Hari ini, di Jakarta, berbagai elemen masyarakat akan turun ke jalan dalam gerakan besar untuk menyambut presiden baru. Ya, sejak terpilih secara sah dan meyakinkan oleh KPU berminggu lampau, Jokowi akhirnya akan resmi menjabat sebagai presiden Republik Indonesia ketujuh.
Di tengah segala sindir-nyinyir-sumbing bahwa Syukuran Rakyat ini tak pantas, mengingat bencana letusan Gunung Sinabung memakan korban jiwa, toh rakyat juga berhak merayakan kegembiraan atas terpilihnya pemimpin baru setelah drama panjang pemilu yang mengerikan.
Hampir sebulan kita dibuat saling membenci. Pacar putus karena beda pilihan presiden, keluarga renggang karena pilihan partai, sampai saling bermusuhan. Dengan adanya pesta ini, yang konon akan dihadiri pula oleh Prabowo, maka sudah selayaknya kita bergembira dan bersyukur atas hasil pendidikan politik yang telah kita jalani.
#Salam3Jari adalah upaya mempersatukan kita kembali, sebagai bangsa. Meski perlu dipahami, politik bukan cuma perkara pilpres. Namun, juga perkara siskamling, pemilihan RT, rapat RW, sampai dengan gotong-royong pembangunan jalan.
Proses politik jangan hanya dimaknai menyalurkan suara saat pemilu, tapi juga partisipasi kita terhadap kepentingan publik.
Tentu perlu alasan mengapa kita membuang waktu berharga kita untuk turun ke jalan hari ini. Memang apa bedanya Jokowi dengan presiden-presiden sebelumnya? Wong bahkan pada saat Gus Dur terpilih saja nggak pakai heboh undang rakyat dangdutan. Atau saat SBY terpilih kedua kalinya juga nggak ada hingar-bingar seperti hari ini. Namun, bukan Mojok namanya jika tidak bisa menemukan alasan agar Anda datang ke Istana Negara pagi ini.
Setidaknya ada lima alasan yang penting dan relevan supaya Anda mau datang ke pesta inaugurasi Jokowi.
#1 Bisa selfie sambil aksi
Tentu kita sering membaca di media sosial bahwa aktivisme internet berakhir di jempol. Dengan adanya pesta rakyat ini, kita bisa membuktikan bahwa kita juga bisa turun ke jalan, ambil bagian, lantas selfie.
Apakah ini kitsch? Oh tidak, tentu tidak. Di zaman ketika gadget dan teknologi digital adalah keseharian, selfie merupakan praktik keabadian. Ia serupa arsip yang mencatat peristiwa sejarah. Bahwa Anda, warga indonesia yang sehat dan waras, pernah ambil bagian dalam proses inaugurasi presiden paling bersejarah di Indonesia. Dalam abad media, citra adalah segalanya.
Belum lagi kebanggaan seremonial yang bisa didapat. Bayangkan berapa ratus artis yang datang di acara ini, Anda juga bisa selfie bersama mereka. Ini menunjukkan seolah-olah Anda peduli dan aktif dalam kegiatan demokrasi negeri ini. Tak apa, praktik kepedulian tidak selalu harus langsung turun ke jalan mengawal isu-isu perlindungan kaum minoritas. Selfie di depan istana negara sambil menulis hestek #SaveIniItu, toh, bisa jadi satu sikap politik.
#2 Memastikan Jokowi sampai di tempat yang tepat
Tentu kita semua telah mendengar kabar bahwa Jokowi akan dimakzulkan. Beredar kabar, ia tidak akan dilantik sebagai presiden. Bayangkan, negara ini mendidik masyarakatnya untuk menghadapi ketakutan dan ketidakpastian setiap hari. Nah, hari ini adalah saat yang tepat bagi Anda untuk turun ke jalan dan memastikan bahwa Jokowi benar-benar diambil sumpahnya sebagai presiden. Siapa tahu di tengah jalan saat menaiki kereta kencana (amit-amit) Jokowi dikudeta. Kemungkinan ini memang absurd, tapi bukan berarti tidak ada.
Selain itu, dengan adanya puluhan ribuan rakyat yang turun ke jalan, kita bisa memastikan bahwa Jokowi akan benar-benar jadi presiden hari ini juga. Tidak diundur Selasa besok atau sebulan lagi. Ini penting, mengingat berapa pekerjaan besar yang mesti ia selesaikan nanti? Tol laut, Kartu Indonesia Sehat, dan segala macam birokrasi berbasis internet yang ia janjikan. Kemunduran pelantikan berarti kemunduran pelayanan buat kita, rakyat yang telah memilihnya.
