman sehingga susah direkrut perusahaan.
Sebetulnya durasi kuliah S-1 yang ideal itu berapa tahun sih?
Ada yang bilang lulus cepat adalah sebaik-baiknya mahasiswa. Dengan segera jadi sarjana, seseorang bisa menyiapkan diri masuk ke dunia kerja lebih awal dan memaksimalkan usia produktif sebaik-baiknya. Lulus cepat juga berarti tidak berlama-lama jadi beban negara, keluarga, dan calon mertua.
Tanpa perlu saya jabarkan, masih ada deretan pujian dan kebajikan lainnya yang disematkan pada sarjana lulus cepat + nilai tinggi.
Tapi, dosen ini punya pendapat berbeda yang ia ceritakan di Twitter.
S1 lulus 3.5 tahun? Bangga? Jangan bangga dulu… (sebuah utas seorang dosen wali)
Kemarin saya perwalian, ketemu dgn mahasiswa/wi smt 7 yg rata rata sedang ambil skripsi plus matkul lain. Kebetulan IPK nya bagus bagus, tapi Lalu saya tanya…
— Ersa Tri Wahyuni (@ErsaTriWahyuni) August 21, 2019
Bu Ersa Tri Wahyuni ini menurut bio Twitternya adalah dosen Akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Jawa Barat. Dan pendapatnya ini tergolong unpopular popular opinion.
Menurut Bu Ersa, lulus cepat itu nggak ada gunanya kalau dengan menyandang status mahasiswa, kita nggak berusaha mencari pengalaman dengan semaksimal mungkin. Seperti cuma fokus ke kegiatan akademik melulu demi bisa mendongkrak nilai dan fokus ngerjain skripsi biar cepat kelar.
Sampai-sampai, saking terpakunya memenuhi target SKS setiap semester dan bikin nilai dalam posisi aman agar nggak perlu ngulang kuliah, akhirnya kesempatan lain yang bisa didapatkan malah terabai begitu saja. Dampak jangka panjangnya, diri kita yang mentah ini jadi sulit untuk mendapatkan kerja. Katanya, lha wong masih kosong pengalaman, bagaimana perusahaan bisa mempercayai kemampuannya?
Lantas, apa betul, durasi kuliah yang cepat tidak berbanding lurus dengan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan cepat pula?
Dari jajak pendapat pada beberapa orang secara acak tapi saat ini punya pekerjaan bagus, nyatanya tidak semua setuju dengan pendapat dosen tersebut. Seseorang sebut saja Nana berpendapat bahwa lulus cepat atau lama dan hubungannya dengan kesuksesan tidak bisa dilihat dengan sehitam putih itu. Sebaliknya, menganggap mahasiswa S-1 yang lulus cepat dengan setengah mata, malah bikin mereka-mereka yang telah berjuang penuh merasa down dan tidak dihargai.
Lagian, keinginan dan mimpi setiap orang pun berbeda. Tidak semua mimpi seseorang adalah bekerja di perusahaan, dengan kelengkapan CV yang begitu-begini dan menyebutkan pengalaman yang sangat panjang itu. Misalnya, Riri, yang saat ini bekerja sebagai PNS. Dari awal dia tahu kalau ingin jadi PNS. Oleh karena itu, dia merasa nggak perlu terlalu aktif ikut organisasi. Sebaliknya, dia pengin segera lulus kuliah. Baginya, menjadi PNS tidak memerlukan CV yang gimana-gimana. Toh, pendaftarannya betul-betul full menggunakan tes soal-soal.
Jadi, ideal tidaknya durasi kuliah S-1, tergantung dengan diri kita sendiri dan tujuan yang pengin kita capai setelah kuliah. Ideal itu bukan lagi soal angka 3,5 tahun, 4 tahun, atau 5 tahun. Bukankah yang terpenting adalah kualitasnya? Selama waktu yang ada, kita sudah melakukan sebaik yang kita bisa, nggak ada masalah, kan? Lagian, kalau kuliah 7 tahun tapi emang karena males kuliah dan nggak ada kegiatan produktif lain yang dilakuin, kan sama aja.
Fyi, pada sebagian orang, lulus cepat adalah kebutuhan yang genting. Biaya kuliah mahal, Cuy! Nggak semua mahasiswa yang butuh beasiswa, betul-betul bisa dapat beasiswa. Apalagi sekarang pakai UKT lagi! Ya kali, malah milih ngelama-lamain. Kasihan orang tua yang sudah mengharapkan kita untuk segera membantu ekonomi keluarga.
Hadeeeh, lulus lama di-paido, eh lulus cepat sama aja. Serbasalah.
BACA JUGA Sudahlah, Pergerakan Mahasiswa Itu Enggak Penting Lagi atau artikel Audian Laili lainnya.