Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Merayakan Hari Kartini bersama Kartono, tapi Kartono Itu Siapa ya?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
21 April 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Perayaan Hari Kartini sering kali diwarnai dengan lomba Kartini-Kartono. Tapi, pernah nggak, sih, kamu kepo soal Kartono yang misterius ini?

Kalau Raden Ajeng Kartini masih hidup hingga hari ini dan ikut merayakan Hari Kartini setiap tahunnya, hal pertama yang ingin saya ketahui adalah bagaimana pendapatnya soal “perang” argumentasi antara kelompok feminis dan kelompok Indonesia Tanpa Feminis. Saya juga ingin tahu apa pendapatnya soal orang-orang yang mencibir perempuan-perempuan yang bersekolah tinggi karena ujung-ujungnya mereka dianggap “semestinya” bertugas di ranjang dan dapur saja setelah menikah.

Tapi, saya yakin betul, sebelum sempat bertanya soal kedua hal tadi, saya bakal tak kuasa menahan diri untuk bertanya:

“Menurut Ibu, nih, lomba Kartini-Kartono yang digelar di sekolah setiap tanggal 21 April itu inspirasinya dari mana???”

Iya, iya, saya tahu, kok, lomba Kartini-Kartono yang mewajibkan setiap kelas mengirimkan 1 wakil perempuan dan 1 laki-laki untuk berjalan berpasangan di lorong sekolah dan dinilai para juri ini salah satunya bertujuan untuk mendekatkan siswa dengan budaya berbusana daerah.

Tapi, yang jadi pertanyaan saya: kenapa??? Kenapa—dari sekian banyak perlombaan di dunia ini—harus ada lomba Kartini-Kartono yang malah menimbulkan pertanyaan baru:

…Kartono itu siapa???

Ya, ya, ya, keheranan saya ini mengerucut ke pertanyaan yang lain: keberadaan Kartono. Kenapa, dalam lomba berpasangan ini, pasangan “Kartini” disebut “Kartono”? Bukankah suami Raden Ajeng Kartini bernama Raden Adipati Joyodiningrat? Kenapa kita—dengan tujuan menghargai suami beliau—tidak menyebut lomba ini sebagai lomba Kartini-Joyodiningrat?

Jadi, sungguh, selama bertahun-tahun, saya selalu penasaran siapa itu Kartono, atau mengapa kaum lelaki selalu disebut sebagai “Kartono”, dan mengapa ia harus dipasangkan dengan “Kartini” untuk berjalan di catwalk dadakan lorong sekolah.

Namun setidaknya, kepala saya pernah mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sendiri.

Pertama, saya rasa, karena Kartini adalah seorang perempuan Jawa tulen yang digambarkan dalam balutan busana daerah, orang-orang akhirnya memutuskan bahwa cara terbaik merayakan Hari Kartini adalah dengan menjadi Kartini itu sendiri. Atau, secara sederhana, kita diajak untuk cosplay menjadi Kartini.

Kenapa harus begitu? Jawabannya bisa beragam, tapi saya rasa kalau lomba yang diadakan adalah lomba menulis kumpulan surat-surat dalam bahasa Belanda—seperti yang dilakukan Kartini—bakal jadi lebih merepotkan. Ya, kan? Ya, kan???

Nah, karena lomba yang dipilih adalah lomba berbusana daerah, tentu nggak mungkin kalau si pengguna pakaian ini disuruh nge-dance kayak peserta dance cover atau hanya sekadar disuruh selfie, lalu unggah ke Instagram sembari nge-tag 5 orang kawan. Duh, udah dandan full, loh, dia tu! Please, deh!

Maka, ide terbaik selanjutnya adalah membuat si peserta berbusana daerah ini untuk tampil elegan agar aura ke-Kartini-annya keluar. Nah, tentu saja, agar seimbang, si Kartini ini perlu diberi pasangan agar kesetaraan gender dalam “memamerkan” busana daerah lebih terwujud.

Iklan

Kedua, permasalahan berikutnya muncul untuk menyebut pasangan Kartini KW: harus disebut siapakah dia?