#3 Alasan membolos (untuk kantor yang woles)
Dapat dipastikan bahwa jalanan di seputaran istana dan segala yang berkaitan dengan pelantikan presiden akan dipenuhi oleh aparat pengamanan. Beberapa jalan protokol kemungkinan akan ditutup. Nah ini adalah saat yang tepat untuk membolos dan turun ke jalan. Setidaknya Anda tidak berdosa-dosa amat untuk melakukan kenakalan ini. Lagipula pelantikan presiden, kan, tidak tiap hari, tapi tiap lima tahun sekali. Belum tentu presiden berikutnya Jokowi lagi.
Dengan membolos dan ikut keramaian ini, Anda bisa menikmati satu level perasaan pemberontakan sistem. Jika kelak terpaksa terjadi revolusi proletariat, di mana kelas pekerja mengambil dominasi kelas borjuis, Anda tidak akan kaget-kaget amat. Perasaan ingin memberontak sistem ini perlu dipelihara, agar kelak—jika terjadi sesuatu pada pemerintahan Jokowi, misalnya coup, atau bahkan Jokowi sendiri menjadi tiran serupa Kim Jong Un—Anda tahu bagaimana cara memulai insureksi. Ya, dengan bolos kantor.
#4 Merayakan kegembiraan politik
Politik tidak harus berwajah muram. Politik pada satu titik adalah perayaan kegembiraan. Siapa pun yang menganggap politik adalah masam peradaban, sesuatu yang kotor, dan menyeramkan, barangkali memandang politik dengan cara yang salah.
Politik adalah keriangan, ia memberi kesempatan bagi anak-anak putus sekolah untuk bisa tetap sekolah dengan jaminan konstitusi. Politik menjamin keberadaan jaring kesehatan untuk mereka yang miskin melalui undang undang. Tentu praktik dan teori kerap seperti sepasang kekasih yang cemburu, sering gagal terlaksana ketika berencana.
Pada perayaan inaugurasi kali ini, akan ada syukuran rakyat, panggung musik gratis, makanan gratis, dan lebih dari itu: kopi darat sesama relawan (relawan lho ya, bukan makelar jabatan) yang sama-sama bekerja bukan karena ingin dikenal, tapi karena memang benar-benar ingin ambil bagian dalam proses terbentuknya sebuah pemerintahan yang berasal dari rakyat (meski rada naif). Di sini kita bisa berbagi cerita, mendengar musik berkualitas, dan makan makanan rakyat yang tentunya memberikan kebahagiaan bagi para penjualnya.
#5 Menunjukkan sekali saja dalam hidup solidaritas komunal
Alasan terakhir adalah alasan sentimentil. Ini adalah momen penting bagi para relawan bahwa mereka telah berhasil mengangkat presiden dari kalangan rakyat jelata untuk bisa jadi presiden.
Tentu akan ada yang mencibir, “Soekarno ya rakyat jelata, Soeharto, Gus Dur juga, nggak usah lebay.” Namun, kalian para relawan tahu, Jokowi bukan Soekarno yang besar karena perjuangannya sebagai bapak bangsa. Bukan Soeharto yang melalui militer dan Supersemar menjadi presiden. Bukan juga Gus Dur yang keturunan kiai pendiri organisasi Islam terbesar. Jokowi bukan keturunan presiden pertama, Jokowi bukan anggota militer dengan jaringan luas. Ia bukan siapa-siapa.
Sekali saja, dalam hidup kita yang apatis terhadap politik, kita turun ke jalan, merayakan kegembiraan. Bukan, bukan atas nama Jokowi, tapi atas nama segenap rakyat Indonesia. Nanti siang, kalian yang tengah merayakan kegembiraan bisa sembari melakukan aksi solidaritas peduli Sinabung, mengangkat isu Reklamasi Teluk Benoa, Pabrik Semen Rembang, sampai dengan Kamisan.
Kegembiraan politik bukan berarti melupakan tugas kemanusiaan, solidaritas sesama manusia. Maka rayakanlah kegembiraan dengan kepedulian.
Dan jangan lupa, jangan buang sampah sembarangan. Revolusi mental dimulai dari diri sendiri, bukan orang lain.