Kembali ke pertanyaan saya sebelumnya, kenapa lomba Kartini-Kartono ini tidak disebut Kartini-Joyodiningrat, dengan mempertimbangkan nama sang suami?

Ah, tapi mau gimana lagi, Saudara-saudara, lah wong budaya kita ini budaya suka lupa, kok. Nyatanya, di banyak kolom komentar Instagram, netizen suka sekali berkata, “Maaf, sekadar mengingatkan,” demi melihat sesuatu yang mereka anggap aneh, salah, dan tidak lazim. Nah, kebayang, kan, kalau nama lomba ini adalah lomba Kartini-Joyodiningrat yang notabene lebih panjang, lebih ribet, dan tidak lebih “seirama” sehingga lebih susah dihafalkan?

Daripada menghadapi serangan netizen—atau orang-orang di sekolah—kalau suatu hari kita (hah, kita???) nggak sengaja salah menyebut nama Joyodiningrat, dipilihlah nama yang lebih ear-catching dan cocok disandingkan dengan nama Kartini.

Dasar orang Indonesia kelewat kreatif, nama Kartono pun dipilih. Bagaimanapun, nama ini serupa dengan Kartini, hanya diganti huruf vokalnya saja, yaitu dari i menjadi o.

Tadinya saya bertanya-tanya lagi: kenapa huruf o ini memberikan kesan “laki-laki”??? Kenapa namanya nggak Kartana saja???

“Kan dia orang Jawa, Li, jadi pakai o, deh. Kartono,” jawab teman saya, berusaha membantu. Saya ngangguk-ngangguk.

“Coba kalau Kartini dari tanah Ngapak,” celetuk saya kemudian, “kayaknya di sana, si Kartono-nya disebut jadi Kartana, deh.” Teman saya keselek, tertawa mengingat betapa sego (baca: nasi) dalam bahasa Jawa pun berubah jadi sega dalam bahasa Ngapak.

Ketiga, meski tokoh Kartono ini mungkin saja muncul dari ilmu cocoklogi dan ear-catching di atas, saya akhirnya berjumpa dengan sebuah fakta mengejutkan: tokoh yang bernama Kartono ternyata benar-benar ada dan ia adalah kakak kandung Kartini.

[!!!!!!!!!111!!1!!!!1!!!]

Jadi, Kartono yang beneran ini bukanlah sekadar Kartono yang jadi pasangan para Kartini di agenda lomba Hari Kartini. Nama aslinya adalah Raden Mas Panji Sosrokartono dan berusia dua tahun lebih tua daripada Kartini.

Kalau Kartini dipingit sejak berusia 12 tahun, Kartono justru didukung untuk bersekolah tinggi hingga jauh ke Belanda. Nggak tanggung-tanggung, Kartono merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi poliglot (mampu bicara dalam banyak bahasa), yaitu 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku di Indonesia. Lulusan Leiden University di Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur ini bahkan pernah dipuji oleh Mohammad Hatta sebagai salah satu orang paling cerdas yang dimiliki Indonesia.

Yaaah, dengan kata lain, kalau Kartono masih hidup hingga hari ini, sepertinya ia akan banyak digilai cewek-cewek yang mendaku diri sebagai sapioseksual~

Jadi, Saudara-saudara, di Hari Kartini tahun ini, misteri soal Kartono sudah lumayan terkuak, kan?

Ya iya, lah, memangnya hubungan asmaramu—selalu misterius dan penuh tanda tanya?

Idiiih, sorry lah, yaw.

Terakhir diperbarui pada 21 April 2019 oleh

Tags: Hari KartiniJoyodiningratKartonoRaden AjengsapioseksualSosrokartono
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Kartini Dalam Tungku Pembakaran Api Gerwani
Video

Kartini Dalam Tungku Pembakaran Api Gerwani

28 April 2023
film kartini mojok.co
Kotak Suara

3 Film tentang Sosok Kartini yang Wajib Tonton

21 April 2023
Surat Terbuka Kartini untuk Aurel Hermansyah mojok.co
Esai

Surat Terbuka Kartini untuk Aurel Hermansyah

21 April 2021
Pojokan

Menemukan Kartini Rumah Tangga Bersama 10 Anaknya

21 April 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.